Panen Raya Berakhir, BI Bali Ingatkan Risiko Inflasi
Panen Raya
Bank Indonesia
Inflasi
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
Erwin Soeriadimadja
Inflasi Bali tetap terjaga karena hasil dari terus berlanjutnya kolaborasi, inovasi, dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di tingkat provinsi Bali maupun kota/kabupaten.
DENPASAR, NusaBali
Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Bali mengingatkan beberapa risiko inflasi yang perlu diwaspadai pada Agustus 2024. Di antaranya potensi penurunan pasokan beras dan cabai rawit, seiring dengan berakhirnya panen raya. Serta harga avtur yang lebih tinggi berisiko menyebabkan kenaikan tarif angkutan udara. Demikian disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja, melalui keterangan pers yang diterima, Jumat (2/8).
Dikatakan, perkembangan harga di Provinsi Bali pada Juli 2024 berdasarkan catatan BPS yang secara bulanan mengalami inflasi sebesar 0,10% (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,55% (mtm). Sedangkan secara tahunan, inflasi Provinsi Bali menurun dari 2,71% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 2,53% (yoy) dan tetap berada pada kisaran target 2,5% ± 1%.
Namun demikian, Inflasi Bali yang tetap terjaga karena hasil dari terus berlanjutnya kolaborasi, inovasi, dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di tingkat provinsi Bali maupun kota/kabupaten. TPID Provinsi dan 9 Kabupaten/Kota di Bali, kata Erwin, secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K (Keterjangkauan harga, Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi dan Komunikasi yang efekif).
Antara lain seperti yang dilakukan oleh Pemkab Badung, yakni melakukan penandatanganan PKS antara Perumda Pasar dan Pangan Mangu Giri Sedana dengan Pekaseh Subak di pada 11 Juli 2024 terkait pembelian/penyerapan padi/gabah petani Badung oleh Perumda sesuai dengan jadwal panen petani. Kemudian, finalisasi pembangunan RMU Badung yang saat ini progress pembangunan fisik RMU telah hampir mencapai 100 persen.
Begitu pula pembentukan Klaster Logistik penanggulangan bencana di Provinsi Bali dan sosialisasi klaster logistik bagi Kabupaten/Kota se-Bali, serta pemberian fasilitasi distribusi pangan (FDP) subsidi biaya angkut barang guna mendukung operasi pasar dari APBD. “Melalui langkah-langkah tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi Provinsi Bali pada tahun 2024 akan tetap terjaga dan terkendali dalam kisaran target 2,5%±1%,” kata Erwin.
Adapun kota sampel inflasi tersebut adalah Denpasar, Singaraja, Badung dan Tabanan. BPS mencatat, lanjut Erwin, secara spasial Kabupaten Badung mengalami deflasi, sebesar -0,03% (mtm) atau 2,40% (yoy). Sementara, Kota Denpasar mengalami inflasi tertinggi, yaitu sebesar 0,16% (mtm) atau 3,04% (yoy). Kemudian, Kota Singaraja mengalami inflasi sebesar 0,12% (mtm) atau 2,07% (yoy). Serta Kabupaten Tabanan mengalami inflasi sebesar 0,09% (mtm) atau 1,75% (yoy).
“Kelompok Penyediaan Makanan Minuman, dan kelompok Pendidikan menjadi penyumbang inflasi utama pada Juli 2024,” jelas Erwin. Berdasarkan komoditasnya, inflasi terutama bersumber dari cabai rawit, beras, kopi bubuk, biaya pendidikan taman kanak-kanak, dan angkutan udara. Kenaikan harga beras dan cabai rawit didorong penurunan pasokan sejalan dengan berakhirnya panen raya padi di Bali serta terbatasnya pasokan cabai rawit dari dalam Bali (seperti Klungkung, Kintamani, dan Singaraja) dan luar Bali (Ampenan-Lombok dan Jawa). Kemudian, kenaikan biaya pendidikan seiring dengan masuknya tahun ajaran baru.
Demikian pula, libur tahun ajaran baru mempengaruhi kenaikan tarif angkutan udara. Sementara itu, laju inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga bawang merah, tomat, cabai merah, kol putih/kubis, dan semangka. 7 k17
Komentar