Menparekraf Minta Penyamarataan Keterlibatan Hingga Penghasilan
Desa Les, Tejakula, Buleleng, Ditetapkan Sebagai Desa Wisata Ramah Perempuan
Menparekraf menyebut jumlah pelancong di dunia 64 persennya adalah perempuan. Wisatawan perempuan lebih banyak menghabiskan uang untuk belanja.
SINGARAJA, NusaBali
Tim Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melakukan penilaian dan visitasi di Desa Wisata Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Sabtu (31/8). Desa Wisata Les yang masuk 50 besar ADWI 2024, juga ditetapkan sebagai Desa Wisata Ramah Perempuan dan Anak pertama di Bali.
Menteri Parekraf Sandiaga Salahuddin Uno hadir bersama Menteri Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dan perwakilan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Ivanovich Agusta, didampingi sejumlah pejabat Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng.
Sandiaga dalam sambutannya mengatakan pertama kali datang ke Desa Les pada tahun 1979 diajak oleh ayahandanya. Dia mengaku berbangga Desa Les kini bisa menjadi bagian keluarga besar Desa Wisata (Dewi) di Indonesia. Sandiaga pun menyebut desa wisata menjadi andalan untuk memperkenalkan Indonesia kepada dunia.
“Secara resmi Desa Les menjadi Desa Wisata Ramah Perempuan dan Anak pertama di Bali. Kita memulai perjalanan penuh tantangan dengan memberikan peluang lebih besar pada perempuan dalam sektor pariwisata,” ucap Sandiaga.
Pembentukan desa wisata ramah perempuan dan anak ini disebutnya bermula dari fakta di lapangan. Jumlah pelancong di dunia 64 persennya adalah perempuan. Sebagian dari mereka berwisata mencari konsep keheningan, spiritualitas, dan keberlanjutan. Sandiaga pun menyebut wisatawan perempuan yang lebih banyak menghabiskan uang untuk belanja.
Foto: Perbekel Les Gede Adi Wistara. -LILIK
Di sisi ketenagakerjaan di sektor pariwisata juga didominasi perempuan. Hanya saja selama ini, pekerja pariwisata perempuan sering dikebiri dengan penghasilan atau upah yang lebih rendah dibanding pekerja laki-laki.
“Desa yang merupakan akar rumput ini, kita mulai kesetaraan. Desa Les akan menghadirkan lebih banyak keterlibatan perempuan dan menyamaratakan penghasilan, tidak ada perbedaan,” imbuh dia.
Sandiaga menilai Desa Wisata Les memiliki potensi pariwisata yang sangat lengkap. Salah satunya tradisi seni budaya dan kearifan lokal yang unik dan menjadi ciri khas bisa dijadikan daya tarik khusus.
“PR-nya sekarang menyiapkan konsep pariwisata berbasis kelestarian lingkungan yang lebih kuat. Jika pemerintah segera memutuskan pembangunan bandara Bali Utara, Desa Les menjadi zona pertama yang harus disiapkan SDM-nya. Benar-benar konsep pariwisatanya berbasis budaya lingkungan yang berkelanjutan,” pesan Sandiaga.
Sementara itu Desa Wisata Ramah Perempuan dan Anak berkolaborasi juga dengan Kementerian PPPA. Menteri Bintang menyebut program ini dimulai sejak tahun 2021. Awal ada 138 desa di 33 provinsi yang menjadi pilot project desa wisata ramah anak. Program ini difokuskan pada kabupaten atau desa yang pimpinannya seorang perempuan. Kini dengan komitmen seluruh stakeholder desa wisata ramah perempuan dan anak sudah berjumlah 2.000 lebih di seluruh Indonesia.
Foto: Tour desa melihat pembuatan garam tradisional, arak hingga gula aren yang disiapkan Desa Wisata (Dewi) Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng. -LILIK
“Ini adalah upaya untuk mencarikan solusi mendasar atas masih tertanamnya pola pikir patriarki, sehingga mengesampingkan kesempatan dan ruang yang diberikan pada perempuan. Padahal melihat desa wisata itu tidak bisa lepas dari UMKM yang pelakunya 60 persen perempuan,” ucapnya.
Bintang menegaskan selain memberikan peluang keterlibatan dan kesetaraan kepada perempuan dalam pengelolaan sektor pariwisata juga bebas dari eksploitasi anak.
Perbekel Les Gede Adi Wistara menyikapi penilaian dan visitasi ADWI 2024, menyatakan pemerintah desa dan Kelompok Sadar Wisata (Darwis) sudah berupaya maksimal mengemas potensi desa menjadi destinasi wisata. Menurutnya Desa Les sebagai desa tua di Buleleng memiliki banyak seni, budaya tradisi yang unik dalam kehidupan bermasyarakatnya.
Pola pariwisata yang ditawarkan adalah wisata alam dengan pesona air terjun di daerah pegunungan dan wisata bahari di kawasan pantai. Warisan budaya yang masih dipertahankan sampai saat ini adalah pembuatan garam secara tradisional. Sampai saat ini masih bertahan 28 orang petani garam di Desa Les.
Selain juga khazanah ekonomi kreatif masyarakat di bidang kerajinan tangan hingga pembuatan gula aren, arak Bali. Pesona khusus desa wisata Desa Les ini membuat kunjungan wisatawan mancanegara rata-rata perbulan mencapai 500 orang, melebihi wisatawan domestik yang masih di angka puluhan.
“Saran dari Pak Menteri tadi untuk terus berinovasi dan juga penguatan SDM tentu akan kami terus tingkatkan ke depan. Harapan kami ada dukungan pemerintah daerah, provinsi, dan pusat juga untuk program peningkatan SDM selain kami juga sudah dianggarkan di APBDes,” papar Adi. 7 k23
1
Komentar