Awas Bunda! Gadget Bikin Anak Loyo di Non Akademik
DENPASAR, NusaBali.com - Tidak dapat dipungkiri, gadget mampu membantu orangtua menenangkan buah hati yang rewel. Namun, ketahuilah bahaya yang mengintai perkembangan kecerdasan anak di balik mujarabnya gadget sebagai alat pendistraksi anak yang tantrum.
Bagi sebagian orangtua yang sibuk dan letih bekerja, gadget dijadikan pelarian agar buah hati mereka 'degeng' (tidak rewel). Gadget bahkan sudah dikenalkan ke anak-anak yang usianya belum genap setahun.
Secara jangka pendek, gadget memang ampuh untuk menjaga anak agar tidak tantrum sehingga orangtua bisa lebih tenang. Akan tetapi, mencekoki anak dengan gadget membuat mereka kehilangan pengalaman interaksi yang organik antara anak dengan orangtua dan lingkungannya.
Dampak negatif dari hal ini adalah anak tidak memiliki kesempatan melatih kemampuan psikomotorik. Walhasil, orangtua baru menyesal di kemudian hari lantaran anak mereka telat bicara dan kecerdasan non akademiknya kurang.
Rantai bahaya mengasuh anak dengan bergantung pada gadget ini menjadi perhatian Psikolog Anak dan Remaja, Retno IG Kusuma. Hal ini diutarakan Retno ketika mengisi acara talkshow di Bulan Psikologi yang digelar Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Wilayah Bali, Minggu (30/6/2024) di Denpasar.
"Coba dicek putra-putrinya di rumah nanti, umur lima tahun sudah pintar tidak lempar-tangkap bola sendiri? Di usia golden age, mereka seharusnya diperbanyak aktivitas psikomotor (aktivitas fisik)," ujar Retno.
Kata Retno yang juga pendiri pusat layanan psikologi Pradnyagama ini, media digital memang penting namun aktivitas psikomotorik tidak bisa diabaikan. Aktivitas psikomotorik seperti bermain di lingkungan dan aktivitas luar ruangan bermanfaat menyeimbangkan otak kiri dan kanan buah hati.
Ketika bermain gadget dan ketika anak-anak dileskan akademik saja sedari dini tanpa keterampilan non akademik maka prefrontal cortex (PFC) mereka tidak terasah. PFC bertanggung jawab mengatur emosi dan mempengaruhi kesehatan jiwa buah hati. PFC, kata Retno, dapat diasah melalui aktivitas gerakan.
"Saya punya klien anaknya usai tiga tahun sudah les calistung, yang lain dari kecil sudah les Bahasa Inggris, Matematika. Padahal, secara psikoneurologis, ada bagian dari kita harus kembali ke alam, dikenalkan aktivitas non akademik, aktivitas psikomotor," tegas Retno.
Bermain atau les seperti menari, renang, sepakbola, bulutangkis, bersepeda tanpa alat penyeimbang, dan aktivitas psikomotorik lainnya ini bermanfaat mengasah PFC buah hati. Dampaknya akan terasa ketika buah hati lebih mampu mengendali emosinya dan bagi orangtua bakal lebih mudah dalam hal mengasuh. *rat
Secara jangka pendek, gadget memang ampuh untuk menjaga anak agar tidak tantrum sehingga orangtua bisa lebih tenang. Akan tetapi, mencekoki anak dengan gadget membuat mereka kehilangan pengalaman interaksi yang organik antara anak dengan orangtua dan lingkungannya.
Dampak negatif dari hal ini adalah anak tidak memiliki kesempatan melatih kemampuan psikomotorik. Walhasil, orangtua baru menyesal di kemudian hari lantaran anak mereka telat bicara dan kecerdasan non akademiknya kurang.
Rantai bahaya mengasuh anak dengan bergantung pada gadget ini menjadi perhatian Psikolog Anak dan Remaja, Retno IG Kusuma. Hal ini diutarakan Retno ketika mengisi acara talkshow di Bulan Psikologi yang digelar Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Wilayah Bali, Minggu (30/6/2024) di Denpasar.
"Coba dicek putra-putrinya di rumah nanti, umur lima tahun sudah pintar tidak lempar-tangkap bola sendiri? Di usia golden age, mereka seharusnya diperbanyak aktivitas psikomotor (aktivitas fisik)," ujar Retno.
Kata Retno yang juga pendiri pusat layanan psikologi Pradnyagama ini, media digital memang penting namun aktivitas psikomotorik tidak bisa diabaikan. Aktivitas psikomotorik seperti bermain di lingkungan dan aktivitas luar ruangan bermanfaat menyeimbangkan otak kiri dan kanan buah hati.
Ketika bermain gadget dan ketika anak-anak dileskan akademik saja sedari dini tanpa keterampilan non akademik maka prefrontal cortex (PFC) mereka tidak terasah. PFC bertanggung jawab mengatur emosi dan mempengaruhi kesehatan jiwa buah hati. PFC, kata Retno, dapat diasah melalui aktivitas gerakan.
"Saya punya klien anaknya usai tiga tahun sudah les calistung, yang lain dari kecil sudah les Bahasa Inggris, Matematika. Padahal, secara psikoneurologis, ada bagian dari kita harus kembali ke alam, dikenalkan aktivitas non akademik, aktivitas psikomotor," tegas Retno.
Bermain atau les seperti menari, renang, sepakbola, bulutangkis, bersepeda tanpa alat penyeimbang, dan aktivitas psikomotorik lainnya ini bermanfaat mengasah PFC buah hati. Dampaknya akan terasa ketika buah hati lebih mampu mengendali emosinya dan bagi orangtua bakal lebih mudah dalam hal mengasuh. *rat
1
Komentar