Supriatna ke Rumah Sukrawan, Sebut Bawa Pesan Rahasia
Gagal Dapatkan Rekomendasi, dr Caput Mundur dari PDIP
SINGARAJA, NusaBali - Bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI, Sabtu (17/8) siang, Calon Wakil Bupati (Cawabup) Buleleng dari PDI Perjuangan Gede Supriatna bertandang ke rumah Dewa Nyoman Sukrawan di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Keduanya terlibat percakapan empat mata yang sangat intens selama satu jam lebih. Supriatna dan Sukrawan pun kompak merahasiakan isi pembicaraan dengan berdalih hanya pertemuan silaturahmi peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI.
Supriatna mengaku kedatangannya ke rumah Sukrawan adalah kunjungan mendadak. Dia menampik jika kunjungannya bagian dari konsolidasi partai untuk Pilkada 2024.
“Kebetulan saya mau pulang kampung (Tejakula), jadi mampir sebentar karena sudah lama tidak ketemu Pak Dewa, senior saya di partai (PDI Perjuangan). Sekaligus membawa pesan yang perlu disampaikan,” kata Supriatna.
Namun saat ditanya pesan apa yang disampaikannya, Supriatna berkelit dan tidak mau memberi bocoran. Sekretaris DPC PDIP Buleleng ini malah melimpahkan ke Dewa Sukrawan. “Tidak ada konsolidasi, sekaligus bawa pesan, tanya Pak Dewa saja nanti,” imbuh Ketua Sementara DPRD Buleleng ini.
Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat Bali Dewa Nyoman Sukrawan pun masih merahasiakan percakapan dan diskusinya dengan Supriatna. Kedatangan Supriatna ke kediamannya adalah kunjungan silaturahmi sesama politisi yang pernah satu wadah di PDIP. Hanya saja Sukrawan tidak menampik jika ada pesan khusus yang disampaikan Supriatna kepadanya.
“Hari ini belum bisa saya informasikan, nanti saat waktunya tiba pasti saya sampaikan. Silaturahmi ini bagus antarcalon pemimpin agar Pilkada Buleleng berjalan damai. Dan saya pastikan diri sepanjang perjuangan belum berakhir, saya tetap maju sebagai calon,” ucap Sukrawan.
Menurut Sukrawan, melihat situasi politik lokal untuk Pilkada Buleleng saat ini, Demokrat Buleleng belum memutuskan akan bergabung dengan partai manapun. Hal ini disebabkan Demokrat masih membidik dan mencari kader dan pasangan calon terbaik untuk Buleleng.
Sukrawan meyakini situasi politik Buleleng yang sangat dinamis, akan ada kocok ulang pasangan calon (paslon) yang diusung partai politik. Terlebih setelah turunnya rekomendasi PDIP dan Golkar sudah mulai muncul riak-riak pengunduran diri bakal calon Bupati-Wakil Bupati Buleleng. Seperti Calon Wakil Bupati (Cawabup) Golkar I Made Sundayana yang mengundurkan diri setelah mendapatkan rekomendasi, terakhir pengunduran dr Ketut Putra Sedana (dokter Caput) dari PDIP karena tidak mendapatkan rekomendasi maju di Pilkada Buleleng 2024.
“Kalau menurut saya peta koalisi pasti berubah. Pasangan Cabup-Cawabup Buleleng bisa jadi tiga poros. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini semua parpol sudah mengeluarkan calon terbaiknya,” kata Ketua Relawan Nyama Braya Gibran Bali ini.
Dr dr Ketut Putra Sedana (kiri, baju batik) mengundurkan diri dari PDI Perjuangan dengan mengembalikan KTA dan baju seragam diterima staf di Kantor DPC PDI Perjuangan, Jumat (16/8). -LILIK
Lalu bagaimana dengan peluangnya berpaket dengan dr Caput setelah yang bersangkutan keluar dari PDIP? Sukrawan menyebut kedekatannya dengan dr Caput sudah terjalin sejak lama. Namun opsi menggandeng dr Caput menjadi pertimbangan bagi Sukrawan.
“Karena surveinya bagus, kegiatan sosialnya juga bagus, tentu akan menjadi pertimbangan,” ucapnya.
Sementara pada Jumat (16/8/2024) siang, Dr dr Ketut Putra Sedana yang lebih dikenal dengan sapaan Dokter Caput secara resmi mengundurkan diri dari PDIP setelah tidak mendapat rekomendasi sebagai Calon Bupati (Cabup) Buleleng dalam Pilkada Serentak 2024.
Keputusan ini diambil setelah dr Caput merasa kecewa dengan keputusan partai, meskipun dia telah menjadi bagian dari PDIP sejak 1996.
Dalam sebuah momen yang cukup emosional, dr Caput yang didampingi oleh sejumlah simpatisan, mendatangi Kantor DPC PDIP untuk menyerahkan kembali kartu tanda anggota (KTA) serta baju seragam partai. Pengunduran dirinya diterima oleh staf DPC PDIP, menandai akhir dari perjalanan panjangnya bersama partai berlambang banteng moncong putih tersebut.
“Keputusan untuk mundur ini sangat berat, mengingat perjalanan saya di PDIP yang sudah berlangsung sejak 1996. Namun, ada banyak alasan yang mendorong saya untuk introspeksi dan melangkah lebih baik ke depan. Selain itu, saya juga ingin lebih fokus pada karier akademis dan profesi saya sebagai dokter,” ujar dr Caput yang juga menjabat sebagai Ketua Banteng Muda Indonesia (BMI) Buleleng.
Dia menekankan bahwa kekecewaannya tidak semata-mata karena tidak mendapatkan rekomendasi partai, tetapi lebih kepada keinginan untuk melakukan evaluasi diri dan mencari jalan yang lebih baik. Dia juga mengungkapkan bahwa keputusan ini didukung oleh aspirasi dari anggota BMI yang selama ini selalu mendukungnya.
Meskipun demikian, dr Caput memastikan bahwa hubungannya dengan kader-kader PDIP tetap akan terjaga dengan baik. Dia juga berterima kasih dan memohon maaf kepada seluruh kader yang telah bersamanya selama ini.
“Saya harus sadar diri, saya bukan siapa-siapa. Tapi, saya tetap akan melanjutkan pengabdian saya kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial yang telah saya lakukan, meskipun tidak lagi di PDIP,” tambahnya.
Menanggapi pengunduran diri dr Caput, Sekretaris DPC PDIP Buleleng Gede Supriatna sangat menyayangkan keputusan tersebut. Dia menuturkan bahwa sebelum pengunduran diri ini, mereka telah berdiskusi panjang, namun dr Caput sudah bulat dengan keputusannya.
“Dokter Caput adalah kader senior yang punya kemampuan dan pengalaman. Namun, jika itu sudah menjadi keputusannya, kami harus menghargai. Kami tetap solid dan fokus untuk memenangkan Pilkada Buleleng,” ujar Supriatna.
Supriatna menambahkan, keputusan ini tidak akan mengurangi soliditas PDIP di Buleleng. Dia berharap masyarakat dapat menilai langkah yang diambil oleh dr Caput, yang menyatakan ingin lebih fokus pada bidang kesehatan.
Pengunduran diri dr Caput juga diikuti oleh seluruh pengurus BMI Buleleng dari tingkat kabupaten hingga kecamatan, yang turut menyerahkan jabatan mereka sebagai Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. 7 k23
1
Komentar