Pola Asuh Pengaruhi Kebiasaan Makan Anak
POLA asuh yang diterapkan oleh orangtua bisa mempengaruhi kebiasaan makan anak, termasuk mendorong anak untuk memilih-milih makanan (picky eater). Menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Ulul Albab SpOG, apabila orangtua tidak biasa mengenalkan variasi makanan kepada anak maka anak akan cenderung memilih mengonsumsi makanan tertentu dan menghindari jenis makanan yang lain.
“Itu yang membuat akhirnya anak ini memilih apa yang dia sukai, karena orangtuanya memberikan apa yang dia sukai. Padahal apa yang disukai anak-anak itu belum tentu itu yang benar,” katanya seusai acara konferensi pers tentang kampanye makan sehat di Jakarta Pusat pada Selasa (30/7/2024).
Ulul mengemukakan bahwa kebiasaan orangtua tidak memberikan makanan yang tidak disukai anak, karena tidak ingin anak jadi rewel juga bisa membuat anak suka pilih-pilih makanan.
“Kalau anak enggak pernah merasakan yang namanya telur, atau terpatri bahwa anak itu makan telur rasanya enggak enak, persepsi dia pasti akan negatif terhadap telur, sehingga akan pilih-pilih (makanan),” kata dokter lulusan Universitas Indonesia itu.
Ulul mendorong para orangtua untuk mengenalkan beragam jenis makanan kepada anak sejak dini, serta menyajikan makanan dengan tampilan menarik agar anak-anak mau mengonsumsi aneka makanan.
“Walaupun sebenarnya makanannya sama, tapi karena ada variasi, kemudian ada inovasi, anaknya merasa bahwa itu menarik, dan packaging itu penting buat anak-anak, bukan hanya rasa,” katanya.
Dia menyampaikan bahwa perilaku pilih-pilih makanan pada anak dapat dicegah dengan menerapkan pola asuh yang tepat.
Anak-anak menjadi pemilih dalam makanan tak terjadi begitu saja. Setidaknya ada dua penyebab utama, salah satunya karena mengalami gangguan non fisiologisnya.
Ahli gizi dari Poltekkes Kemenkes Dr Rita Ramayulis, DCN, MKes mengatakan pada sisi ini, anak merasa makan merupakan suatu beban. Bisa jadi, karena tampilan makanan tak menarik dan makanan yang diperkenalkan padanya kurang beragam.
“Memberikan makanan pada anak tidak hanya transfer makanan. Ada unsur cinta, kasih sayang, stimulasi, dan pendidikan. Kalau tidak begitu, anak bisa merasa makan itu beban. Bisa jadi juga dia merasa tampilan makanan tidak menarik, bosan pada makanan itu-itu saja,” ujar dia.
Dia menyarankan orangtua mengenalkan ragam makanan sehat pada anak sejak dini, misalnya usia 6 bulan atau saat dia sudah mendapatkan makanan di luar ASI.
Anak menjadi pemilih makanan juga bisa karena mengalami gangguan dalam fisiologisnya, misalnya karena infeksi atau peradangan di tubuhnya.
“Karena gangguan fisiologis (ada infeksi, inflamasi), nafsu makan menurun, bila tidak diselesaikan. Bila kondisi ini orangtua biarkan, maka bisa menganggu keseimbangan status gizinya,” kata Rita.
Kondisi anak pilih-pilih makanan biasa disebut dengan picky eater. Keadaan ini umum ditemukan ketika anak memasuki masa pra sekolah. Jika masalah ini terus berlanjut, anak akan mengalami gagal pertumbuhan atau stunting.
Picky eater bisa menjadi gejala yang merugikan kesehatan anak apabila tidak segera diatasi. Hal ini bisa membuat anak kekurangan asupan gizi yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami gizi buruk.
Menurut Prof Dr Rini Sekartini SpA, picky eater merupakan gangguan perilaku makan pada anak yang berhubungan dengan perkembangan psikologis tumbuh kembangnya. Hal ini ditandai dengan keengganan anak mencoba jenis makanan baru (neofobia), pembatasan terhadap jenis makanan tertentu terutama sayur dan buah, dan secara ekstrem tidak tertarik terhadap makanan dengan berbagai cara yang dilakukan.
“Anak yang suka pilih-pilih makanan atau hanya mau makanan tertentu sering disebut picky eater. Sebagian besar ibu mungkin anaknya pernah mengalaminya. Anak biasanya hanya mau makan makanan tertentu, sering tutup mulut menolak makanan yang diberikan, bahkan sampai nangis terus-menerus,” ujar Prof Rini melalui keterangan resmi yang diterima Antara.
Picky eater juga ditandai dengan pertumbuhan tubuh terhenti, perubahan perilaku, lesu, kehilangan selera makan, dan kekurangan berat badan. Kondisi ini tentu bisa mengganggu kesehatan anak.
Sayangnya, banyak orangtua yang salah kaprah menyiasati picky eater dengan memberikan susu sebagai solusi. Padahal, susu sebetulnya hanya sebagai pelengkap.
“Setelah 6 bulan, ditambahkan MPASI (makanan pendamping ASI) sebagai pelengkap karena kebutuhan anak meningkat. Setelah 1 tahun anak dapat diberikan makanan keluarga, berupa nasi lauk pauk, sayur, dan buah plus susu sebagai pelengkap,” tutur Prof Rini.
Namun pemberian makanan pendamping air susu ibu atau MPASI terlalu dini bisa menyebabkan masalah pencernaan pada bayi.
“MPASI dini menyebabkan masalah di saluran pencernaan, salah satunya adalah nanti jadi sembelit, terus bisa menjadi intususepsi atau masuknya jaringan usus di bagian bawah ke usus yang atasnya,” kata dokter spesialis anak lulusan Universitas Sumatera Utara dr S Tumpal Andreas SpA.
Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu mengatakan bahwa MPASI seharusnya diberikan saat bayi memasuki usia enam bulan. Pemberian MPASI dinilai dini kalau dilakukan ketika bayi baru berusia empat bulan.
Menurut Andreas, pemberian MPASI harus dilakukan berdasarkan pada respons makan anak, yang biasanya bisa terlihat saat anak memasuki usia enam bulan.
“Prinsipnya adalah mengetahui yang namanya responsive feeding, di mana anak itu merespons secara baik atau tidak baik terhadap makanan yang kita berikan. Yang kedua memantau hasil dari pemberian MPASI kita, apakah adekuat dengan pertumbuhan,” katanya.
Selain melihat respons anak terhadap makanan, dia mengatakan, orangtua harus memperhatikan aturan dasar pemberian makanan pada anak dalam memberikan MPASI.
Menurut Andreas, orangtua bisa memulai pemberian MPASI dengan menyiapkan sendiri makanan untuk bayi.
Penyiapan makanan pendamping ASI semestinya dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan bayi akan makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak serta mikronutrien seperti vitamin dan mineral.
“Pemberian gula dan garam itu diperbolehkan saat awal MPASI untuk mempermudah anak menerima makanannya, jadi tidak masalah, tapi enggak wajib juga diberikan. Prinsipnya anak menyukai makanan yang kita berikan,” kata Andreas. 7 ant
1
Komentar