nusabali

Rare Angon Serbu Pantai Mertasari, Promosikan Budaya Bali di Dunia Internasional

  • www.nusabali.com-rare-angon-serbu-pantai-mertasari-promosikan-budaya-bali-di-dunia-internasional

DENPASAR, NusaBali - Ratusan Layang-layang raksasa dengan Rare Angon (julukan untuk pelayang,red) dari berbagai negara unjuk kebolehan dalam Rare Angon Festival 2024 di Pantai Mertasari, Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kamis (15/8).

Festival layang-layang bertaraf internasional dan terbesar di Bali yang berlangsung dari 15 hingga 18 Agustus 2024 ini menghadirkan berbagai elemen baik tradisi maupun budaya Bali dalam satu acara spektakuler. 

Ketua Panitia I Gede Pasek Eka Surya Wirawan, mengungkapkan, bahwa festival ini bertujuan menyatukan komunitas Rare Angon yang dikenal luas melalui tradisi melayangan. “Kami ingin menggabungkan pelayang internasional dan tradisional dalam satu acara besar. Festival ini juga mengajak seluruh masyarakat untuk merasakan kebersamaan melalui kegiatan budaya yang kaya, seperti lomba beleganjur, kompetisi kober layangan, dan banyak lagi,” ujar  Gede Pasek ditemui di sela-sela acara, Kamis (15/8) sore.

Dia menyampaikan bahwa festival ini mengundang pelayang internasional dari 19 negara mulai dari Thailand, Malaysia, Filipina, Sri Lanka, India, Swedia, Australia, Amerika Serikat, Swiss, Jepang, Prancis, Vietnam, Belanda, Singapura, Belgia, Polandia, dan lainnya. 

Menurutnya, partisipasi internasional sangat antusias, dengan ratusan layangan dari 19 negara dipastikan akan terbang pada 15-16 Agustus 2024. Sementara itu, untuk kategori tradisional Bali, hingga Kamis (15/8) kemarin tercatat sebanyak 1.200 layangan yang akan berpartisipasi, dengan pendaftaran yang masih dibuka.

Gede Pasek juga mengatakan pada perhelatan ini juga menampilkan berbagai tradisi budaya lokal yang sarat makna, dan berbagai kegiatan lain seperti workshop, diskusi, dan pameran terkait, di antara agenda utama seperti Balinese Kite Competition, Music Concert, Baleganjur Competition (Kite Accompaniment), Kober Layangan Competition, Pindekan Competition, Sunari Competition, serta Photo & Video Competition.

Salah satu sorotan utama adalah kehadiran layangan raksasa yang dikenal dengan nama Train Naga. Dengan panjang mencapai 100 meter dan diameter sekitar 80-90 cm, layangan ini menjadi pusat perhatian dalam festival ini. “Yang spesial juga kalau kita di Bali punya Janggan, kalau di nasional, di Jawa ada Train Naga yang terbesar, tampil disini juga layang Train Naga berkepala dua jadi satu,” katanya.

Selain itu, Gede Pasek dalam festival ini memiliki keinginan untuk menggaungkan semangat para Rare Angon akan tradisi melayangan seperti dahulu kala. “Kita ingin mengembalikan esensi melayangan sebagai bagian dari tradisi budaya, seperti sekaa teruna banjar turun melayangan bawa beleganjur, pakai pakaian adat madya seperti itu. Mungkin perlu waktu lama, tapi mari kita sama-sama semua Rare Angon ayolah pakai kamen dan udeng minimal, biar wisatawan juga melihat seperti apa orang Bali melayangan, kan lebih elok kelihatannya,” ujar Gede Pasek.

Sementara itu, seorang seniman dan pegiat layangan sekaligus panitia Kadek Suprapta Meranggi atau yang lebih dikenal dengan Deck Sotto, menjelaskan bahwa festival ini merupakan bagian dari rangkaian Denpasar Festival dan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah kota Denpasar. 

Festival ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sebagai medium untuk memperkenalkan budaya Bali ke dunia. “Peserta internasional sangat antusias karena ini Bali, mereka bisa melihat bagaimana tradisi melayangan dijalankan dengan gotong royong,” ungkap Deck Sotto.

Deck Sotto juga mengungkapkan kegembiraannya dengan semangat solidaritas Rare Angon Bali yang semangat tidak melupakan tradisinya dan perlahan kembali ke akarnya. “Festival ini tidak hanya menghadirkan peserta internasional, tetapi juga membawa seri terbaru layangan tradisional Bali, yang kembali ke akar tradisi, lengkap dengan iringan beleganjur dan pakaian adat seperti kamen,” ujar Deck Sotto.

Pada seri internasional, sebanyak 56 peserta dari berbagai negara membawa beragam jenis layang-layang, mulai dari layangan tradisional hingga layangan kreasi modern seperti baloning, spening, revolusion, air banner, dan lainnya. “Salah satu peserta yang menonjol adalah tim dari Polres Pali di bawah Polda Sumatra Selatan (Sumsel) yang turut meramaikan acara dengan layangan mereka,” imbuh Deck Sotto.

Menurut Deck Sotto, festival ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga berperan sebagai daya tarik wisata yang menghubungkan budaya dengan pariwisata. Para peserta internasional sangat antusias datang ke Bali, mengagumi tradisi dan tata cara melayangan di Bali yang melibatkan kerjasama tim yang luar biasa, sesuatu yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. cr79

Komentar