nusabali

Bali ‘Impor’ Buah dan Sayur dari Luar

  • www.nusabali.com-bali-impor-buah-dan-sayur-dari-luar

Belum mampu penuhi kebutuhan pasar lokal, sebagian didatangkan dari Jawa

DENPASAR, NusaBali
Pulihnya pariwisata Bali, meningkatkan gairah  bisnis hortikultura Bali. Permintaan produk hortikultura, yakni buah-buahan dan sayur mayur dari industri pariwisata stabil.

Maksudnya lancar, tidak ada jeda. Sayang, pengusaha hortikultura di Bali belum mampu memenuhi semua permintaan pasar lokal. Akibatnya. Bali terpaksa impor

Untuk memenuhi permintaan tersebut, sebagian produk hortikultura ‘diimpor’ yakni didatangkan dari luar daerah, khususnya sentra-sentra hortikultura di Pulau Jawa. 

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Hortikultura Indonesia (Aspehorti) Bali, I Wayan Sugiartha mengatakan Senin (22/7).

“Ya, memang pariwisata belakangan ini semakin membaik. Malah sekarang ini, Juli-Agustus kan peak season,” terangnya.

Karena itu pula, pengusaha  hortikultura yang menjadi  vendor industri pariwisata; hotel, restoran, kafe dan lainnya, termasuk pusat perbelanjaan, ‘wajib’ menjaga pasokan, memastikan permintaan terpenuhi, sesuai kontrak.

“Umumnya memang sudah ada kontrak sebelumnya,”  ungkap Sugiartha, yang asal Desa Blahkiuh, Abiansemal, Badung.

Hanya saja  tidak semua  jenis hortikultura dihasilkan di Bali. Kalaupun budidayanya ada, namun produksinya tidak bisa mencukupi seluruh  kebutuhan yang cendrung terus meningkat.

“Makanya sebagian didatangkan dari luar. Agar rantai pasok tidak terputus,” lanjut Sugiartha.

Dan katanya, pasokan dari luar daerah hal yang biasa. Namun jelas akan lebih baik, produksi di Bali mampu memenuhi semuanya. 

Adapun buah-buahan yang dipasok dari luar diantaranya, nanas, semangka, melon, alpukat dan lainnya. Diantaranya dari  Banyuwangi, Kediri, Blitar, Malang dan  daerah lainnya.

“Daerah-daerah tersebut merupakan penghasil  buah dan juga sayur mayur,”  terangnya.

Untuk jenis sayuran yang didatangkan dari luar adalah  untuk wortel dan kentang. “Wortel dari Brastagi di Sumatera Utara.”

Diantara jenis buah-buahan tersebut, buah pepaya yang produksinya cukup banyak di Bali. Terutama untuk pepaya kalifornia, yang  banyak dibudidayakan di Bali. “Sehingga pasokan pepaya dari luar tidak sebanyak pasokan buah yang lain,” lanjut Sugiartha.

Walau tidak mengantongi data pasti,  Sugiartha  yakin kebutuhan buah di Bali sangat besar. Serapan buah, kata Sugiartha antara lain, pertama untuk konsumsi masyarakat, kedua untuk memenuhi kebutuhan  keperluan upacara agama, budaya dan  upacara adat. Ketiga untuk memenuhi kebutuhan industri, baik itu industri pariwisata maupun industri yang lain.

 “Untuk hotel saja, yakin sampai ratusan ton per hari. Coba kalau misalnya  1 hotel, butuh 1 ton. Di berapa ada hotel ‘kan banyak..” ucapnya.

Karena permintaan banyak, harga hortikultura meningkat.  Diantaranyanya  Alpukat Rp40.000 perkilo dari sebelumnya Rp30.000. Salak Rp25.000 dari awalnya Rp15.000 perkilo. Yang relatif stabil harganya semangka Rp10.000 perkilo, nanas Rp8.000 perkilo, melon Rp10.000 perkilo, pepaya Rp5.000 perkilo. Jeruk Rp20.000 perkilo.

Jika dinamika harga tidak terlalu ekstrem atau tajam, pelaku usaha hortikultura masih bisa bertahan, dalam arti tetap memasok secara stabil.

“Kita gunakan subsidi silang,” terang Sugiartha. Maksudnya, kalau ada harga produk yang naik, tambahan kenaikkan itu disubsidi dari produk yang  harganya menurun,” jelasnya.  

Hal itu memungkinkan, karena kontrak dengan industri sudah mendahului. “Biasanya dalam rentang waktu sebulan,” jelas Sugiartha. K17. 

Komentar