Ombudsman: Bali Masuk 10 Provinsi dengan PPDB 2024/2025 'Bermasalah'
DENPASAR, NusaBali.com - Ombudsman RI menemukan beberapa permasalahan di dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2024/2025. Salah satu daerah yang menjadi lokus temuan menonjol lembaga pengawas pelayanan publik ini adalah Provinsi Bali.
Anggota Ombudsman RI (ORI) Indraza Marzuki Rais menjelaskan, pihaknya menemukan permasalahan PPDB tahun ini di 10 provinsi yakni Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, NTB, Maluku Utara, dan Bali.
"Temuan (di 10 provinsi) ini adalah temuan sementara karena kami masih terus melakukan pengawasan," ujar Indraza dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube dari Kantor ORI di Jakarta, Jumat (5/7/2024) lalu.
Di Provinsi Bali sendiri, ORI menemukan tiga permasalahan menonjol. Temuan itu termasuk penyalahgunaan jalur afirmasi yang sejatinya diperuntukan bagi calon peserta didik kurang mampu, kurangnya sosialisasi tahapan PPDB, dan upaya menambah daya tampung dengan menambah jumlah sekolah negeri.
"Ada yang unik di Bali. Maksud dari Dinas (Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga/Disdikpora) itu bagus, menambah daya tampung yaitu dengan menambah jumlah SMA (negeri)," tutur Indraza.
Hanya saja, cara menambah daya tampung melalui penambahan jumlah SMA negeri ini unik. Di mana, secara fisik sekolah belum ada atau belum dibangun, sedangkan sudah melakukan PPDB dengan menitipkan dahulu peserta didik baru di sekolah negeri lainnya.
Hal ini dinilai baik niatannya oleh ORI namun eksekusinya tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) PPDB 2024/2025. Apalagi, Indraza menyebut, cara menambah daya tampung sedemikian diprotes asosiasi SMA swasta di Bali.
"Akhirnya diprotes asosasi SMA swasta, 'Kenapa tidak kami (SMA swasta) saja yang dirangkul?" imbuh Indraza.
Padahal, pada pengawasan PPDB tahun sebelumnya ORI telah merekomendasikan agar pemerintah menggandeng sekolah swasta. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan subsidi kepada peserta didik baru melalui sekolah swasta sehingga mereka dapat perlakuan yang sama seperti di sekolah negeri.
Sementara itu, Kepala Disdikpora Provinsi Bali KN Boy Jayawibawa membantah, PPDB di Bali mengalami permasalahan yang serius. Kata Boy, pihaknya telah menerjunkan Tim Monitoring PPDB Tahun 2024/2025 dan mengklaim bahwa tidak ada permasalahan berarti.
Soal SMA Negeri 'fiktif'? "Di Bali tidak ada SMA fiktif. Dan, soal daya tampung memang tidak semua bisa ditampung di sekolah negeri karena keterbatasan kapasitas," balas Boy Jayawibawa, Senin (8/7/2024).
Berdasarkan keterangan Indraza dalam konferensi pers ORI pada Jumat lalu, permasalahan menonjol di Bali memang tidak seperti temuan di Pulau Jawa dan Sumatera. Di mana, ditemukan praktik manipulasi data/dokumen, favoritisme anak ASN dan pegawai BUMN, diskriminasi SARA, dan penerimaan siswa di luar jalur yang diizinkan juknis PPDB Tahun 2024/2025. *rat
"Temuan (di 10 provinsi) ini adalah temuan sementara karena kami masih terus melakukan pengawasan," ujar Indraza dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube dari Kantor ORI di Jakarta, Jumat (5/7/2024) lalu.
Di Provinsi Bali sendiri, ORI menemukan tiga permasalahan menonjol. Temuan itu termasuk penyalahgunaan jalur afirmasi yang sejatinya diperuntukan bagi calon peserta didik kurang mampu, kurangnya sosialisasi tahapan PPDB, dan upaya menambah daya tampung dengan menambah jumlah sekolah negeri.
"Ada yang unik di Bali. Maksud dari Dinas (Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga/Disdikpora) itu bagus, menambah daya tampung yaitu dengan menambah jumlah SMA (negeri)," tutur Indraza.
Hanya saja, cara menambah daya tampung melalui penambahan jumlah SMA negeri ini unik. Di mana, secara fisik sekolah belum ada atau belum dibangun, sedangkan sudah melakukan PPDB dengan menitipkan dahulu peserta didik baru di sekolah negeri lainnya.
Hal ini dinilai baik niatannya oleh ORI namun eksekusinya tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) PPDB 2024/2025. Apalagi, Indraza menyebut, cara menambah daya tampung sedemikian diprotes asosiasi SMA swasta di Bali.
"Akhirnya diprotes asosasi SMA swasta, 'Kenapa tidak kami (SMA swasta) saja yang dirangkul?" imbuh Indraza.
Padahal, pada pengawasan PPDB tahun sebelumnya ORI telah merekomendasikan agar pemerintah menggandeng sekolah swasta. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan subsidi kepada peserta didik baru melalui sekolah swasta sehingga mereka dapat perlakuan yang sama seperti di sekolah negeri.
Sementara itu, Kepala Disdikpora Provinsi Bali KN Boy Jayawibawa membantah, PPDB di Bali mengalami permasalahan yang serius. Kata Boy, pihaknya telah menerjunkan Tim Monitoring PPDB Tahun 2024/2025 dan mengklaim bahwa tidak ada permasalahan berarti.
Soal SMA Negeri 'fiktif'? "Di Bali tidak ada SMA fiktif. Dan, soal daya tampung memang tidak semua bisa ditampung di sekolah negeri karena keterbatasan kapasitas," balas Boy Jayawibawa, Senin (8/7/2024).
Berdasarkan keterangan Indraza dalam konferensi pers ORI pada Jumat lalu, permasalahan menonjol di Bali memang tidak seperti temuan di Pulau Jawa dan Sumatera. Di mana, ditemukan praktik manipulasi data/dokumen, favoritisme anak ASN dan pegawai BUMN, diskriminasi SARA, dan penerimaan siswa di luar jalur yang diizinkan juknis PPDB Tahun 2024/2025. *rat
Komentar