ALFI Bali Tolak Revisi UU Pelayaran
Khawatir Berdampak Terhadap Daya Saing Produk Ekspor
DENPASAR, NusaBali - Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali menolak usulan penghapusan sejumlah pasal pada UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Khususnya penghapusan pasal 110 ayat 5 yang memuat peran asosiasi di dalam pengambilan kebijakan tentang tarif. Alasannya dikhawatirkan berdampak terhadap daya saing produk ekspor. Untuk di Bali produk ekspor banyak berasal dari pelaku UMKM.
“Apabila pasal tersebut dihapuskan, pengusaha melalui asosiasi tentu tidak bisa berperan ikut menentukan besaran tarif,” ucap Ketua DPW ALFI Bali Anak Agung Bagus Bayu Joni Saputra atau Gung Bayu Joni yang juga pengusaha asal Kerobokan, Kuta, Jumat (30/8).
Semestinya, lanjut Gung Bayu Joni, pasal tentang peran asosiasi tersebut tidak dihapus atau tetap dipertahankan. Karena menurutnya, pemerintah sebagai regulator seharusnya wajib memberi ruang kepada pengusaha, untuk memberi masukan, baik itu dalam penetapan harga atau tarif. “Karena pengusaha sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan aturan yang dibuat,” ujarnya.
Gung Bayu Joni menyatakan besaran tarif logistik berpengaruh terhadap biaya produksi dan daya saing. Apabila biaya produksi tinggi, misalnya, karena dipicu ongkos atau tarif logistik yang tinggi, tentu mengurangi daya saing produk, dalam hal ini produk ekspor.
Di satu pihak ada Inpres Nomor 5 tahun 2020 tentang Penataan Logistik Nasional (PLN) yang bertujuan meningkatkan daya saing dan menurunkan biaya logistik Indonesia. “Karena itu penting dan mendasar keberadaaan pengusaha dalam memberi masukkan,” tegasnya.
Di Bali, lanjutnya, produk kerajinan, baik berbahan kayu, berbahan logam dan bahan lain merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan. Yang lain adalah produk industri, seperti ikan kaleng dan tekstile. Kemudian produk pertanian, perkebunan dan perikanan. “Jika tarif logistik naik, tentu daya saing produk ekspor Bali terdampak,” ucap Gung Bayu Joni.
Dampak yang tidak diinginkan tentu menurunnya daya saing di pasar global. Apalagi di tengah sengitnya persaingan perdagangan global. Sementara produk atau komoditas ekspor merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat, sekaligus pendukung industri pariwisata Bali. “Karena itu mengapa kami sangat berkepentingan, sehingga meminta asosiasi wajib diikutkan dalam penentuan tarif logistik,” ujarnya. 7 k17
1
Komentar