Layang-layang Jadi Potensi Ekonomi di Bali
Layang-layang tradisional Bali Selain menjadi ajang kegiatan yang mentradisi turun menurun ternyata juga berpotensi untuk dijadikan peluang bisnis di pasar Internasional.
DENPASAR, NusaBali
Pasalnya dalam tradisi layang-layang yang sudah mulai semakin berkembang dan dijadikan Event tahunan bagi masyarakat Bali sehingga tentunya menjadi peluang bagi perekonomian masyarakat.
Selain sebagai ajang kreativitas Layang-layang juga sangat diminati oleh wisatawan setiap kali Event dilaksanakan, maka dari itu masyarakat juga perlu memikirkan kemasan inovatif untuk membidik pasar lokal dan Internasional. sehingga dengan perkembangan pasar Layang-layang tradisional Bali juga harus memiliki Hak Ciptanya tersendiri.
Salah satu pengusaha Ni Luh Djelantik mengungkapkan layang-layang merupakan sebuah warisan budaya yang harus dicintai. "Kalau bukan kita yang mencintai, lantas siapa lagi, sehingga peluang usaha untuk mengembangkan perekonomian semakin besar," ungkap Djelantik saat diskusi Budaya 'Layang-layang : laku budaya dan ekonomi kreatif' serangkaian Sanur Village Festival di Griya Santrian, Jumat ( 11/8).
Lanjut Djelantik, layang-layang juga sebagai komoditi kreatif untuk market harus didukung semua lini. Oleh karena itu, Djelantik berharap ada peran serta pemerintah untuk andil memikirkan menyediakan lahan untuk Event Layang-layang dalam memajukan pariwisata dan ekonomi lerakyatan, karena saat ini lahan sudah semakin menyempit.
"Selain lahan, layangan ini tergantung musim biasanya pada bulan Juni, Agustus hingga September dikenal musim layangan, lantas setelah itu layangan tidak ada lagi, sebaiknya layangan harus dikemas bentuk lain, misalnya diterjemahkan dalam model lain, sebagai produk, baik layangan digarap dalam wujud senirupa, miniatur, hingga fotografi layangan," ungkap Djelantik.
Djelantik mengingatkan ketika memproduksi layangan, karena Bali memiliki keunikan tersendiri, maka dari itu pengrajin layangan harus memikirkan hak ciptanya agar tidak diklaim negara lain. "Bicara pasar, kita ketemu dengan daya saing, China misalnya, yang harus tetap kita waspadai karena mereka sudah memproduksi layangan secara masal sebagai komoditi ekspor, sedangkan kita belum bisa bicara banyak. ini harus menjadi pekerjaan kita bersama terutama peran pemerintah karena tradisi layangan di Bali berbeda dengan negara lainnya terutama keunikannya," ucapnya.
Sementara pembicara lainnya adalah Andreas O. Green asal Swedia seorang pecinta layangan yang tinggal di Bali. Andreas menilai produk layangan di Bali belum digarap maksimal. Hingga sekarang Layang-layang sangat sudah ditemui dipasaran, Salah satunya layangan dalam bentuk sovenir menjadi komoditi oleh-oleh sangat sulit ditemui. "Layangan di Bali seperti bebean, janggan, pecukan kan besar-besar sulit dijadikan oleh-oleh, sehingga setidaknya ada miniatur layangan yang disediakan bagi wisatawan, sehingga ada kebanggaan tersendiri saat wisatawan pulang ke negaranya," kata Andrea yang mengagumi layangan Bali.
Pembicara lainya Made Yuda dari Pelangi Bali (Persatuan Layang Layang Indonesia) mengatakan banyak hal yang dipikirkan kedepan untuk layangan. Dan sektor UKM harus disiapkan dan direalisasikan agar layang-layang memiliki nilai tambah dalam pendapatan ekonomi lebih dari sekedar hobi. "Selain daya saing layang layang Bali bicara media atau bahan untuk membuat layangan sudah semakin langka, seperti bahan bambu jenis petung semakin sulit, kainnya semakin mahal, ini harus diantisipasi," ungkapnya.
Sementara, Kadek Dwi Armika salah seorang pegiat layangan dari Sanur menuturkan kesemarakan festival layangan murni inisiatif individu. "Jadi komunitas layangan cukup banyak di Bali, hanya saja mengelola layangan sebagai industri atau produk kita masih jauh dibandingkan dengan negara lain, seperti negara Eropa," ungkap Dwi. *cr63
1
Komentar