585 Warga Pemecutan Kaja Mabayuh di Tumpek Wayang, Langsungkan 26 Jenis Babayuhan Oton Madurgama dan Sapuh Leger
DENPASAR, NusaBali.com - Bertepatan dengan rahina Tumpek Wayang, Saniscara Kliwon Wayang, Sabtu (22/6/2024) pagi, sebanyak 585 warga Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar mengikuti upacara babayuhan oton secara massal.
Perbekel Desa Pemecutan Kaja AA Ngurah Arwatha menuturkan, upacara massal yang tergolong Manusa Yadnya ini perdana digelar pasca pandemi Covid-19 dan vakum sejak 2018. Walaupun acara ini bersifat adat, dana penyelenggaraannya ditalangi penuh APBDes sebesar Rp 285.880.000.
"Pesertanya berasal dari warga Desa Pemecutan Kaja, artinya tidak memandang apakah krama wed atau krama tamiu, syarat terpenting adalah ber-KK di sini," ujar Gung Arwatha ketika ditemui di sela upacara yang berlangsung di Lapangan SMPN 2 Denpasar, Jalan Gunung Agung Nomor 112, Denpasar.
Meski berlangsung pada rahina Tumpek Wayang, babayuhan oton yang dilaksanakan bukan saja Sapuh Leger yaitu penebusan oton (kelahiran) untuk orang yang lahir pada wuku Wayang. Secara keseluruhan terdapat 25 jenis babayuhan kelahiran selain Sapuh Leger yang diselenggarakan.
Total 26 jenis babayuhan kelahiran ini untuk menebus kelahiran orang dengan oton madurgama. Secara harfiah, oton madurgama bermakna 'hari kelahiran yang berbahaya.' Oleh karena itu, perlu diupacarai untuk menebus dan menetralisir sifat negatif yang dibawa hari lahir.
Jika dicatat, 26 babayuhan oton madurgama yang digelar Desa Pemecutan Kaja adalah sebagai berikut.
"Mayoritas peserta upacara tentu yang kelahiran wuku Wayang. Setelah itu, yang Kadengan Melik juga banyak. Dan, dari 7.000-an kepala keluarga (KK) di desa kami, kira-kira 400 KK mengikuti upacara ini," ungkap Perbekel Gung Arwatha.
Kata perbekel asal Banjar Mertayasa yang sudah menjabat sejak 2013 ini, upacara Manusa Yadnya massal untuk warga Pemecutan Kaja ini bakal digelar secara berkala setiap tiga tahun sekali. Ini untuk meringankan beban warga yang tidak mampu melaksanakan upacara secara mandiri.
Sementara itu, dijelaskan Ketua Panitia I Gusti Ngurah Bagus Manu Raditya, setiap jenis babayuhan memiliki banten dan prosesi ritualnya tersendiri. Ini dilakukan secara masing-masing sesuai jenis babayuhan-nya, namun masih digelar di satu areal upacara yang sama.
Kemudian, upacara Babayuhan Otonan Madurgama lan Sapuh Leger ini dipimpin oleh tiga sulinggih atau Tri Sadhaka yakni Pandita Siwa, Budha, dan Rsi Bhujangga. Masing-masing berasal dari Geria Balun, Geria Panti, dan Geria Ubung, Denpasar.
"Secara kepesertaan, babayuhan tahun 2018 lalu lebih banyak dari tahun ini. Saat itu mencapai lebih dari 1.000 orang. Tapi, kalau jenis babayuhan-nya, tahun ini yang terbanyak," ungkap Ngurah Manu Raditya yang juga wargi Puri Agung Jrokuta ini ketika ditemui di sela memantau pelaksanaan upacara. *rat
"Pesertanya berasal dari warga Desa Pemecutan Kaja, artinya tidak memandang apakah krama wed atau krama tamiu, syarat terpenting adalah ber-KK di sini," ujar Gung Arwatha ketika ditemui di sela upacara yang berlangsung di Lapangan SMPN 2 Denpasar, Jalan Gunung Agung Nomor 112, Denpasar.
Meski berlangsung pada rahina Tumpek Wayang, babayuhan oton yang dilaksanakan bukan saja Sapuh Leger yaitu penebusan oton (kelahiran) untuk orang yang lahir pada wuku Wayang. Secara keseluruhan terdapat 25 jenis babayuhan kelahiran selain Sapuh Leger yang diselenggarakan.
Total 26 jenis babayuhan kelahiran ini untuk menebus kelahiran orang dengan oton madurgama. Secara harfiah, oton madurgama bermakna 'hari kelahiran yang berbahaya.' Oleh karena itu, perlu diupacarai untuk menebus dan menetralisir sifat negatif yang dibawa hari lahir.
Jika dicatat, 26 babayuhan oton madurgama yang digelar Desa Pemecutan Kaja adalah sebagai berikut.
- 1. Kelahiran wuku Wayang
- 2. Salah Wadi (salah hari kelahiran di wuku Wayang)
- 3. Lintang Salah Ukur (lahir Kamis Pahing)
- 4. Lintang Perahu Pegat (lahir Jumat Pon)
- 5. Lintang Bade (lahir Kamis Pon Ukir dan Watugunung)
- 6. Tiba Sampir/Angker (lahir terbelit tali pusar)
- 7. Julung Sarad (lahir sandikala)
- 8. Julung Sungsang (lahir tengai tepet/tengah lemeng)
- 9. Anak Margana (lahir di perjalanan)
- 10. Wahana (lahir di keramaian)
- 11. Jempina (lahir prematur)
- 12. Kadengan Melik (tai lalat di kemaluan)
- 13. Sanan Empeg (anak lahir diapit kakak dan adik meninggal)
- 14. Kembar (kembar laki-laki atau perempuan) 15. Kembar Buncing (kembar laki-laki perempuan)
- 16. Ontang Anting (laki-laki tunggal)
- 17. Lawang (perempuan tunggal)
- 18. Lulang (dua bersaudara perempuan semua)
- 19. Leluta (tiga bersaudara laki-laki semua)
- 20. Kedukan (tiga bersaudara perempuan semua)
- 21. Telaga Apit Pancoran (laki-laki, perempuan, laki-laki)
- 22. Pancoran Apit Telaga (perempuan, laki-laki, perempuan)
- 23. Padangon (empat laki-laki, satu perempuan)
- 24 Panca Pendawa (lima bersaudara laki-laki semua)
- 25. Pakening Plangka (lima bersaudara: perempuan, perempuan, laki-laki, perempuan, perempuan)
- 26. Anak Pipilan (anak perempuan dengan empat adik laki-laki; atau laki-laki dengan empat adik perempuan; atau perempuan dengan empat kakak laki-laki; atau laki-laki dengan empat kakak perempuan)
"Mayoritas peserta upacara tentu yang kelahiran wuku Wayang. Setelah itu, yang Kadengan Melik juga banyak. Dan, dari 7.000-an kepala keluarga (KK) di desa kami, kira-kira 400 KK mengikuti upacara ini," ungkap Perbekel Gung Arwatha.
Kata perbekel asal Banjar Mertayasa yang sudah menjabat sejak 2013 ini, upacara Manusa Yadnya massal untuk warga Pemecutan Kaja ini bakal digelar secara berkala setiap tiga tahun sekali. Ini untuk meringankan beban warga yang tidak mampu melaksanakan upacara secara mandiri.
Sementara itu, dijelaskan Ketua Panitia I Gusti Ngurah Bagus Manu Raditya, setiap jenis babayuhan memiliki banten dan prosesi ritualnya tersendiri. Ini dilakukan secara masing-masing sesuai jenis babayuhan-nya, namun masih digelar di satu areal upacara yang sama.
Kemudian, upacara Babayuhan Otonan Madurgama lan Sapuh Leger ini dipimpin oleh tiga sulinggih atau Tri Sadhaka yakni Pandita Siwa, Budha, dan Rsi Bhujangga. Masing-masing berasal dari Geria Balun, Geria Panti, dan Geria Ubung, Denpasar.
"Secara kepesertaan, babayuhan tahun 2018 lalu lebih banyak dari tahun ini. Saat itu mencapai lebih dari 1.000 orang. Tapi, kalau jenis babayuhan-nya, tahun ini yang terbanyak," ungkap Ngurah Manu Raditya yang juga wargi Puri Agung Jrokuta ini ketika ditemui di sela memantau pelaksanaan upacara. *rat
1
Komentar