Imigrasi Ngurah Rai Amankan 24 WNA
Dalam Serangkaian Operasi Pengawasan
MANGUPURA, NusaBali - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai mengamankan 24 Warga Negara Asing (WNA) yang melanggar peraturan keimigrasian dalam serangkaian operasi pengawasan.
Dari total WNA yang diamankan, tujuh di antaranya telah dideportasi, sembilan dilimpahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, dan delapan menjalani proses pro justisia.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali Pramella Yunidar Pasaribu, menjelaskan penindakan terhadap 24 WNA tersebut dilakukan melalui operasi pengawasan keimigrasian oleh Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.
Dijelaskan, operasi pertama dilaksanakan pada 28 Mei 2024 di sebuah penginapan di wilayah Kuta, di mana Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) mengamankan tiga WNA pria asal Nigeria berinisial ACP (23), EOF (33), dan OIC (35). Ketiga WNA tersebut langsung dibawa ke kantor Imigrasi Ngurah Rai untuk pemeriksaan lebih lanjut. Salah satu dari mereka tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dilakukan pengembangan dan operasi kedua pada 29 Mei 2024 di sebuah perumahan di wilayah Denpasar Barat. Dalam operasi ini, tim Inteldakim mengamankan 21 WNA, terdiri dari 19 WNA Nigeria, satu WNA Ghana, dan satu WNA Tanzania.
“Mereka diketahui sudah overstay, di mana tujuh di antaranya tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan (paspor),” ungkap Pramella.
Dari total 24 WNA yang diamankan, tujuh telah dideportasi, sembilan dilimpahkan ke Rudenim Denpasar, dan delapan menjalani proses pro justisia. Delapan WNA yang menjalani hukuman pro justisia adalah tujuh WNA asal Nigeria berinisial CSN (31), AMC (40), FCU (22), GCC (29), OKC (33), SMO (36), dan EOF (34), serta satu WNA asal Ghana berinisial AA (34). Mereka, kata Pramella, telah melanggar Pasal 71 huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang mewajibkan setiap orang asing di Indonesia untuk memperlihatkan dan menyerahkan dokumen perjalanan atau izin tinggal yang dimiliki jika diminta oleh pejabat imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan keimigrasian.
“Ketentuan pidana keimigrasiannya tercantum pada pasal 116 yakni, setiap orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp25 juta,” jelasnya.
Sementara, salah satu dari delapan WNA yang sedang menjalani proses pro justisia, berinisial EOF telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada 9 Juli 2024 dengan hukuman pidana denda sebesar Rp 20 juta subsider pidana kurungan selama 2 bulan. Sedangkan untuk 7 WNA lainnya berkas perkara telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Badung untuk proses selanjutnya.
Di sisi lain, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai Suhendra, mengungkapkan delapan Warga Negara Asing (WNA) yang saat ini menjalani proses pro justisia berawal dari pengaduan masyarakat yang masuk melalui media sosial (medsos). Para WNA tersebut masuk ke Indonesia secara terpisah, rata-rata pada bulan Mei, menggunakan visa kunjungan.
Suhendra menjelaskan bahwa para WNA tersebut masuk ke Indonesia melalui berbagai titik masuk, dengan mayoritas melalui Bandara Soekarno-Hatta, bukan dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Visa kunjungan yang mereka gunakan seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial, wisata, dan sejenisnya. Namun, saat pemeriksaan, ditemukan bahwa mereka memiliki aktivitas lain yang terdeteksi melalui perangkat seperti handphone dan laptop.
“Saat pengawasan, delapan orang tidak bisa menunjukkan dokumen mereka hingga saat ini masih dilakukan pemeriksaan. Sisanya sudah tinggal melebihi izin tinggal yang diberikan, rata-rata sudah beberapa bulan overstay. Sepertinya mereka tinggal berpindah-pindah, dan kami berhasil menemukan mereka melalui pengawasan ketat,” jelasnya.
Menurut Suhendra, meskipun mereka masuk secara legal, para WNA ini tetap melanggar aturan dengan tinggal melebihi izin yang diberikan. “Saat ini kami sedang mendalami kasus mereka yang tidak memiliki dokumen. Oleh karena itu, kami memproses mereka hingga ke tahap pro justisia untuk mengetahui apakah mereka memiliki jaringan yang lebih luas dan melakukan aktivitas ilegal di Bali,” kata Suhendra. 7 ol3
Komentar