12.874 Orang Meninggal di Bali Masuk Data Pemilih, Masih Bisa Ikut Nyoblos?
Coklit
Pilkada 2024
Data Pemilih
KPU Bali
Pemilih Meninggal Dunia
Pantarlih
27 November 2024
Disdukcapil
Adminduk
DENPASAR, NusaBali.com - Proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Bali sudah rampung 100 persen. KPU Provinsi Bali menemukan 12.874 orang yang telah meninggal dunia masih terdaftar di dalam data pemilih.
KPU Bali berkelakar, belasan ribu individu yang sudah wafat ini bahkan berpotensi masih bisa diundang untuk mencoblos kepala daerah di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 27 November 2024 nanti. Kok bisa?
Ya, sebanyak 12.874 individu yang telah terkonfirmasi meninggal dunia oleh badan ad hoc KPU, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), ini tidak bisa dicoret begitu saja dari data pemilih. Sebab, coklit Pilkada 2024 berlandaskan prinsip de jure (berdasarkan hukum).
"Tidak bisa dicoret karena berdasarkan prinsip de jure, sebelum ada bukti yang bersangkutan telah meninggal, dikuatkan dengan akta kematian atau pun surat keterangan dari pemerintah setempat, kami tidak bisa mencoret," ujar Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan di Denpasar, Kamis (18/7/2024).
Coklit data pemilih Pilkada 2024 terhadap 3.294.880 Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) akan berakhir Rabu (24/7/2024) pekan depan. Namun, pemutakhiran data pemilih akan terus berlangsung sampai KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dijadwalkan 22 September 2024 nanti.
Jika KPU belum menerima akta kematian dan dokumen lain yang sah secara hukum sebagai bukti kematian sampai penetapan DPT nanti, individu yang sudah wafat dan belum memiliki dokumen kematian ini masih akan masuk daftar pemilih. Artinya, secara absurd, mereka masih memiliki hak pilih di Pilkada 2024.
Lidartawan yang juga mantan akademisi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana ini menyoroti bahwa fenomena ini hampir selalu terjadi di setiap KPU mencoklit data pemilih. Sebab, hasil pemutakhiran data pemilih setiap hajatan pemilihan umum tidak ditindaklanjuti pada pemutakhiran data administrasi kependudukan di instansi berwenang.
Lantas, apa yang dilakukan KPU Bali untuk membersihkan data pemilih, terutama dari individu yang sudah meninggal dunia? "Data ini akan kami serahkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Kami koordinasikan apa saja yang perlu disiapkan agar yang sudah meninggal ini sah meninggal," kata Lidartawan.
Dari 12.874 pemilih yang terkonfirmasi telah meninggal, paling banyak berada di Buleleng yakni 2.969 orang. Lantas, disusul 2.515 orang di Tabanan, 2.108 orang di Gianyar, 2.004 orang di Karangasem, 893 orang di Badung, 618 orang di Klungkung, 608 orang di Denpasar, 587 orang di Jembrana, dan 572 orang di Bangli.
Badan ad hoc KPU, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS), ditugasi mengawal hal ini di wilayah tugas masing-masing.
Ya, sebanyak 12.874 individu yang telah terkonfirmasi meninggal dunia oleh badan ad hoc KPU, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), ini tidak bisa dicoret begitu saja dari data pemilih. Sebab, coklit Pilkada 2024 berlandaskan prinsip de jure (berdasarkan hukum).
"Tidak bisa dicoret karena berdasarkan prinsip de jure, sebelum ada bukti yang bersangkutan telah meninggal, dikuatkan dengan akta kematian atau pun surat keterangan dari pemerintah setempat, kami tidak bisa mencoret," ujar Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan di Denpasar, Kamis (18/7/2024).
Coklit data pemilih Pilkada 2024 terhadap 3.294.880 Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) akan berakhir Rabu (24/7/2024) pekan depan. Namun, pemutakhiran data pemilih akan terus berlangsung sampai KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dijadwalkan 22 September 2024 nanti.
Jika KPU belum menerima akta kematian dan dokumen lain yang sah secara hukum sebagai bukti kematian sampai penetapan DPT nanti, individu yang sudah wafat dan belum memiliki dokumen kematian ini masih akan masuk daftar pemilih. Artinya, secara absurd, mereka masih memiliki hak pilih di Pilkada 2024.
Lidartawan yang juga mantan akademisi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana ini menyoroti bahwa fenomena ini hampir selalu terjadi di setiap KPU mencoklit data pemilih. Sebab, hasil pemutakhiran data pemilih setiap hajatan pemilihan umum tidak ditindaklanjuti pada pemutakhiran data administrasi kependudukan di instansi berwenang.
Lantas, apa yang dilakukan KPU Bali untuk membersihkan data pemilih, terutama dari individu yang sudah meninggal dunia? "Data ini akan kami serahkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Kami koordinasikan apa saja yang perlu disiapkan agar yang sudah meninggal ini sah meninggal," kata Lidartawan.
Dari 12.874 pemilih yang terkonfirmasi telah meninggal, paling banyak berada di Buleleng yakni 2.969 orang. Lantas, disusul 2.515 orang di Tabanan, 2.108 orang di Gianyar, 2.004 orang di Karangasem, 893 orang di Badung, 618 orang di Klungkung, 608 orang di Denpasar, 587 orang di Jembrana, dan 572 orang di Bangli.
Badan ad hoc KPU, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS), ditugasi mengawal hal ini di wilayah tugas masing-masing.
Selain pemilih tidak memenuhi syarat (TMS) karena kematian, mereka juga mengawal 384 pemilih ber-KTP ganda, 25 orang di bawah umur masuk data pemilih, 4.208 pemilih pindah domisili, enam WNA masuk data pemilih, 128 pemilih berstatus anggota TNI, 228 pemilih berstatus anggota Polri, dan 8.575 pemilih di TPS yang tidak sesuai. *rat
Komentar