Waspadai Kecurangan TSM di Pilkada
Megawati: Biarkan Rakyat Memilih dengan Nurani
Menurut Megawati, pihak yang melakukan kecurangan secara TSM sebenarnya sedang memecah belah rakyat Indonesia sendiri
JAKARTA, NusaBali
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Prof. DR (HC) Megawati Soekarnoputri mengingatkan kembali agar di ajang Pilkada Serentak 2024, tidak kembali diwarnai aksi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Hal itu disampaikan Megawati saat menyampaikan pidato di sela-sela pengumuman bakal calon kepala daerah yang diusung PDIP di kantor partai berlambang Banteng Moncong Putih, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, Rabu (14/8)
“Jangan ada TSM. Biarkan kita, rakyat itu memilih dengan sukacita. TSM itu terstruktur, sistematis, dan masif,” kata Megawati. Menurut Megawati, pihak yang melakukan kecurangan secara TSM sebenarnya sedang memecah belah rakyat Indonesia sendiri. Dia berharap, pernyataannya itu bisa menyadarkan pihak-pihak tersebut agar tak berlaku culas. "Lho, orang yang melakukan itu, yo, orang Indonesia, lho. berarti apa? Akibat suatu perintah. Perintah ini sebenarnya lupa, ini ingin memecah belah bangsa sendiri," imbuh Megawati.
Lebih jauh, Megawati tak ingin aparat justru tidak mematuhi aturan undang-undang yang menyatakan partai politik sebagai peserta pemilu. Dia mengaku, dalam sebuah kesempatan pernah berdiskusi dengan pakar hukum tata negara Mahfud Md. Keduanya berbicara soal hak warga negara dan partai politik untuk ikut di dalam pemilu. Megawati bertanya kepada Mahfud, soal apakah PDIP sebagai parpol, sebenarnya punya hak untuk mencalonkan kandidat dalam kontestasi politik pilkada.
Dan Mahfud mengakui hak itu, yang seharusnya dihormati dan dijaga oleh aparat dalam pelaksanaannya. "Pak Mahfud begini (sembari gesture mengangguk, red). Artinya, lah iya berhak lah. Saya jawab sendiri. Makanya, karena kita warga negara Indonesia, maka kita boleh, sah ikut pemilu, ikut pilpres, ikut pilkada," kata Megawati.
Dalam kesempatan tersebut, Megawati mengklarifikasi soal ada pihak menyebut dirinya melakukan intimidasi ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Megawati menjelaskan, intimidasi berarti mengancam secara diam-diam dan sembunyi. Sementara Megawati mengaku bicara secara terbuka. Dia ingin berbicara dengan sang kapolri terkait kondisi yang terjadi belakangan ini. "Ini yang saya mau menerangkan, tolong tulis baik-baik. Ada orang ngomong loh, kok saya katanya mengintimidasi Kapolri? Ini orang, bukan orang Indonesia kurasa. Masa enggak ngerti aturan,” kata Megawati.
Megawati pun, mempertanyakan yang menyebut pernyataannya terkait Kapolri adalah sebagai bentuk intimidasi. “Kalau intimidasi, saya enggak ngomong di depan umum. Aku pikir, kenapa enggak boleh ketemu Kapolri? Kapolrinya mau enggak ketemu sama saya? Sampai hari ini enggak ada surat, ‘Ibu Mega yang terhormat’ ayo kita ngobrol. Memangnya nanti saya terus mau ditangkap (dulu) karena mau ketemu Kapolri?," tutur Megawati.
Presiden Kelima RI ini menjelaskan, sebagai warga negara Indonesia, dirinya tentu memiliki hak bertemu dengan Kapolri. “Saya warga negara Indonesia, saya yang memisahkan Polri (dengan TNI). Betul apa tidak? Jaman (saya menjadi) presiden. Terus masa rakyat enggak boleh ketemu sama Kapolri? Kalau saya bilang mau ketemu Kapolri, Kapolrinya kan mestinya buka pintu,” ungkap Megawati.
Megawati pun, bicara panjang soal alasan mengapa dirinya ingin bertemu dengan Kapolri. Diantaranya bagaimana ia menerima berbagai laporan, data, dan fakta mengenai intimidasi serta ketidaknetralan aparat. Baik terkait ajang politik, maupun terkait dengan proses penegakan hukum. Megawati mengaku dirinya sangat terusik dengan keadaan tersebut. Dia merasa hal-hal demikian perlu diingatkan kepada pemimpin tertinggi di Kepolisian, mengingat hal itu tak sejalan dengan tujuan proses reformasi di tubuh Polri, yang banyak dimulai ketika dirinya menjadi presiden.
Misalnya, Megawati menerima laporan soal proses intimidasi yang diterima banyak pihak. Intimidasi itu dilakukan lewat aparat, dengan kaitan pihak penguasa. Ketika didalami, disebut intimidasi itu karena ‘ada perintah dari atas’. “Masa diintimidasi hanya karena ada perintah dari atas. Atasnya mana? ‘Yang pasti bu ada perintah dari atas’. Gile apa enggak? Gile apa enggak? Gile dong. Lah kok enggak mau bilang dari si ini, si ono, si ini, perintah ya dari atas,” tutur Megawati.
Maka itulah, dia bicara berkali-kali meminta waktu untuk bertemu dengan Kapolri saat ini. “Ntar diundang apa tidak, enggak tahu. Ntar tahu-tahu perwakilan (kapolri yang menemui). Lihat saja nanti. (Tapi) Saya hanya mau ngomong kok (ke Kapolri), bapak udah, insaf dong. Masa sih wargaku itu (diintimidasi padahal) warga Indonesia juga,” kata Megawati. k22
Komentar