Merdeka dari Kanker Pada Anak: Kolaborasi Bersama, Waspadai Gejala
DENPASAR, NusaBali.com - Kanker masih menjadi penyebab kematian terbanyak bagi anak-anak dan remaja di seluruh dunia. Di negara berkembang seperti Indonesia, tingkat kesembuhan kanker pada anak hanya 20% dari keseluruhan jumlah kasus.
Dengan kata lain, dari 11.156 kasus baru setiap tahunnya, 8.000 anak diantaranya meninggal dunia (Globocan, 2020). Meski memprihatinkan, angka kesembuhan kanker pada anak bisa bertambah dengan mewaspadai gejala dan tandanya sedari dini.
Kanker pada anak merupakan kondisi dimana sel dalam tubuh anak membelah secara tidak normal, tumbuh, dan menyerang bagian tubuh manapun. Pada umumnya kanker pada anak terbagi menjadi dua kelompok, yakni cair/darah (Leukemia) dan padat (kanker otak, retinoblastoma, osteosarcoma, lainnya). Leukemia merupakan jenis kanker yang paling sering dialami anak, yakni sebayanyak 35% dari jumlah kasus.
Dr. Mururul Aisyi, Sp.A(K), Dokter Spesialis Anak Konsultan Hemtologi Onkologi Anak menyampaikan, "Menghadapi kanker pada anak bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan bersama yang penuh harapan dan keberanian." Gejala awal dari setiap jenis kanker berbeda-beda dan terkadang menyerupai penyakit lainnya. Seperti Leukemia misalnya, gejala yang dialami anak adalah pucat, mudah lelah, demam, pendarahan (mimisan, gusi berdarah), hingga nyeri saat berjalan. ”Sedangkan untuk kanker padat, kebanyakan gejala lebih kasat mata, seperti adanya benjolan” tambah dr. Aisyi. Contohnya pada kanker mata atau retinoblastoma, gejala yang ditimbulkan dapat dilihat, dengan memperhatikan jika ada manik mata berwarna putih, mata kucing, hingga pembesaran bola mata pada anak.
Tidak seperti kanker pada orang dewasa, kanker pada anak tidak dapat dicegah dan diketahui penyebabnya. Tingkat kecepatan dan ketepatan diagnosa kanker menjadi kunci untuk kesembuhan penyakit ini. “Sayangnya di Indonesia, sebanyak 50% kasus kanker pada anak hadir pada stadium lanjut. Permasalahan utama terdapat pada minimnya pengetahuan orang tua maupun lingkungan sekitar terhadap gejala kanker,” jelas Tyas Amalia, ketua Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia. Selain itu, diagnosa yang terlambat juga dapat terjadi karena sulitnya akses fasilitas kesehatan. Sehingga, di Indonesia kanker pada anak lebih susah disembuhkan karena terlambatnya deteksi dini yang berlanjut pada keterlambatan diagnosis dan penanganan lanjut.
Melalui upaya Inisiatif Global WHO pada isu kanker pada anak, WHO mengumumkan target untuk setidaknya mencapai 60% tingkat kelangsungan hidup bagi anak-anak dengan kanker di tahun 2030 di seluruh dunia. Kolaborasi menyeluruh dari berbagai pihak sangat dibutuhkan.
Sekolah misalnya, yang menjadi rumah kedua bagi anak, dapat berperan sebagai pengawas apabila anak menunjukkan gejala fisik yang mengkhawatirkan hingga tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Penyuluhan kepada guru atau pendamping murid dapat dilakukan agar guru memiliki kepekaan terhadap gejala kanker.
Selain sekolah, pihak lain seperti komunitas, perusahaan, atau masyarakat secara umum, juga dapat mengambil peran dalam menyebarluaskan informasi tentang kanker anak. Aksi ini bisa dilakukan dengan mengikuti akun sosial media yang berfokus pada kanker anak dan berbagi pengetahuan kepada sekitar.
Terakhir, seluruh pihak (individu/institusi) dapat turut berperan meningkatkan kualitas hidup anak dengan kanker melalui kolaborasi bersama yayasan yang bergerak pada isu ini seperti Pita Kuning. Kegiatan yang dilakukan dapat beragam, mulai dari menjadi menjadi relawan, berdonasi, hingga melakukan sosialisasi bersama.
Meningkatkan angka kesembuhan kanker pada anak di Indonesia bukanlah hal yang mustahil. Dengan terciptanya kolaborasi bersama dan bertambahnya kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai kanker anak, maka perlahan Indonesia dapat merdeka dari kanker pada anak.
Komentar