Setelah Digerebek di Vila, Kini Masih Ditahan di Rudenim
Digerebek, 103 WNA akan Dideportasi
Meskipun mereka melakukan kegiatan di Indonesia, namun korbannya ada di negara lain sehingga sulit untuk memenuhi unsur tindak pidana di Indonesia
MANGUPURA, NusaBali
Sebanyak 103 Warga Negara Asing (WNA) asal Taiwan yang diduga terlibat dalam kejahatan cyber kini masih ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar. Mereka akan segera dideportasi ke negara asal mereka. Penahanan ini merupakan hasil dari Operasi Satuan Petugas (Satgas) Bali Becik yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenkumham bekerja sama dengan Satgas Dempo BAIS TNI.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Saffar Muhammad Godam menjelaskan operasi ini dilaksanakan berdasarkan informasi intelijen yang diberikan oleh Satgas Dempo BAIS TNI. Berdasarkan informasi tersebut, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan operasi penindakan yang disebut dengan Operasi Bali Becik.
Dikatakan Godam, operasi penindakan ini terdiri dari empat langkah utama. Pertama, menyebarkan informasi kepada WNA mengenai kewajiban untuk mematuhi peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Kedua, menindak WNA yang tidak mematuhi peraturan tersebut dengan tindakan administratif keimigrasian seperti pendetensian, pendeportasian, dan penangkalan. Operasi penindakan ini dilaksanakan pada Rabu (26/6) lalu di sebuah vila di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan.
Para WNA asal Taiwan yang diamankan petugas Imigrasi saat dirilis, Jumat kemarin. –YUDA
Dalam penggerebekan tersebut, petugas menemukan 103 WNA yang semuanya berasal dari Taiwan. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa mereka tinggal di vila tersebut untuk melakukan kegiatan mencurigakan yang diduga merupakan kejahatan cyber. “Kami menduga demikian karena kegiatan yang dilakukan adalah aktivitas setiap hari dengan peralatan IT,” ungkap Godam pada konferensi pers di Rudenim Denpasar, Jimbaran, Kuta Selatan, Jumat (28/6) pagi.
Meskipun tidak ditemukan unsur tindak pidana yang cukup untuk ditingkatkan ke penyelidikan, 103 WNA tersebut telah menyalahgunakan izin keimigrasian yang dimiliki, sehingga menjadi subjek tindakan administratif keimigrasian. Dalam waktu dekat, lanjut Godam, ke-103 WNA tersebut akan dideportasi tanpa penahanan lebih lanjut.
“Unsur tindak pidana tidak kami temukan terpenuhi untuk dinaikkan ke penyelidikan. Dalam berita acara pemeriksaan, kegiatan mereka adalah target di luar negeri yang berada di Malaysia,” jelasnya. Godam juga menceritakan, meskipun mereka melakukan kegiatan di Indonesia, korbannya ada di negara lain sehingga sulit untuk memenuhi unsur tindak pidana di Indonesia. Dia juga menambahkan bahwa tidak ditemukan unsur penyelundupan manusia atau kaitan dengan judi online dalam kasus ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kegiatan mereka diduga adalah skimming atau penipuan dengan korban orang asing di negara asing. Para WNA tersebut masuk ke Indonesia melalui beberapa bandara dan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin tinggal mereka. Dalam penggerebekan tersebut, petugas mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga digunakan untuk melancarkan kegiatan mereka di Indonesia. Barang-barang yang ditemukan antara lain 450 unit handphone iPhone, 3 unit iPad, 3 unit monitor, 3 unit laptop, 1 unit handphone Samsung A351, 1 unit handphone Oppo, 1 unit handphone Vivo, 1 unit handphone Redmi, 1 unit printer, 1 unit power supply, 1 boks charger dan kabel, 2 unit charger laptop, 4 unit router Indiehome, 1 unit router TP-Link, dan 13 unit kartu identitas.
“Koordinasi dengan pemerintahan Taiwan sudah kami lakukan, sehingga memberitahukan ke negara yang bersangkutan. Pendeportasian nanti kewajiban dari pada biaya bisa dari yang bersangkutan, keluarga, atau negaranya,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Arief Eka, Ketua Tim Pengawasan Keimigrasian Ditjen Imigrasi menjelaskan dari seluruh WNA yang diamankan, terdapat 12 orang perempuan dan 91 orang laki-laki. Sementara, jenis izin tinggal yang digunakan, yaitu izin tinggal terbatas (ITAS), izin tinggal kunjungan (ITK) dan visa on arrival (VoA). Dia kemudian menjelaskan bahwa para WNA tersebut telah berkegiatan di Indonesia cukup lama dan berpindah-pindah lokasi sehingga sulit terdeteksi. “Beruntung saat penggerebekan kami dibantu oleh Satgas Dempo BAIS TNI untuk melakukan pemantauan dan ada kecurigaan oleh kepala lingkungan serta tim intelijen terkait identitas mereka yang tidak sesuai,” ujarnya.
Dia juga mengakui bahwa tempat mereka tinggal cukup luas, terdiri dari beberapa kamar dengan tiga lantai dan basemen di bawahnya. Saat pengamanan, para pelaku sedang beraktivitas di dalam satu ruangan sambil memegang alat bukti yang mencurigakan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa mereka bekerja secara remote dari luar negeri dan berkomunikasi melalui telepon.
“Para WNA tersebut datang ke Indonesia secara bertahap dari berbagai bandara, mulai dari tahun 2023 hingga 2024. Kedatangan mereka tidak masif, melainkan dalam kelompok kecil, dan visa mereka masih berlaku. Mereka menyewa vila melalui perantara lokal dan menjalankan aktivitas mereka di Indonesia dengan target operasi di luar negeri,” pungkasnya. 7 ol3
1
Komentar