Terkait Pemeriksaan 10 Anggota Resmob Polres Klungkung
Dugaan Pelanggaran Prosedur Sedang Didalami
DENPASAR, NusaBali - Sebanyak 10 anggota Reserse Mobile (Resmob) Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Klungkung diduga melanggar prosedur saat penangkapan terhadap seorang warga berinisial IWS,47, atas dugaan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Saat ini kasus tersebut sedang didalami Bid Propam Polda Bali.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan dikonfirmasi, Selasa (9/7) mengatakan 10 anggota itu diduga salah prosedural saat melakukan penangkapan. "Kalau tidak ada kesalahan pasti tidak ada laporan dari masyarakat. Buktinya sekarang ada laporan berarti patut diduga mereka salah prosedur. Apakah benar terjadi kesalahan itu sedang didalami Propam," ungkap Kombes Jansen.
Kombes Jansen mengatakan penangkapan terhadap IWS oleh aparat Polres Klungkung itu merupakan pengembangan pengungkapan kasus pencurian 30 kendaraan bermotor.
Dari puluhan kendaraan itu lima unit diantaranya ditemukan di rumah IWS. Lima unit kendaraan itu kini diamankan di Mapolres Klungkung dan tengah dalam pengembangan lanjutan. "Ada pihak dari finance datang mengaku bahwa itu kendaraannya finance. Nah kok bisa kendaraan finance ada di kediaman IWS ini. Kalau IWS mengaku mobilnya lengkap ada STNK kita masih dalami," lanjut Kombes Jansen.
Mantan Kapolresta Denpasar ini menegaskan terhadap anggota yang diduga menyalahi prosedural itu dijamin diproses sesuai aturan. "Kami jamin setiap tindakan kepolisian harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ada pelanggaran di sana akan berhadapan dengan kode etik profesi juga," tuturnya.
Sementara itu, Selasa siang kemarin IWS dipanggil Bidang Propam Polda Bali untuk diminta klarifikasi. Dalam pemeriksaan tersebut korban diminta untuk mengklarifikasi kesepakatan damai pada tanggal 16 Juni 2024 antara korban dengan YS,24, yang merupakan Kanit Tim Buser Polres Klungkung selaku yang memimpin operasi penangkapan terhadap IWS.
Rezky Pratiwi dari LBH Bali selaku penasihat hukum mengatakan kliennya sebelumnya pernah bertemu dengan YS difasilitasi oleh seorang politisi. Korban diminta datang hanya untuk silaturahmi tanpa diberi tahu akan dipertemukan dan diminta untuk berdamai dengan YS. Namun dalam pertemuan tersebut ternyata korban dijebak dan ditekan untuk menandatangani surat kesepakatan damai dengan YS. Padahal saat itu korban telah menyatakan tidak mau mencabut laporan dan meminta pihak-pihak yang berada di sana untuk menghubungi kuasa hukum korban saja.
Namun paksaan terus dilakukan, bahkan korban dilarang meninggalkan ruangan sebelum menandatangani surat damai. Dalam keadaan yang tertekan, korban terpaksa menandatangani surat damai tersebut. Pada saat itu korban tidak sempat mencermati isi kesepakatan serta tidak diberikan salinan suratnya. Kepada pemeriksa di Bidang Propam Polda Bali, korban menyatakan surat tersebut dibuat di bawah tekanan dan tidak akan mencabut laporannya terhadap YS dan para pelaku lainnya.
LBH Bali kata Pratiwi menilai tekanan pada korban hingga muncul surat kesepakatan damai adalah bukti upaya para pelaku dan sejumlah pihak untuk merintangi proses hukum. Hal ini juga menunjukkan Polda Bali belum mampu menjamin perlindungan korban dan memastikan para terlapor kooperatif mengikuti proses pemeriksaan. Kesepakatan damai itu lanjut Pratiwi adalah sebagai pengakuan YS atas serangkaian tindakan penyiksaan, penyekapan, dan pelanggaran prosedur yang ia dan timnya lakukan kepada korban. “Surat kesepakatan itu semestinya jadi bukti bahwa pelaku mengakui perbuatannya, bukan digunakan untuk menghentikan proses hukum,” ungkap Rezky Pratiwi.
Lebih lanjut menurutnya Polda Bali harus bisa memastikan upaya intimidasi pada korban berhenti, sebab para terlapor berada dalam lingkup satuannya serta tengah dalam proses pemeriksaan. “Kami mendesak agar Kapolda menjamin perlindungan korban serta memastikan proses pemeriksaan baik pidana, etik dan disiplin dilakukan dengan segera terhadap semua personel Klungkung yang terlibat,” tutupnya. 7 pol
Komentar