Relief Sarkofagus Menafsir Manusia Gilimanuk
Manusia Gilimanuk adalah bagian penting dari prasejarah Bali, diperkirakan sebagai nenek moyang orang Bali. Penemuan ini dilaporkan pertama kali oleh RP Soejono pada tahun 1963.
DENPASAR, NusaBali
Dua pria tampak memikul hewan buruan, sementara sepasang wanita tengah asyik memasak. Gambaran itu terpahat dengan indah di salah satu sarkofagus (batu tempat jenazah) karya seniman Ulin Ni’am Yusron, 49, yang dipajang di area Museum Manusia Purba Gilimanuk, Jembrana.
Ulin membuat tiga sarkofagus berbahan batu andesit dari lava Gunung Agung yang di sisi-sisinya terpahat relief aktivitas Manusia Gilimanuk pada masa prasejarah. Karya-karya tersebut sekaligus merupakan bagian dari disertasi mantan wartawan yang kini menjabat komisaris independen PT ITDC, BUMN yang bergerak dalam bidang pariwisata.
Melalui relief tersebut Ulin mencoba menafsirkan kehidupan Manusia Gilimanuk yang diperkirakan hidup pada 2000 tahun silam. Pembacaan Ulin terhadap tetua orang Bali tersebut bukannya tanpa dasar. Selama menempuh program doktoral di ISI Denpasar, Ulin bertemu para pakar terutama arkeolog yang selama ini meneliti keberadaan Manusia Gilimanuk.
Manusia Gilimanuk adalah bagian penting dari prasejarah Bali, diperkirakan sebagai nenek moyang orang Bali. Penemuan ini dilaporkan pertama kali oleh RP Soejono pada tahun 1963. Penelitian awal itu mengidentifikasi Situs Gilimanuk sebagai permukiman dan lokasi pemakaman. Temuan kuburan tanpa wadah dan kuburan dengan wadah tempayan bertumpuk menggambarkan dengan lebih jelas praktik pemakaman dan aspek kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut.
“Penciptaan karya seni relief Manusia Gilimanuk bertujuan merekonstruksi dan menghubungkan masa lalu dengan pemahaman budaya dan sejarah saat ini,” ujar Ulin saat sidang terbuka disertasi berjudul ‘Cipta Relief Raga Jiwani Manusia Gilimanuk’ di Kampus ISI Denpasar, Selasa (16/7).
Ulin menuturkan, sejarah peradaban manusia banyak berutang pada arkeologi dalam hal penemuan artefak masa lalu. Saat bersamaan ilmu seni memberikan respons kreatif dan interpretatif. Artefak arkeologi dijadikan sumber inspirasi untuk menghasilkan karya seni yang menyediakan pemahaman baru tentang sejarah. Proses ini tidak hanya merevitalisasi obyek historis melalui representasi visual, juga memperkaya pemahaman tentang konteks historis dan budaya dari artefak tersebut.
Seniman mengubah temuan arkeologi menjadi narasi visual yang kompleks, menggunakan berbagai medium seperti lukisan, relief, patung, dan instalasi untuk menginterpretasikan dan ‘menceritakan kembali’ kisah-kisah dari masa lalu.
“Ini tidak hanya menghidupkan kembali artefak dalam bentuk baru, tetapi juga menyajikan perspektif yang berbeda tentang sejarah yang dapat memperluas pemahaman,” ujar pria kelahiran Gresik, Jawa Timur.
Kata Ulin, seniman sering menggunakan teknik dan material yang mirip dengan yang digunakan dalam artefak arkeologi untuk meningkatkan pemahaman tentang keahlian dan proses yang terlibat dalam pembuatan artefak tersebut.
“Kolaborasi interdisipliner antara seniman dan arkeolog juga memainkan peran krusial, memungkinkan kreasi karya seni yang tidak hanya akurat dari segi historis tetapi juga kaya akan interpretasi visual dan emosional,” ujarnya.
Karya relief Ulin pada sarkofagus I menggambarkan kehidupan sehari-hari Manusia Gilimanuk, termasuk adegan pemukiman, kegiatan memasak, dan perdagangan. Fokus utama adalah interaksi sosial dan ekonomi dalam komunitas serta hubungan mereka dengan lingkungan alam.
Relief pada sarkofagus II menggambarkan kegiatan pengumpulan makanan, seperti bertani, berkebun, dan melaut, mencerminkan aspek ekonomi Manusia Gilimanuk. Sementara sarkofagus III menggambarkan sistem penguburan Manusia Gilimanuk, menampilkan sekelompok orang yang berkumpul di sekitar sarkofagus dengan jenazah dan bekal kubur.
Ulin mengatakan, relief pada sarkofagus sering menggambarkan adegan mitologis atau simbolis yang membantu proses berkabung dan menghubungkan dunia orang hidup dan mati. Menciptakan ulang sarkofagus dengan relief menghormati fungsi asli sarkofagus sebagai wadah memori dan penghormatan, memungkinkan penciptaan kembali narasi-narasi yang terkait dengan mereka dalam cara yang baru dan menarik secara visual.
“Relief telah lama berfungsi sebagai dokumen historis yang merekam peristiwa penting, praktik religius, dan kehidupan sehari-hari masyarakat,” ujarnya.
Proses kreatif dalam penciptaan relief Raga Jiwani Manusia Gilimanuk merupakan manifestasi unik dari seni patung dan relief, menggabungkan teknik pembuatan patung dari batu lava dengan pemahaman mendalam tentang latar belakang historis dan kultural. Ulin pun menjadikan Manusia Gilimanuk lebih dari sekadar penelitian disertasi. Keinginan Ulin untuk mengenal Leluhur membuat proses kreatif menjadi semakin kaya.
Ulin berharap tiga relief sarkofagus yang terpajang di Museum Manusia Purba Gilimanuk dapat menambah daya tarik museum yang berada di ujung barat Pulau Bali tersebut. Sama seperti kebanyakan museum lain, belum banyak masyarakat yang tertarik mengunjungi Museum Manusia Purba Gilimanuk. Dukungan pemerintah, menurutnya belum maksimal lantaran situs Manusia Gilimanuk tergolong muda secara historis.
“Mereka (masyarakat, Red) tidak tahu Manusia Gilimanuk lebih tua dibanding leluhur mereka yang mereka kenal saat ini,” kata Ulin. 7a.
Komentar