e-BRT Bali Dihadang Kendala Jalur Khusus
Samsi: Mulai Beroperasi 2025
DENPASAR, NusaBali - Angkutan cepat bus listrik atau Electric Bus Rapid Transit (eBRT) yang disiapkan untuk transportasi umum di Bali direncanakan akan mulai beroperasi tahun 2025 mendatang.
Namun sejumlah kendala masih menghadang, terutama soal jalur khusus yang kemungkinan sulit diwujudkan di sejumlah titik.
“Sudah berproses tahun ini, 2025 dia harus berjalan, ini dua koridor dari lintas utara-selatan kawasan Ubung-Bandara Ngurah Rai lewat kota, kemudian timur-barat dari kawasan Sanur ke Seminyak,” kata Kepala Dishub Bali IGW Samsi Gunarta dalam kegiatan penyusunan kerangka kerja dan peta jalan pembangunan ITS pada bus listrik di Denpasar, Selasa (25/6). Samsi menyebutkan salah satu keunggulan teknologi pintar ini dapat memberi kepastian ke calon pengguna bus perihal waktu tempuh dan jam-jam kedatangan angkutan.
Namun, untuk dapat menerapkan teknologi pintar ini, Dishub Bali perlu bekerja sama dengan Dinas PUPR dalam hal penyiapan infrastruktur jalan. Menurut Samsi, untuk memastikan ketepatan waktu dan kecepatan e-BRT, kendaraan tersebut tidak boleh mendapat halangan di jalan sehingga diperlukan jalur khusus dan jalur prioritas.
“Bus harus mempertahankan rata-rata kecepatan dari rute ke rute, dengan adanya keterbatasan infrastruktur yang bisa kami bangun mau tidak mau harus menggunakan jalan yang ada dan membutuhkan rekayasa,” ujarnya. “Artinya selain dedicated lane (jalur khusus) mungkin orang itu dibatasi untuk masuk di sana, jadi jalur prioritas, itu harus menggandeng pedestrian yang bagus, memperhatikan keamanan dan keselamatan, oleh karena itu harus disiapkan sistem yang terintegrasi dan itu basisnya harus IT,” sambungnya.
Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR Kim) Bali saat ini tengah mengidentifikasi jalan yang hendak dilalui angkutan bus listrik (eBRT) yang rencananya akan dibangun jalur khusus dan jalur prioritas. Kabid Bina Marga Dinas PUPR Bali, Dewa Ayu Puspa Dewi di Denpasar, Selasa kemarin mengatakan hasil identifikasinya menunjukkan banyak kendala dari segi lebar jalan yang kurang mencukupi apabila dibagi lagi untuk jalur khusus bus listrik.
“Ada yang bahkan lebarnya hanya 4 meter, sehingga untuk bisa menyiapkan dedicated lane (jalur khusus) bus itu tidak mungkin, seperti di Jalan Hang Tuah rute timur-barat sempit, padat, dan pelebaran jalan sulit,” kata dia. Untuk itu maka jalan yang tidak memungkinkan dibuatkan jalur khusus namun dilalui eBRT berpotensi menjadi jalur prioritas, yaitu jalur yang hanya dapat dilalui bus listrik atau setidaknya bercampur dengan kendaraan pribadi tapi bus listrik tidak boleh dihalangi.
“Yang terkendala itu yang lebarnya kurang memadai, jadi paling tidak mix traffic, kendalanya disana nanti tidak akan tercapai sesuai jadwal contohnya di halte A harusnya sampai jam 8 tapi ketika bertemu jalan campuran itu bisa lebih,” ujar Puspa. Beberapa contoh jalan yang berpotensi menjadi jalur campuran untuk bus yang beroperasi di lintasan Denpasar-Badung itu adalah Jalan Hang Tuah dan Jalan Tangkuban Perahu.
Sementara itu Dinas PUPR Bali melihat jalan yang berpotensi menjadi jalur prioritas hanya dilintasi eBRT adalah Jalan Sulawesi, sebab kendaraan pribadi dapat dialihkan ke Jalan Sumatera. Selanjutnya terkait jalur khusus, ia melihat terdapat sejumlah titik yang potensial dibangun jalur khusus baik di ruas tengah jalan maupun di pinggir jalannya, sebab lebar badan jalan tergolong besar. “Contoh ruas Jalan Puputan Renon yang dipakai eBRT adalah mediannya yang ada tanaman itu, ada bagian yang harus dikorbankan untuk dedicated lane, jadi yang di tengah kemungkinan dibuatkan bus stop, sehingga jalur busnya dekat median,” jelas Puspa.
Adapun hasil dari pra studi uji kelayakan e-BRT adalah terdapat dua koridor, pada koridor utara-selatan akan menghubungkan kawasan Ubung di Jalan Cokroaminoto hingga Garuda Wisnu Kencana Jalan Jimbaran Uluwatu dan Nusa Dua Jalan Bypass Ngurah Rai. Pada koridor ini jalan yang tidak memungkinkan dibuatkan jalur khusus sebab ukurannya sempit adalah Jalan Sulawesi, Jalan Bukit Tunggal, Jalan Kampus Unud, dan Jalan Jimbaran Uluwatu. Kemudian koridor timur-barat menghubungkan Denpasar-Badung dari kawasan Seminyak di Jalan Raya Kerobokan hingga Pantai Matahari Terbit Sanur.
Pada koridor ini jalan yang tidak memungkinkan dibagi lagi untuk jalur khusus adalah Jalan Raya Kerobokan, Jalan Gunung Tangkuban Perahu, Jalan Mertanadi, Jalan Ir Juanda, Jalan Hang Tuah, dan Jalan Matahari Terbit. Dinas PUPR Bali mengaku tidak dapat memutuskan sendiri perihal penggunaan jalur khusus atau jalur prioritas yang harus diterapkan, sehingga identifikasi yang mereka buat akan diserahkan kembali ke Dinas Perhubungan Bali.
Menurut Puspa akan ada tantangan dalam pembangunan infrastruktur ini, sebab beberapa titik akan bersentuhan langsung dengan masyarakat, untuk itu pembangunan ini akan dilakukan bertahap dan membutuhkan kerja sama banyak pihak. “Tantangannya menyiapkan badan jalan sesuai dengan kebutuhan eBRT, tentu nanti akan bersentuhan dengan masyarakat seperti Jalan Sulawesi ketika ditutup tentu pemilik toko komplain, akan ada dampak sosial muncul maka dari itu kami tidak bisa bekerja sendiri,” ucapnya.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bali, I Made Rai Ridharta menambahkan yang masih menjadi kendala dalam pengembangan transportasi umum ini adalah ruang jalan yang terbatas. “Untuk transportasi ini bisa cepat lancar dia harus berjalan di jalannya sendiri jalan khusus, tapi untuk membuat jalan khusus pada rutenya itu tidak bisa seluruhnya karena ruangnya terbatas,” ujarnya. Namun, menurutnya ini adalah solusi dari kemacetan di Bali, dengan prinsip fasilitas dan teknologi yang digunakan berjalan sesuai, sebab selama ini salah satu alasan masyarakat enggan menggunakan transportasi umum adalah waktu kedatangan dan waktu tempuh yang tidak memiliki kepastian. Penandatanganan kerja sama/kick off feasibility study (studi kelayakan) proyek e-BRT ini dilakukan di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala, Denpasar, Rabu (18/10/2023) lalu. 7 ant
1
Komentar