Wayang Kulit 'Stil Bebadungan' Akan Dipakemkan
Listibiya Badung
Wayang Kulit
Wayang Tradisi
Stil Bebadungan
Wayang Buduk
Wayang Bongkasa
Dalang Bongkasa
Dalang Buduk
MANGUPURA, NusaBali.com - Seni wayang kulit yang berkembang di Pulau Dewata memiliki kekhasan tersendiri, satu di antaranya adalah Stil (style) Bebadungan. Namun, definisi stil wayang kulit yang berkembang di Badung ini masih gamang, belum ada kesamaan persepsi antarpelaku seninya.
Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibiya) Kabupaten Badung bercita-cita meredam kegamangan wayang kulit Stil Bebadungan ini dengan proses pemakeman. Struktur pemetasan, tabuh, hingga gending Stil Bebadungan akan diinvetarisasi dan dipakemkan.
"Sekarang ini yang dimaksud Stil Bebadung itu masih gamang. Yang mana sih yang sebenarnya Stil Bebadungan, itu belum sempat dibukukan," ujar Ketua Listibiya Badung I Gusti Ngurah Artawan ketika ditemui usai workshop wayang kulit serangkaian Pekan Budaya dan Kreativitas Daerah di Puspem Badung, Selasa (13/8/2024).
Dasar-dasar wayang kulit Bali dinilai berkembang individualis. Hal ini sejatinya tidak apa-apa namun cukup merepotkan ketika pementasan wayang kulit itu dilombakan lantaran tidak ada kesamaan elemen baku. Ini berbeda dengan wayang kulit Jawa yang sudah lebih maju dari segi inventarisasi dan pemakeman, termasuk pakem soal istilah-istilahnya.
Akademisi Seni Pedalangan ISI Denpasar, Dr I Gusti Made Darma Putra menuturkan, inventarisasi pakem istilah menyebut teknik, gerakan, sampai pose wayang tidak berjalan baik di Bali. Dalam konteks Stil Bebadungan juga sama, belum ada kesamaan persepsi pementasan wayang kulit yang bagaimana dapat disebut Stil Bebadungan.
"Sehingga perlu dibuat kesepakatan untuk menyajikan elemen-elemen baku yang disepakati sebagai sebuah Stil Bebadungan. Kalau saya lihat sekarang ini, 'pangalang ratu' yang sebenarnya jadi elemen baku Stil Bebadungan sudah jarang ditemui," beber Darma Putra, akademisi muda yang juga pioner wayang ental ini.
Sejauh ini secara alamiah, wayang kulit tradisi di Badung sebenarnya sudah memiliki kiblat. Wayang Buduk (Mengwi) sebagai kiblat pementasan wayang Parwa/Mahabharata dan Wayang Bongkasa (Abiansemal) sebagai kiblat wayang Ramayana. Masing-masing dipopulerkan IB Ngurah 'Buduk' dan Ki Dalang Tangsub, IB Gede Sarga, serta I Made Jagra.
Kata Ngurah Artawan, Ketua Listibiya Badung, dua gaya wayang kulit ini dijadikan kiblat lantaran menjadi yang paling tenar di eranya. Di samping itu, dalam kasus lain, dalang yang lebih senior dari mereka tidak terdokumentasi atau terkaderisasi dengan baik sehingga gaya pedalangannya hilang ditelan zaman.
Wayang Buduk yang dipopulerkan IB Ngurah, misalkan, kini bahkan menjadi materi perkuliahan di Program Studi Seni Pedalangan ISI Denpasar. Hal ini menjadi mungkin dikarenakan pementasan asli dari IB Ngurah telah terdokumentasi melalui media kaset sehingga otentik untuk dipelajari.
"Oleh karena itu, langkah awal inventarisasi Stil Bebadungan ini akan dimulai dari dua kiblat itu, wayang Parwa di Buduk dan Ramayana di Bongkasa. Khusus untuk Bongkasa, adalah lokus wayang Ramayana karena dalangnya di sana banyak," imbuh Ngurah Artawan yang juga Ketua Sanggar Topeng Tugek Carangsari ini.
Listibiya memastikan bahwa pemakeman Stil Bebadungan tidak bakal menghilangkan unsur kekhasan gaya yang dimiliki setiap dalang. Stil Bebadungan yang dipakemkan akan menjadi landasan atau strukturksasi pertunjukan yang nantinya dapat dipentaskan sesuai gaya masing-masing dalang.
Di luar struktur pementasan wayang kulit Stil Bebadungan sejatinya memiliki kekhasan dari segi ukuran wayangnya. Wayang Bebadungan adalah pedalangan Samirana yang cenderung berukuran lebih besar dibandingkan wayang di Gianyar. Sikut (ukuran) asli wayang Bebadungan ini disebut masih tersimpan di Penarungan, Baha (Mengwi), dan Ayunan (Abiansemal).
"Kami sudah menganggarkan di 2025, menginventarisasi kekayaan pakem-pakem kesenian di Badung yang dimulai dari pakem wayang kulit. Pembukuan (dan perekaman digital) pakem ini akan menjadi jembatan anak cucu kita mempelajari kekayaan budaya di masa depan," tandas Ngurah Artawan. *rat
"Sekarang ini yang dimaksud Stil Bebadung itu masih gamang. Yang mana sih yang sebenarnya Stil Bebadungan, itu belum sempat dibukukan," ujar Ketua Listibiya Badung I Gusti Ngurah Artawan ketika ditemui usai workshop wayang kulit serangkaian Pekan Budaya dan Kreativitas Daerah di Puspem Badung, Selasa (13/8/2024).
Dasar-dasar wayang kulit Bali dinilai berkembang individualis. Hal ini sejatinya tidak apa-apa namun cukup merepotkan ketika pementasan wayang kulit itu dilombakan lantaran tidak ada kesamaan elemen baku. Ini berbeda dengan wayang kulit Jawa yang sudah lebih maju dari segi inventarisasi dan pemakeman, termasuk pakem soal istilah-istilahnya.
Akademisi Seni Pedalangan ISI Denpasar, Dr I Gusti Made Darma Putra menuturkan, inventarisasi pakem istilah menyebut teknik, gerakan, sampai pose wayang tidak berjalan baik di Bali. Dalam konteks Stil Bebadungan juga sama, belum ada kesamaan persepsi pementasan wayang kulit yang bagaimana dapat disebut Stil Bebadungan.
"Sehingga perlu dibuat kesepakatan untuk menyajikan elemen-elemen baku yang disepakati sebagai sebuah Stil Bebadungan. Kalau saya lihat sekarang ini, 'pangalang ratu' yang sebenarnya jadi elemen baku Stil Bebadungan sudah jarang ditemui," beber Darma Putra, akademisi muda yang juga pioner wayang ental ini.
Sejauh ini secara alamiah, wayang kulit tradisi di Badung sebenarnya sudah memiliki kiblat. Wayang Buduk (Mengwi) sebagai kiblat pementasan wayang Parwa/Mahabharata dan Wayang Bongkasa (Abiansemal) sebagai kiblat wayang Ramayana. Masing-masing dipopulerkan IB Ngurah 'Buduk' dan Ki Dalang Tangsub, IB Gede Sarga, serta I Made Jagra.
Kata Ngurah Artawan, Ketua Listibiya Badung, dua gaya wayang kulit ini dijadikan kiblat lantaran menjadi yang paling tenar di eranya. Di samping itu, dalam kasus lain, dalang yang lebih senior dari mereka tidak terdokumentasi atau terkaderisasi dengan baik sehingga gaya pedalangannya hilang ditelan zaman.
Wayang Buduk yang dipopulerkan IB Ngurah, misalkan, kini bahkan menjadi materi perkuliahan di Program Studi Seni Pedalangan ISI Denpasar. Hal ini menjadi mungkin dikarenakan pementasan asli dari IB Ngurah telah terdokumentasi melalui media kaset sehingga otentik untuk dipelajari.
"Oleh karena itu, langkah awal inventarisasi Stil Bebadungan ini akan dimulai dari dua kiblat itu, wayang Parwa di Buduk dan Ramayana di Bongkasa. Khusus untuk Bongkasa, adalah lokus wayang Ramayana karena dalangnya di sana banyak," imbuh Ngurah Artawan yang juga Ketua Sanggar Topeng Tugek Carangsari ini.
Listibiya memastikan bahwa pemakeman Stil Bebadungan tidak bakal menghilangkan unsur kekhasan gaya yang dimiliki setiap dalang. Stil Bebadungan yang dipakemkan akan menjadi landasan atau strukturksasi pertunjukan yang nantinya dapat dipentaskan sesuai gaya masing-masing dalang.
Di luar struktur pementasan wayang kulit Stil Bebadungan sejatinya memiliki kekhasan dari segi ukuran wayangnya. Wayang Bebadungan adalah pedalangan Samirana yang cenderung berukuran lebih besar dibandingkan wayang di Gianyar. Sikut (ukuran) asli wayang Bebadungan ini disebut masih tersimpan di Penarungan, Baha (Mengwi), dan Ayunan (Abiansemal).
"Kami sudah menganggarkan di 2025, menginventarisasi kekayaan pakem-pakem kesenian di Badung yang dimulai dari pakem wayang kulit. Pembukuan (dan perekaman digital) pakem ini akan menjadi jembatan anak cucu kita mempelajari kekayaan budaya di masa depan," tandas Ngurah Artawan. *rat
Komentar