nusabali

Bahas Dampak Pariwisata Terhadap Air Tanah di Bali

Festival Bali Water Protection: Apa Kabar Kita (2)?

  • www.nusabali.com-bahas-dampak-pariwisata-terhadap-air-tanah-di-bali

DENPASAR, NusaBali - Bali menghadapi tantangan serius terkait krisis air yang semakin memburuk akibat perubahan iklim dan pertumbuhan industri pariwisata yang cepat.

Hal ini akan menjadi isu dalam kegiatan Festival Bali Water Protection: Apa Kabar Kita (2)? yang berlangsung di Taman Inspirasi Muntig Siokan, Sanur Kauh, Denpasar Selatan, 30 Juli 2024. 

Dalam ajang yang digagas Yayasan IDEP Foundation akan digelar sejumlah kegiatan seperti diskusi multi pemangku kepentingan terkait air, pasar rakyat dan pameran produk-produk yang berorientasi ramah lingkungan atau berkelanjutan, hingga panggung hiburan yang menghadirkan musisi yang concern dengan isu lingkungan. 

“Isu air ini sangat kompleks dan saling mempengaruhi isu lain seperti pangan, kesehatan publik, energi, kerusakan lingkungan, krisis iklim, dan kebijakan pembangunan. Maka butuh upaya terkoordinasi dan partisipatif yang lebih besar dari semua pihak terkait,” ujar Direktur Eksekutif IDEP Foundation Muchamad Awal, saat konferensi pers di Denpasar, Senin (22/7). 

Awal menambahkan, meskipun pembangunan pariwisata telah memberikan dampak ekonomi positif bagi Bali, namun hal ini juga memperburuk kelangkaan dan penurunan kualitas air bersih di sebagian besar daerah.

Pembangunan akomodasi pariwisata seperti hotel, vila, dan homestay membutuhkan sumber daya air yang besar. Kebutuhan air ini tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh PDAM, sehingga banyak akomodasi tersebut mengambil air bawah tanah. Pengambilan air bawah tanah yang tidak terkontrol, baik yang berizin maupun yang tidak berizin, menyebabkan penurunan signifikan dalam kuantitas dan kualitas air tanah.

Awal mengungkapkan penggunaan air di Bali telah melebihi kapasitas siklus hidrologi dan intrusi air laut telah terjadi di beberapa daerah wisata utama seperti Sanur dan Kuta. Di daerah Kerobokan dan Umalas, terdapat lebih dari 1.000 vila yang semuanya memiliki kolam renang, menandakan adanya lebih dari 1.000 sumur bor. 

Sementara di Denpasar, terdapat 1.088 sumur bor berizin dengan volume pengambilan air tanah sekitar 4.183.452 m3 pada November 2010. Jika ditambahkan dengan pengambilan air oleh PDAM Denpasar, total eksplorasi air tanah mencapai sekitar 59.602.326 m3 per tahun. 

Dikatakan, penurunan muka air tanah di Cekungan Air Tanah Denpasar–Tabanan tercatat sebesar 1,4 – 29,2 meter dalam kurun waktu 1985 – 2004. Krisis air ini diperparah oleh distribusi air yang tidak merata dan kecenderungan privatisasi air yang menciptakan ketidakadilan dalam akses air bersih antara masyarakat lokal dan industri pariwisata. Akibatnya, terjadi konflik antara kepentingan bisnis dan kebutuhan dasar masyarakat akan air bersih.

“Oleh karena itu, kegiatan Festival Bali Water Protection: Apa Kabar Kita (2)? ini dirancang guna mengintegrasikan berbagai inisiatif solusi lintas sektoral dan kepentingan melalui kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat saling mendukung,” kata Awal. 

Dia mengatakan, ruang publik yang tersedia dalam Festival Bali Water Protection: Apa Kabar Kita (2)? ini juga terbuka bagi siapapun untuk urun aspirasi, kegiatan, sumber daya, karya, atau apapun yang memungkinkan kita semua saling menginspirasi, menguatkan, dan menyepakati solusi macam apa yang akan dikerjakan bersama demi mengatasi masalah-masalah.

Dengan semangat koalisi lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di Bali, harapan untuk memadukan melalui pendekatan musyawarah dan mufakat, edukasi, partisipasi masyarakat, dan kolaborasi lintas sektor, Festival Bali Water Protection: Apa Kabar Kita (2)? dapat menjadi langkah signifikan dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air di Bali dan menginspirasi semua pihak untuk terlibat aktif dalam pelestarian lingkungan bagi masa depan yang lebih berkelanjutan. 7 a 

Komentar