Cari Tahu Berjodoh atau Tidak dengan Keris, Pakai Hitungan Jari Penentu Kecocokan
GIANYAR, NusaBali.com - Sebilah keris tidak dibawa sembarang pribadi. Percaya atau tidak, keris yang sudah jadi akan mencari pemiliknya sendiri yang sesuai dengan sifat yang dibawanya.
Menurut seorang pande/empu atau perajin keris, I Mangku Pande Sabar Angandring, keris yang sudah jadi akan mencari tuannya. Sedangkan, keris yang belum dibikin adalah sang tuan yang tengah mencari kerisnya.
Selain sebagai senjata, keris dalam kebudayaan Bali juga memiliki nilai ritual dan magis. Sebilah keris dapat pula merepresentasikan status sosial sang pemilik sekaligus menjadi cerminan sifat dari sang pemilik itu sendiri.
Oleh karena itu, keris bisa saja dibeli atau dikoleksi sembarang orang namun belum tentu memberi manfaat karena tidak ada kecocokan. Malah bisa membawa malapetaka karena energinya berlawanan dengan yang memakai atau yang mengoleksi.
"Untuk mencari kecocokan antara keris dan calon pemiliknya, saya memakai sikut (hitungan) khususnya memanfaatkan jari-jari tangan sang pemesan atau calon pemilik," kata Mangku Pande ketika ditemui di sela berpameran di Festival Niti Raja Sasana, Sastra Saraswati Sewana di Ubud, Gianyar, baru-baru ini.
Ada dua jenis pengukuran dengan jari tangan yang biasanya digunakan Mangku Pande yaitu hitungan Gempol-Gempolin Tangan (jempol) dan Jariji Pat (empat jari: telunjuk, tengah, manis, dan kelingking). Pengukuran dengan jempol untuk mencari kecocokan profesi, pengukuran empat jari untuk mengetahui nasib yang dibawa keris.
Mengukur bilah keris dengan jempol dilakukan dengan meletakkan jempol tangan kanan di atas ganja (pangkal) bilah keris. Kemudian, jempol tangan kiri mengikuti selanjutnya dan dilakukan secara bergantian antara jempol kanan dan kiri atau selang-seling menuju ke ujung bilah keris.
Setiap jempol yang diletakkan di atas bilah keris memiliki satu hitungan. Total hitungan berjumlah kelipatan tujuh. Hitungan jempol terakhir yang menyentuh ujung bilah keris membawa sifat sesuai dengan urutan hitungan yaitu:
"Kemudian, hitungan ini diselaraskan lagi dengan hitungan jariji pat (empat jari). Sisa dari hitungan itu memiliki makna, sisa satu misalkan, itu disebut Sang Akarya, ngarania ayu polah laksanania, iniringan dening wong, artinya bisa mendatangkan banyak pengikut," tutur Mangku Pande yang berasal dari Desa Batuan, Sukawati, Gianyar ini.
Semantara itu, pola hitungan kedua yakni dengan empat jari sama seperti hitungan jempol, hanya saja empat jari tangan kanan pertama diletakkan di bawah bilah keris dimulai dari pangkal keris. Lantas, secara bergantian dihitung berderet dengan empat jari tangan kiri hingga melewati ujung keris.
Hitungan terakhir yang melewati ujung keris biasanya menyisakan sekian dari empat jari ini. Setiap jumlah sisa jari yang tidak menyentuh ujung keris memiliki makna yang mencerminkan nasib sang pembawa/pemilik keris, yakni:
Selain dua cara pengukuran kecocokan keris dan pemiliknya ini, ada metode hitungan lain mulai dari hari kelahiran hingga cara matematis dengan mengukur panjang dan lebar keris. Namun, dua cara hitung yang telah dibahas ini adalah salah dua hitungan yang biasa digunakan Mangku Pande saat menerima pesanan keris.
Akan tetapi, terkadang pemesan juga datang meminta keris dengan panjang bilah tertentu. Namun, Mangku Pande biasanya memastikan keris itu akan digunakan untuk apa. Tidak masalah jika ukuran yang diminta di awal sudah sesuai dengan kegunaannya. Kalau tidak, akan dicari ukuran yang selaras dengan fungsinya.
"Kalau ada yang datang memesan keris, biasanya saya tanya dulu akan dipakai untuk apa. Karena bagaimana pun, keris itu berfungsi untuk membentengi diri baik sakala dan niskala," tegas Mangku Pande. *rat
Selain sebagai senjata, keris dalam kebudayaan Bali juga memiliki nilai ritual dan magis. Sebilah keris dapat pula merepresentasikan status sosial sang pemilik sekaligus menjadi cerminan sifat dari sang pemilik itu sendiri.
Oleh karena itu, keris bisa saja dibeli atau dikoleksi sembarang orang namun belum tentu memberi manfaat karena tidak ada kecocokan. Malah bisa membawa malapetaka karena energinya berlawanan dengan yang memakai atau yang mengoleksi.
"Untuk mencari kecocokan antara keris dan calon pemiliknya, saya memakai sikut (hitungan) khususnya memanfaatkan jari-jari tangan sang pemesan atau calon pemilik," kata Mangku Pande ketika ditemui di sela berpameran di Festival Niti Raja Sasana, Sastra Saraswati Sewana di Ubud, Gianyar, baru-baru ini.
Ada dua jenis pengukuran dengan jari tangan yang biasanya digunakan Mangku Pande yaitu hitungan Gempol-Gempolin Tangan (jempol) dan Jariji Pat (empat jari: telunjuk, tengah, manis, dan kelingking). Pengukuran dengan jempol untuk mencari kecocokan profesi, pengukuran empat jari untuk mengetahui nasib yang dibawa keris.
Mengukur bilah keris dengan jempol dilakukan dengan meletakkan jempol tangan kanan di atas ganja (pangkal) bilah keris. Kemudian, jempol tangan kiri mengikuti selanjutnya dan dilakukan secara bergantian antara jempol kanan dan kiri atau selang-seling menuju ke ujung bilah keris.
Setiap jempol yang diletakkan di atas bilah keris memiliki satu hitungan. Total hitungan berjumlah kelipatan tujuh. Hitungan jempol terakhir yang menyentuh ujung bilah keris membawa sifat sesuai dengan urutan hitungan yaitu:
- 1. Eka Satria, baik dipakai untuk seorang Ksatria;
- 2. Dwi Candrama Surya, baik dipakai untuk seorang pedagang;
- 3. Tri Wanara Cinara Cara, baik dipakai seorang pengiring;
- 4. Catur Kalamrthyu Cacingan, tidak baik dipakai seorang Ksatria dan dapat membahayakan diri;
- 5. Panca Arjuna Pasupati, untuk seorang prajurit dan dapat menolong dalam keadaan bahaya;
- 6. Sad Kapaten Tuan, buruk dipakai oleh siapa pun; dan
- 7. Sapta Dharmawangsa, baik dipakai seorang pandita.
"Kemudian, hitungan ini diselaraskan lagi dengan hitungan jariji pat (empat jari). Sisa dari hitungan itu memiliki makna, sisa satu misalkan, itu disebut Sang Akarya, ngarania ayu polah laksanania, iniringan dening wong, artinya bisa mendatangkan banyak pengikut," tutur Mangku Pande yang berasal dari Desa Batuan, Sukawati, Gianyar ini.
Semantara itu, pola hitungan kedua yakni dengan empat jari sama seperti hitungan jempol, hanya saja empat jari tangan kanan pertama diletakkan di bawah bilah keris dimulai dari pangkal keris. Lantas, secara bergantian dihitung berderet dengan empat jari tangan kiri hingga melewati ujung keris.
Hitungan terakhir yang melewati ujung keris biasanya menyisakan sekian dari empat jari ini. Setiap jumlah sisa jari yang tidak menyentuh ujung keris memiliki makna yang mencerminkan nasib sang pembawa/pemilik keris, yakni:
- 1. Sisa satu jari (Sang Akarya), bisa mendatangkan banyak pengikut;
- 2. Sisa dua jari (Kalamrthyu), keris yang baik untuk pemimpin karena mendatangkan sahabat;
- 3. Sisa tiga jari (Kalajana), membawa malapetaka; dan
- 4. Sisa empat jari (Naga Wiraksa), baik untuk yang senang berperang (sekarang berdebat) karena tidak akan apa-apa.
Selain dua cara pengukuran kecocokan keris dan pemiliknya ini, ada metode hitungan lain mulai dari hari kelahiran hingga cara matematis dengan mengukur panjang dan lebar keris. Namun, dua cara hitung yang telah dibahas ini adalah salah dua hitungan yang biasa digunakan Mangku Pande saat menerima pesanan keris.
Akan tetapi, terkadang pemesan juga datang meminta keris dengan panjang bilah tertentu. Namun, Mangku Pande biasanya memastikan keris itu akan digunakan untuk apa. Tidak masalah jika ukuran yang diminta di awal sudah sesuai dengan kegunaannya. Kalau tidak, akan dicari ukuran yang selaras dengan fungsinya.
"Kalau ada yang datang memesan keris, biasanya saya tanya dulu akan dipakai untuk apa. Karena bagaimana pun, keris itu berfungsi untuk membentengi diri baik sakala dan niskala," tegas Mangku Pande. *rat
1
Komentar