nusabali

Krisis Iklim Mengancam! Efek Rumah Kaca hingga Petra Sihombing Dalami Krisis Iklim di Ubud

Bentuk Opini Publik soal Isu Lingkungan di Album Kedua IKLIM

  • www.nusabali.com-krisis-iklim-mengancam-efek-rumah-kaca-hingga-petra-sihombing-dalami-krisis-iklim-di-ubud

GIANYAR, NusaBali.com - Indonesian Climate Communications, Arts and Music Lab (IKLIM), forum aktivisme musik tanah air kembali menyuarakan sirine darurat lingkungan bersama 15 musisi nasional terpilih.

Kelimabelas musisi ini berkumpul di Ubud, Gianyar untuk ditatar selama lima hari, 1-5 Juli 2024, mengenai isu krisis iklim. Mereka diajak mendalami masalah lingkungan terkini bersama pakar, organisasi, dan musisi melalui lokakarya bertajuk IKLIM: Aktivisme Musik & Lingkungan.

Para musisi ini datang dari lintas wilayah tanah air, genre, dan ideologi bermusik. Efek Rumah Kaca, Asteriska, Bsar, Daniel Rumbekwan, Bachoxs, Down For Life, Jangar, Las!, MatterMos, Poker Mustache, Rhosy Snap, The Vondallz, Voice of Baceprot, Wake Up Iris, dan Petra Sihombing adalah di antaranya.

"Kami sudah dipaparkan banyak hal (tentang krisis iklim) di lokakarya ini. Sebagai musisi, kami berupaya mengolah data itu untuk dikemas secara kreatif dan disampaikan ke khalayak," ujar Vania Marisca dari duo Wake Up Iris dalam keterangan yang diterima NusaBali.com, Senin (8/7/2024).

I Gede Robi, salah satu penggagas forum IKLIM pada 2023 silam menuturkan, tahun ini adalah proyek yang kedua. Tahun lalu, IKLIM berhasil menatar 13 musisi untuk menyuarakan sirine darurat krisis iklim melalui album 'sonic/panic' yang terdiri dari 13 track lagu lintas genre.

"Tahun kedua ini lebih besar karena ada 15 musisi yang terpilih dari lintas genre dan wilayah di Indonesia," ungkap Robi yang juga vokalis grup musik Navicula ini dalam keterangan yang diterima NusaBali.com, Senin.

Kelimabelas musisi ini terkumpul melalui panggilan terbuka kepada musisi tanah air yang memiliki semangat dalam isu lingkungan. Hasilnya musisi dari Jakarta, Makassar, Pontianak, Madiun, Malang, Bandung, Solo, Fakfak, dan Bali terpilih di proyek IKLIM gelombang kedua ini.

Robi menilai, musik dan aktivisme adalah dua hal yang berjalan beriringan. Musisi berperan membentuk opini publik melalui karya musik yang dihasilkan. Ketika suatu isu disuarakan banyak musisi, harapannya hal itu didiskusikan secara luas oleh pecinta musik dan masyarakat umum.

"Sinergi kita melalui musik ini bertujuan untuk membentuk opini publik, terutama mengenai krisis iklim. Sehingga, isu ini jadi skala prioritas dan mendorong adanya kebijakan dan regulasi yang mendukung," kata Robi.

Pada hari terakhir lokakarya, para musisi yang terlibat di proyek IKLIM 2024 ini melakukan penanaman pohon di kawasan Kecamatan Ubud, Gianyar. Tujuannya, membayar carbon offset yang dihasilkan operasional lokakarya dan pergerakan musisi ketika menuju dan selama berada di Ubud.

Selanjutnya, sama seperti IKLIM 2023, 15 musisi ini bakal mengolah ilmu yang diterima selama lokakarya. Ilmu yang terkesan kompleks itu lantas dikemas ke dalam karya musik dan dikompilasi sebagai sebuah album untuk menyuarakan krisis iklim kepada khalayak. *rat

Komentar