SPM APS Akan Mogok Kerja Tiga Hari
Mogok Kerja
Serikat Pekerja Mandiri (SPM)
PT Angkasa Pura Supports (APS)
Sekretaris Umum SPM APS
AA Gde Dwi Aditya Putra
Meskipun berlangsung aksi mogok kerja, para pekerja tetap akan hadir di tempat kerja sesuai dengan jadwal shift, namun mereka tidak akan melaksanakan tugas.
MANGUPURA, NusaBali
Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT Angkasa Pura Supports (APS) berencana melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari, terhitung mulai Senin (19/8) hari ini hingga Rabu (21/8). Aksi ini dipicu perselisihan terkait keputusan perusahaan yang dianggap merugikan pekerja.
Sekretaris Umum SPM APS AA Gde Dwi Aditya Putra seizin Ketua Umum SPM APS Made Dodik Satriawan, mengatakan sekitar 800 pekerja yang tergabung dalam SPM APS akan ikut serta dalam aksi mogok kerja tersebut. Aksi mogok kerja ini akan melibatkan pekerja dari berbagai bagian operasional di bandara, termasuk Avsec, ARFF (pemadam kebakaran), AMC, Customer Service, Facility Care, dan Cargo Service.
Dwi Aditya menjelaskan meskipun berlangsung aksi mogok kerja, para pekerja tetap akan hadir di tempat kerja sesuai dengan jadwal shift mereka, namun mereka tidak akan melaksanakan tugas atau pekerjaan apa pun. “Besok (hari ini) aksi mogoknya, kita tetap datang ke tempat kerja tapi tidak mengambil pekerjaan,” ujarnya.
Dia menambahkan, bahwa aksi mogok kerja ini akan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan SPM APS telah memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan untuk menggelar aksi tersebut. Para pekerja yang berpartisipasi dalam aksi mogok kerja akan berkumpul di satu titik, yaitu di gedung parkir sepeda motor yang terletak di jalan menuju Hotel Patra Jasa.
“Aksi mogok kerja dimulai pada pukul 06.00 Wita, kami datang dan tidak ada pergerakan kemana-mana, kita hanya datang dan diam,” katanya.
Sementara, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana, menjelaskan aksi ini bukan merupakan aksi demonstrasi, melainkan sebuah aksi industrial yang dilakukan di dalam perusahaan. “Menurut undang-undang, serikat pekerja bila mana terjadi perselisihan di tempat kerja lalu antara kedua belah pihak tidak sepakat atau buntu runding, maka serikat pekerja dapat melaksanakan mogok kerja. Mogok kerja yang terjadi di APS ini akibat adanya gagal runding atau buntu runding atas keinginan pekerja,” ujarnya dihubungi pada Minggu (18/8) pagi.
Dijelaskan Budi Darsana, perselisihan ini bermula dari keinginan para pekerja agar perusahaan menghapus kata ‘project’ dari Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan pada 1 Januari 2022 dengan nomor surat 01/RR/SPMAPS/VIII/2024. Kata ‘project’ dalam SK tersebut dianggap mengindikasikan bahwa status pekerjaan bersifat sementara, padahal dalam UU Ketenagakerjaan hanya dikenal dua istilah hubungan kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Budi Darsana menjelaskan bahwa aksi mogok kali ini berbeda dengan aksi sebelumnya yang berkaitan dengan perubahan status kontrak pekerja dari PKWT ke PKWTT. Dia menyatakan aksi ini sepenuhnya terkait dengan keberatan pekerja terhadap penyebutan kata ‘project’ dalam SK, di mana para pekerja menuntut agar SK tersebut direvisi dengan menghapus kata tersebut untuk memastikan status mereka sebagai karyawan tetap.
Menurutnya, keberadaan kata ‘project’ dalam SK karyawan tetap menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pekerja. Hal ini menjadi persoalan mendasar karena menimbulkan ketidakjelasan status pekerja yang seharusnya sudah permanen. “Yang kami pahami, karyawan tetap ya karyawan tetap, tidak ada embel-embel ‘project’,” tegasnya.
Selain itu, Budi Darsana juga menyoroti masalah lain yang muncul setelah dikeluarkannya SK tersebut. Perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan pekerja, baik yang berstatus kontrak maupun permanen. “Ini menjadi persoalan besar karena dokumen sah yang menyatakan status pekerja PT APS tidak ada, karena tidak ada perjanjian kerja yang dibuat,” tambahnya.
Sebelum pihaknya memutuskan melakukan aksi mogok kerja tersebut, perundingan pertama telah dilakukan pada 31 Juli 2024, namun tidak berhasil mencapai kesepakatan. Kedua belah pihak telah menyampaikan alasan masing-masing terkait permintaan penghapusan kata ‘project’ dalam SK. Namun, pada perundingan kedua yang berlangsung pada 9 Agustus 2024, perusahaan tetap menolak untuk mengakomodir permintaan pekerja. Akibatnya, para pekerja memutuskan untuk melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari sebagai bentuk protes.
“Kami berharap perusahaan mau mengubah keputusan ini agar aksi mogok kerja tidak perlu dilakukan,” harapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Branch Manager PT APS Cabang Denpasar Djoko Setyo Pembudi, mengatakan jika pihaknya kini masih dalam tahap komunikasi, sehingga dia belum dapat memastikaan apakah mogok kerja itu akan terjadi atau tidak. “Kami masih dalam tahap komunikasi dengan semunya, jadi ya kita tunggu saja,” ucapnya.
Budi melanjutkan, pihaknya berharap kalau aksi mogok kerja yang dilakukan oleh SPM APS tidak dilaksanakan, karena dapat mengganggu operasional di dalam Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. “Intinya kami masih negosiasi, masih komunikasi, mudah-mudahan tidak ada mogok kerja, itu harapan kami,” ucapnya. 7 ol3
1
Komentar