nusabali

Pabrik Tekstil di RI Tumbang

Faisal Basri Ungkap yang Jadi Biang Keroknya

  • www.nusabali.com-pabrik-tekstil-di-ri-tumbang

JAKARTA, NusaBali - Ekonom Senior INDEF Faisal Basri berkomentar soal industri tekstil dalam negeri yang berguguran hingga terpaksa PHK. Menurutnya, sektor ini mengalami kendala pendanaan, khususnya untuk pengadaan teknologi.

Selain itu restrukturisasi sejumlah mesin cenderung mahal dan terkena pajak. Kondisi ini terjadi di tengah gempuran produk impor murah dari China.

"Nah tapi mereka harus melakukan improvement teknologi, karena teknologi makin bagus kan. Nggak ada dana. Ditambah, ya kalau lagi improvement gini kan, kemudian pasar Indonesia kebanjiran produk impor serupa, saya bikin dasi misalnya harganya Rp 100 ribu, impor dasi cuma Rp 50 ribu, ya mati dia (industri dalam negeri)" kata Faisal di Jakarta, dikutip detikcom, Sabtu (6/7).

"Jadi oleh karena itulah perusahaan-perusahaan tekstil yang besar-besar ya, Jawa Barat terutama, itu tidak mau lagi melakukan rekturisasi mesin karena mahal, bayar PPN, bunga mahal," sambungnya.

Atas kondisi ini Faisal menilai banyak pengusaha mulai mengalihkan investasinya ke sektor lain seperti hotel dan properti. Kalau pun ada sisanya tinggal sedikit dan hanya mengandalkan skema maklon.

Lewat skema itu pengusaha hanya membuat produk atas permintaan dari pemilik merek tertentu. Faisal menyebut pengusaha seperti ini masih sanggup memperbarui mesin dan umumnya mengandalkan pasar ekspor.

"Jadi dia praktis nggak mengandalkan pasar dalam negeri, 99% produknya ekspor, maklon aja. jadi mau pesen bahan bakunya dari luar negeri, itu menghasilkan produk-produk dengan merek terkenal itu ada," sebut dia.

Di tengah kondisi industri dalam negeri yang sedang sulit, Faisal mempertanyakan langkah pemerintah mengundang investor China. Padahal, kata dia, yang seharusnya dilakukan pemerintah lebih kepada fokus membantu pengusaha dalam negeri yang sedang kesulitan.

"Anda bisa bayangkan, Anda dengan gadget Anda bisa pesan, satu tangan, satu biji, yang impor itu, baju seragam Rp 50.000 3 setel. Ada kita lembaga anti dumping tapi diam. Malah solusinya mengundang China untuk masuk ke sini, bukannya membantu saudara-saudara kandung kita di dalam yang sedang mengalami kesulitan," pungkasnya. 7

Komentar