KPU Belum Bahas Ketua Definitif Pengganti Hasyim Asy'ari
JAKARTA, NusaBali - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI belum membahas terkait sosok yang akan menjadi ketua KPU definitif untuk menggantikan Hasyim Asy'ari yang dijatuhkan sanksi pemberhentian oleh DKPP.
"Kami sendiri sebenarnya, belum kami bahas secara komprehensif juga apakah akan segera kami definitifkan pembahasan kembali ketua definitif atau menunggu nanti. Jadi ini soal pilihan," kata Plt Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (12/7). Adapun sejak pemberhentian Hasyim pada Rabu (3/7), posisi Ketua KPU RI masih dijabat Mochamad Afifuddin selaku pelaksana tugas (Plt).
Padahal Presiden RI Joko Widodo telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 73P tanggal 9 Juli 2024 tentang pemberhentian dengan tidak hormat Hasyim Asy'ari sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum RI. Dia menjelaskan bahwa 6 anggota yang tersisa sudah mencukupi kuorum untuk dapat melakukan rapat pleno penentuan ketua KPU RI secara definitif dalam waktu dekat. Kendati demikian, mereka saat ini masih tersebar di sejumlah wilayah untuk memantau persiapan dan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Afif, para anggota juga belum menentukan kapan akan melakukan rapat pleno tersebut, termasuk apakah akan terlebih dulu menunggu Komisi II DPR RI menentukan siapa calon anggota KPU RI yang menggantikan Hasyim. Dirinya menilai KPU RI masih punya waktu yang cukup lama untuk menentukan Ketua KPU RI secara definitif. "Kalau persoalan Plt itu durasinya tiga bulan dan bisa diperpanjang satu periode lagi atau satu putaran lagi, bisa tiga bulan lagi," pungkasnya. Untuk diketahui, saat ini ada 6 anggota KPU yang masih bertugas, yaitu Afif, Idham Holik, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap dan Yulianto Sudrajat.
Saat ini KPU RI juga tengah menyusun surat keputusan (SK) internal tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Hal ini sebagai respons atas tiga rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menanggapi Keputusan Presiden Nomor 73P tanggal 9 Juli 2024 tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Hasyim Asy'ari sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum RI.
"Kami juga sudah melakukan pembahasan soal ini. Intinya kami juga akan melakukan dan juga membuat semacam namanya tidak satgas. Akan tetapi, surat edaran atau surat keputusan yang mengatur soal hal-hal terkait dengan upaya-upaya untuk misalnya menghindari kekerasan terhadap perempuan dan sejenis, sedang kami matangkan dan buat," ujar Afif.
Untuk diketahui, poin kedua Komnas HAM meminta agar KPU membentuk satuan tugas (satgas) di masing-masing lembaga penyelenggara pemilu untuk melaksanakan fungsi pencegahan serta penanganan tindak pidana kekerasan seksual. Kendati demikian, menurut Afif, KPU tidak menggunakan satgas lantaran hanya penamaan saja sebab selama ini semua lembaga memiliki tim pengawasan nasional (wasnal) tak terkecuali KPU RI.
Afif menjelaskan bahwa Tim Wasnal KPU RI berada langsung di bawah divisinya yang mengatur ihwal terkait dengan aparatur yang tidak tertib. "Itu biasanya kami yang turun melakukan pembinaan dan klarifikasi, termasuk beberapanya kami yang mengadukan ke DKPP. Jadi, semangatnya sama, percepatan untuk itu dilakukan," jelasnya.
Pada saatnya, kata dia, KPU akan menyosialisasikan SK tersebut kepada pihak internal. "Di pengawasan internal juga melakukan langkah-langkah percepatan untuk mengantisipasi hal-hal yang sekiranya tidak patut terjadi di tengah masyarakat," pungkas dia.
Sebelumnya, Kamis (11/7), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menanggapi Keputusan Presiden Nomor 73P tanggal 9 Juli 2024 tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Hasyim Asy'ari sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum RI. Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, berharap keppres tersebut dapat menjadi momentum dalam memperkuat komitmen pemerintah memerangi tindak kekerasan seksual.
"Keppres tersebut diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat kembali komitmen dalam memerangi tindak kekerasan seksual yang merendahkan dan mendiskriminasi hak-hak perempuan sebagai korban serta memberikan jaminan keadilan bagi korban," ucap Pramono. Komnas HAM juga berharap keppres tersebut menjadi pengingat bagi setiap pejabat publik bahwa mereka memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi setiap warga negara, terutama hak kaum perempuan. 7 ant
1
Komentar