nusabali

Parta: Pengoplos Tiarap, Gas Subsidi Tak Langka Lagi

Penahanan Tersangka Oplos Elpiji Ditangguhkan

  • www.nusabali.com-parta-pengoplos-tiarap-gas-subsidi-tak-langka-lagi

DENPASAR, NusaBali - Tersangka dugaan pengoplosan gas elpiji, I Wayan Rawan yang ditangkap aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Bali, Minggu (16/6) lalu pulang ke rumahnya di Desa Abiansemal, Badung.

Tersangka yang tertangkap tangan saat sedang oplos gas ukuran 3 Kg ke tabung ukuran 12 Kg di rumahnya di Banjar Pande, Desa/Kecamatan Abiansemal, Badung ini dilihat warga sudah pulang ke rumahnya sejak beberapa hari lalu.  

Informasi yang diperoleh dari salah seorang warga di lapangan, Minggu (30/6) tersangka Wayan Rawan terlihat ada di rumahnya. Sumber tadi mengaku melihat tersangka yang dijerat Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman 6 tahun penjara itu terlihat ada di rumahnya di Desa Abiansemal sejak, Jumat (28/6). 

Hanya saja sumber tadi tidak bisa memastikan mengapa bos pengoplos gas elpiji itu pulang ke rumah yang mestinya dia mendekam di Rutan Polda Bali. "Dia sudah ada di rumahnya sejak dua hari lalu," ungkap sumber tadi. Menanggapi hal ini, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan saat dikonfirmasi terpisah kemarin sore mengatakan tersangka Wayan Rawan tidak dilepas tanpa dasar tetapi penahanannya ditangguhkan karena menderita sakit. Mantan Kapolresta Denpasar ini menegaskan kasus ini kini masih dalam proses dan dalam waktu dekat tahap satu. 

"Tersangka itu tidak dilepas tetapi ditangguhkan penahanannya karena yang bersangkutan menderita sakit ginjal. Proses perkaranya tetap lanjut. Berkas sudah mau rampung dan dalam waktu dekat kita akan tahap satu," ungkap Kombes Jansen. Diberitakan sebelumnya, tersangka Wayan Rawan mengaku sudah empat tahun menjual gas elpiji ukuran 3 Kg tanpa izin alias ilegal. Sementara praktik pengoplosan dilakukannya dua bulan terakhir. Meskipun baru dua bulan melakukan pengoplosan tersangka memiliki ratusan tabung gas berbagai ukuran, yaitu ukuran 3 Kg, 5 Kg, dan 12 Kg.  

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali AKBP Renefli Dian Candra mengatakan dari tangan tersangka disita 40 tabung ukuran 12 Kg berisi gas dan 7 buah tabung lainnya kosong. Selain itu 107 buah tabung ukuran 3 Kg berisi gas dan 174 buah tabung lainnya kosong. Selain itu juga diamankan 15 buah pipa besi dengan panjang 15 centimeter untuk pengisian gas, satu unit mobil Suzuki carry DK 8204 FE, dan perlengkapan lainya. 

Sementara pasca peristiwa kebakaran gudang gas elpiji milik tersangka Sukojin yang terletak di Jalan Cargo Permai Taman I Nomor 89 kawasan Banjar Umasari, Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Minggu (9/6) lalu Bali kebanjiran gas ukuran 3 Kg yang merupakan gas subsidi dari pemerintah. Padahal dua minggu sebelum peristiwa kebakaran itu di Bali, utamanya Denpasar dan Badung mengalami kelangkaan gas ukuran 3 Kg. Pasca peristiwa kebakaran yang menewaskan 18 orang karyawan itu juga terjadi peningkatan penjualan gas elpiji non subsidi pada agen resmi hingga 300 persen lebih. 

Hal ini diungkapkan anggota Komisi VI DPR RI dari Dapil Bali, I Nyoman Parta, Sabtu (29/6) siang. Menurut politisi asal Gianyar ini banjirnya gas elpiji di masyarakat dan meningkatnya penjualan gas non subsidi pada agen resmi Pertamina memperkuat dugaannya di Bali banyak pengoplos gas yang memonopoli perdagangan gas elpiji di Bali. Peristiwa kebakaran gudang penampungan gas elpiji berbagai ukuran milik tersangka Sukojin beberapa minggu yang lalu itu membuat pengoplos tiarap.  

Nyoman Parta saat memberikan keterangan pers, Sabtu (29/6). -WILLY

Gas ukuran 3 Kg banjir di masyarakat karena semuanya kembali pada skema yang diatur pemerintah. Dimana di Bali setiap kepala keluarga sebulan dianggarkan 12 tabung ukuran 3 Kg. Gas non subsidi penjualannya meningkat karena hotel, restoran, vila, dan usaha lainnya yang sebelumnya pakai gas subsidi yang diduga didapat dari pengoplos harus beli gas non subsidi pada agen atau pangkalan resmi.  

"Pasca kejadian kebakaran gudang gas elpiji milik Sukojin beberapa minggu lalu terjadi kebanjiran gas elpiji ukuran 3 Kg di masyarkat. Bahkan saking banyaknya beredar gas ukuran 3 Kg tidak laku. Di sisi lain ada kenaikan penjualan agen resmi. Informasi dari agen penjualan gas ukuran 12 Kg dan 50 Kg laku tinggi hingga meningkat sampai 300 persen," ungkap Parta. 

Parta mengajak masyarakat untuk sama-sama mengawasi kondisi ini. Bila nanti empat bulan ke depan terjadi kelangkaan gas lagi patut dicurigai usaha pengoplosan gas mulai beroperasi. "Kalau tidak ada praktek pengoplosan gas mengapa sebelumnya terjadi kelangkaan dan kini kebanjiran gas? Padahal tidak terjadi perubahan kuota atau kuotanya masih sama," lanjutnya. 

Politisi senior PDIP ini mengatakan masyarakat harus tahu apa itu agen dan pangkalan. Dikatakannya, agen dan pangkalan itu terdaftar di Pertamina. Mereka punya outlet bertanda khusus. Di depan toko mereka terpasang plang sebagai agen atau pangkalan. Baik di agen atau pangkalan lanjut Parta tidak terjadi penampungan tabung gas, sebab mereka menjual gas sesuai dengan kuota. Tempat yang mereka gunakan juga kecil karena tidak membutuhkan gudang. 

"Agen dan pangkalan biasanya tempatnya kecil sebab mereka tidak menyimpan gas. Tabung gas yang mereka punya itu sudah sesuai dengan kuota. Paling banyak 60 tabung sehari. Kalau lebih mungkin 2 atau 3 tabung saja," ungkapnya. Selain itu agen gas subsidi tidak boleh jadi satu dengan penjualan gas non subsidi. Bila masyarakat menemukan tempat yang mengaku agen atau pangkalan tetapi menampung gas berbagai ukuran dan dalam jumlah banyak maka patut dicurigai itu usaha ilegal yang merugikan negara dan rakyat.

Di tempat agen resmi itu tidak ada tampung gas elpiji dalam jumlah banyak. Paling banyak 2 atau 3 tabung saja. Kenapa tidak ada tumpukan tabung gas di agen? Karena setelah ambil gas di SPBE langsung dibawa ke pangkalan. Dari pangkalan gas itu langsung ke rumah tangga. "Sementara pengecer dalam definisi Pertamina adalah warung-warung yang penjualannya sedikit. Mereka itu tidak terdaftar di Pertamina. Pada pengecer ini di situlah rakyat mengambil. Pertamina jaringannya hanya sampai di pangkalan. Harga gas lebih mahal itu biasanya di pengecer," pungkasnya. 7 pol

Komentar