20 BPR di Bali Belum Penuhi MIM Rp6 M
Kepala OJK Provinsi Bali
Kristrianti Puji Rahayu
Evaluasi Kinerja BPR
Investor
Merger
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
OJK sampaikan opsi untuk cari tambahan lewat investor atau merger
NUSA DUA, NusaBali
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mengingatkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang belum mampu memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti minimum (MIM) Rp6 miliar, segera melakukan langkah-langkah penambahan modal.
Batas akhir pemenuhan modal inti minimum bagi BPR tersebut, sampai 31 Desember 2024. Sesudahnya tidak ada perpanjangan atau relaksasi lagi. Hal itu sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2015 yang sudah berlangsung selama sembilan tahun
Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu mengatakan Kamis (8/8). Untuk itu ada beberapa opsi yang bisa dilakukan BPR untuk pemenuhan modal inti minimum tersebut. Pertama dengan penambahan modal dari investor strategis. Yang kedua bisa dilakukan dengan merger.
“Selain itu juga bisa juga penambahan modal dari investor lama atau PSP (Pemegang Saham Pengendali),” terangnya.
Menurut Puji Rahayu, ada 20 BPR yang belum memenuhi persyaratan modal inti minum BPR. Secara keseluruhan di Bali sendiri terdapat 131 BPR. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan provinsi tetangga di regional yakni Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 22 BPR dan 11 BPR di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Untuk mempercepat pemenuhan modal inti BPR itu, Puji Rahayu menyatakan pihaknya telah mengumpulkan pemegang saham pengendali (PSP) dari BPR, beberapa waktu lalu agar mereka mencari penanam modal strategis atau opsi merger.
“Intinya semuanya masih optimis dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum karena kinerja khususnya dana pihak ketiga (DPK) BPR cukup tebal,” paparnya. “Jadi kalau dilihat (BPR) Bali itu DPK-nya itu tebal artinya punya uang. Itu saya yakin dan optimis pasti mampu,” imbuhnya.
Sebelumnya dalam pembahasan Action Plan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR sebesar Rp6Miliar per 31 Desember 2024 (Selasa,16/7) diharapkan Pemegang Saham Pengendali (PSP) BPR/BPRS dapat mendukung upaya penguatan permodalan tersebut.
Karena dengan penguatan modal inti akan dapat mendukung efesiensi kegiatan usaha, meningkatkan daya saing di tengah kompetisi yang berasal dari hulu ke hilir. Serta untuk menghadapi berbagai tantangan digitalisasi dan perkembangan teknologi informasi.Sesuai pasal 22 dalam POJK Nomor 5 tahun 2015, BPR yang belum mencapai modal inti minimum Rp6 miliar dikenakan sanksi dan kewajiban penggabungan (merger) atau peleburan (konsolidasi) atau diambilalih (diakuisisi) dan atau mendapatkan investor baru.
Ada pun sanksinya diatur dalam pasal 22 ayat 1 peraturan itu yakni penurunan tingkat kesehatan BPR, larangan membuka jaringan kantor, larangan melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing dan layanan perangkat perbankan elektronik. K17
Komentar