Pengusaha Hortikultura Waspada ‘La Nina’
Ketua DPD Aspehorti Bali
I Wayan Sugiartha
Hortikultura
La Nina
Jro Putu Tesan
Ketua Asosiasi Manggis Bali (AMB)
Petani Manggis
Antisipasi cuaca ekstrem, lakukan intensif pola budidaya dengan pemupukan organik
DENPASAR, NusaBali
Kalangan pelaku usaha hortikultura Bali mengaku waspada terhadap dampak La Nina pada tanaman hortikultura. Kewaspadaan dilakukan dengan intensif pola budidaya. Salah satunya dengan pemupukan organik dan persiapan penyiraman. Namun demikian sejauh ini cuaca dinilai kondusif untuk proses pembuahan.
“Sekarang ini cuaca terang, bagus,” ujar Jro Putu Tesan, petani yang pebisnis hortikultura asal Tabanan, Sabtu (27/7). Biasanya, jika kondisi cuaca stabil sangat mendukung proses pembuahan. Diantaranya pada manggis dan durian. Harapannya tidak terjadi cuaca ekstrem, baik kemarau tinggi maupun cuaca basah karena curah hujan yang tinggi.
“Kita tunggu sampai Oktober nanti. Jika sampai Oktober, tidak muncul pentil (bakal) buah, berarti itu karena dampak cuaca,” ujar pemilik usaha ‘Raja Manggis’. Jro Tesan menuturkan, Bali pernah mengalami gagal panen, khususnya manggis dan durian akibat cuaca ekstrem. Itu terjadi pasca Covid -19. Nyaris tidak ada panen. Kalaupun ada, hasilnya tidak seberapa dan buahnya rusak, seperti bercak- bercak. Karenanya ekspor manggis Bali, sempat terhenti.
“Sekarang ini dumogi Ida Bethara sueca. Cuaca tetap bagus sehingga panen lancar,” lanjutnya. Saat ini petani sedang fokus budidaya. Salah satunya dengan lebih banyak menggunakan pupuk organik. Harapannya dengan menggunakan pupuk organik, struktur dan tekstur tanah menjadi lebih baik, sehingga pohon tanaman menjadi lebih kuat. “Walau untuk sementara hasilnya (panen) mungkin belum banyak,” terang Jro Tesan.
Selain itu, memastikan persedian sumber air, untuk berjaga-jaga kalau nanti terjadi kekeringan. “Banyak teman- teman petani, baik di Pupuan, juga di Selemadeg punya sumur (sumber air). Karena manggis dan durian, tidak boleh terlalu basah maupun terlalu kering,” terang Jro Tesan.
Foto: Jro Putu Tesan, petani manggis dan Ketua Asosiasi Manggis Bali (AMB). IST
Budidaya tersebut, memang merupakan hal yang rutin. Namun kata Jro Tesan, itu adalah salah satu usaha dan antisipasi mengurangi dampak cuaca ekstrem. “Walau faktor alam itu sulit, namun kita tetap harus berusaha,” ujar Jro Tesan yang juga Ketua Asosiasi Manggis Bali (AMB).
Terpisah Ketua Asosiasi Pengusaha Hortikultura Indonesia (Asperhoti) Bali, I Wayan Sugiartha menyatakan faktor cuaca, baik El Nino maupun La Nina tentu berdampak terhadap tanaman hortikultura, baik buah-buahan maupun sayur-mayur. Terutama gagal panen atau kalau panen, hasilnya tidak maksimal. “Ya tentu faktor alam itu berpengaruh,” ujarnya di rumahnya di Desa Blahkiuh, Abiansemal, Badung.
Namun kata Sugiartha kalangan petani hortikultura, khususnya yang budidaya sayur-mayur sudah mengantisipasinya. Hal itu berkaitan dengan ‘kewajiban’ untuk selalu menjaga ketersediaan produksi dan kualitas. “Terutama yang sudah kontrak untuk memasok industri ‘horeka’ (hotel, restoran dan kafe),” terangnya.
Pola budidaya yang sudah lumrah adalah budidaya dalam green house. Sebagaimana diketahui budidaya dalam green house, merupakan budidaya dalam ruangan atau green house, sehingga saat hujan tanaman tidak kelebihan air atau kalau kemarau tidak terlalu kekeringan. “Pada musim kemarau petani budidaya di luar dengan penyiraman secukupnya. Sedang pada pada musim hujan budidaya di dalam green house,” terangnya.
Namun demikian, produksi hortikultura Bali saja menurut Sugiartha tidak mampu memenuhi kebutuhan produk hortikultura di Bali. Hal itu disebabkan, pertama karena kebutuhannya tinggi, kedua karena produk yang dibutuhkan tidak ada atau tidak dibudidayakan di Bali. Sehingga untuk yang kurang maupun yang tidak dihasilkan di Bali, didatangkan dari luar daerah.
Sebagai gambaran Sugiarta memaparkan pasokan produk horti yang dipasok dari luar, untuk menambal kekurangan dan mengisi kekosongan produksi hortikultura Bali. Antara lain, nanas 100 persen didatangkan dari luar, yakni di Blitar dan Kediri. Semangka dan melon 70 persen dari luar, yakni Banyuwangi. Pepaya dan buah naga 50 persen dari juga dari Pulau Jawa. Pisang 70 persen dari Jawa Timur dan Lombok, NTB. K17.
1
Komentar