Kemendikbudristek Jadikan Finalis FHI Agen Persahabatan
MANGUPURA, NusaBali - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadikan 102 finalis Festival Handai Indonesia (FHI) 2024 sebagai agen persahabatan antara Indonesia dengan negara-negara di dunia.
“Mereka akan kembali ke tanah airnya dan tidak ada yang menetap di Indonesia. Mereka akan menjadi agen-agen atau mitra kita yang semakin menguatkan persahabatan Indonesia dengan negara tempat mereka berasal,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek E Aminudin Aziz, di Badung, Jumat (30/8).
Di Badung, Jumat kemarin berlangsung puncak FHI 2024, yaitu ajang bagi pembelajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang diikuti 102 finalis dari 43 negara. Aminudin menjelaskan seratusan finalis yang diboyong ke tanah air ini merupakan hasil kualifikasi dari 549 peserta dari 78 negara.
Mereka mengikuti lomba berpidato, bersurat, bercerita, berpuisi, berpantun, membawakan reportase, dan bernyanyi dalam Bahasa Indonesia.
Setelah sepekan di Pulau Dewata untuk berlomba dan merasakan langsung kehidupan masyarakatnya, Kemendikbudristek memilih tiga juara di setiap lomba, sehingga terdapat 21 peserta terbaik yang diberi penghargaan. “Kami tidak memberi uang tetapi apresiasi bentuk lain, menjadikan mereka mitra pembelajaran BIPA di negaranya, karena bagaimana pun dengan tuntutan pembelajaran BIPA yang makin besar maka diperlukan orang, sehingga mereka sekarang diaspora Indonesia,” ujar Aminudin.
Kemendikbudristek melihat minat warga asing mempelajari Bahasa Indonesia semakin tinggi, salah satunya terlihat dari asal negara pendaftar FHI 2024 yang sebanyak 78 negara, padahal secara resmi hanya 55 negara yang meladeni pembelajaran BIPA.
Dari data mereka secara resmi terdapat 183 ribu pembelajar aktif, sehingga jika peserta saat ini jumlah negaranya melebihi, maka masih ada pembelajar BIPA yang belum tercatat di 23 negara lainnya itu.
Kementerian menilai penyebab melonjaknya minat terhadap Bahasa Indonesia terjadi berkat dua hal, yaitu dampak dari diplomasi lunak yang dilakukan Kementerian Luar Negeri dan Badan Bahasa Kemendikbudristek, dan berkat ditetapkannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di sidang umum UNESCO.
“Terbukti sangat efektif anjuran dari pemerintah, dan mereka melihat ketika Bahasa Indonesia ditetapkan tiba-tiba jadi bahasa untuk UNESCO, mereka tahu ini pasar besar, potensi kerja sama sangat besar sehingga menjadi sasaran mereka,” ujar Aminudin. 7 ant
1
Komentar