Wasekjen PDIP Dipanggil KPK
Sekjen PDIP Bantah Terlibat Kasus Korupsi DJKA
Yoseph Aryo Adhie dipanggil KPK terkait tugasnya selaku Kepala Sekretariat Tim Pemenangan Jokowi–KH Ma’ruf Amin di Pemilu 2019.
JAKARTA, NusaBali
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Yoseph Aryo Adhie menyatakan dirinya baru menjalankan tugas warga negara sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia memberikan keterangan kepada KPK, Kamis (18/7/2024), soal operasional Tim Pemenangan Jokowi–KH Ma’ruf Amin di Pemilu 2019, yang saat itu diketuai Erick Thohir dan Hasto Kristiyanto sebagai sekretaris.
Adhie, demikian dia akrab disapa, menjelaskan pada Pemilu 2019, dirinya diberi tugas sebagai Kepala Sekretariat Tim Pemenangan Jokowi–KH Ma’ruf Amin.
Nah, pemanggilan KPK terhadap dirinya adalah terkait pengusutan kasus dugaan korupsi di Ditjen Kereta Api (DJKA), diduga menyangkut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (BKS).
“Pemeriksaan dipanggil terkait adanya foto saya bersama dengan Pak Budi Karya Sumadi (BKS),” kata Adhie, saat menjawab wartawan di sela acara Apel Satgas PDIP di Jogjakarta, Sabtu (20/7/2024). Disinggung apa saja yang dicari oleh KPK dari kesaksiannya, Adhie menjelaskan, pertemuan dengan BKS itu adalah dalam kapasitas dirinya sebagai kepala sekretariat tim pemenangan Jokowi–KH Ma’ruf Amin.
Kepada BKS dia melaporkan mengenai adanya beberapa operasional Rumah Aspirasi relawan Jokowi–Amin yang beralamat di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, yang harus ditindaklanjuti.
“Karena pembentukan Rumah Aspirasi di awal sebagaimana arahan Erick Thohir sebagai ketua tim pemenangan, bahwa operasionl Rumah Aspirasi di-handle oleh Pak Budi Karya Sumadi. Penugasan saya menghadap Pak Budi Karya Sumadi atas perintah Bapak Hasto Kristiyanto dalam kapasitas sebagai sekretaris tim pemenangan Jokowi–Ma’ruf Amin,” beber Adhie.
Dia menjelaskan bahwa pemeriksaan dirinya dilakukan beberapa jam, dimulai sejak sekitar pukul 10.00 WIB hingga selesai sekitar pukul 18.30 WIB pada Kamis (18/7/2024).
Diketahui, Jumat (19/7), beredar di media massa pemanggilan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto oleh KPK menyangkut kasus dugaan korupsi di DJKA.
Hasto mengatakan dirinya dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan kesaksian terkait dugaan korupsi di Ditjen Perekeretaapian Kementerian Perhubungan. Hasto memastikan, dirinya sama sekali tak ada kaitan dengan pekerjaan di Ditjen tersebut. Hasto juga menjelaskan mengenai pemanggilan dirinya dengan profesi ‘konsultan’.
Hasto mengakui, pemanggilan pertama harusnya Jumat (19/7). Namun Hasto harus meminta penundaan karena surat pemanggilan baru diketahuinya di hari yang sama. Hasto menyampaikan itu di sela-sela diskusi dalam rangka memperingati peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli) bertajuk ‘Kudatuli, Kami Tidak Lupa’, di DPP PDIP Jalan Diponegoro No 58, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7).
“Saya sendiri baru tahu pagi hari, suratnya sudah seminggu katanya, tapi saat itu saya sedang tugas di Jogja, diterima oleh driver kami, dan kemudian tidak ada laporan, sehingga saya tidak tahu. Maka kemarin, kami mohon maaf betul, bahwa kami tidak bisa menghadiri, karena kemarin saya memimpin rapat Pilkada,” kata Hasto.
Namun Hasto menyatakan mendapat sedikit informasi terkait pengusutan kasus itu dari Wasekjen PDIP yang telah terlebih dahulu diperiksa KPK, Yoseph Aryo Adhie Darmo.
“Tapi dari keterangan yang disampaikan oleh Wasekjen Bapak Adhie Darmo, ada kemungkinan hal tersebut terkait dugaan untuk dimintai keterangan tentang korupsi yang terjadi di kereta api,” imbuh Hasto.
Hasto menegaskan, dia tidak ada sangkut paut mengenai itu. “Saya pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut. Tidak ada bisnis,” tegas Hasto. Sekalian, Hasto mengklarifikasi dan meminta agar pemanggilan dirinya dengan profesi ‘konsultan’ oleh KPK, tidak dispekulasikan seakan dia mendapat untung dari proyek Kemenhub.
“Kalau saya disebut sebagai konsultan, memang di KTP saya, karena dulu saya bekerja di BUMN, ruang lingkupnya ada consulting, maka saya tulis konsultan, belum diubah sampai sekarang, di situ, sehingga ya nanti saya akan datang,” ucap Hasto.
Dari informasi yang diperolehnya dari Wasekjen Yoseph Aryo Adhie, Hasto memahami pemanggilan dirinya akan berkaitan dengan proses di Pilpres 2019, di mana saat itu dirinya menjabat Sekretaris TKN Jokowi–Ma’ruf Amin.
“Kalau berdasarkan keterangan dari Wasekjen, itu dikaitkan dengan Pilpres 2019, di mana posisi saya saat itu sebagai Sekretaris Tim Pemenangan, karena terkait ada yang memberikan bantuan, dan kemudian disinyalir bantuan itu ada kaitannya dengan persoalan korupsi tersebut,” urai Hasto.
Hasto pun, siap memenuhi panggilan kembali. “Kami akan hadir, karena kami sejak awal punya komitmen yang sangat besar, terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Jadi kita tunggu saja hasilnya, karena saya juga belum tahu diminta sebagai saksi, tapi saya pastikan, saya nggak ada kaitannya dengan persoalan tersebut, karena memang saya ini tidak ada bisnis,” pungkasnya.
Sebelumnya, Jumat (19/7), Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan pihaknya memanggil Hasto dalam kapasitasnya sebagai konsultan, bukan petinggi partai politik.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama Hasto Kristiyanto, Konsultan,” ujar Tessa dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat.
Tessa menyebut, locus delicti atau tempat terjadinya dugaan pidana kasus ini ada di Jawa Timur.
Meski demikian, Tessa belum menjelaskan Hasto akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka yang mana.
Sebagai informasi, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta api di DJKA, Kementerian Perhubungan.
Kasus itu terus berkembang karena korupsi diduga terjadi di banyak titik pembangunan jalur kereta, baik di Jawa Bagian Tengah, Bagian Barat, Bagian Timur; Sumatera; dan Sulawesi.
Kasus di DJKA diawali dengan perkara PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto yang menyuap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang Putu Sumarjaya.
Perkara itu kemudian terus berkembang hingga proyek-proyek pembangunan di Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi.
Suap yang diberikan bervariasi yang mengacu pada persentase dari nilai proyek yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar. 7 k22, ant
1
Komentar