nusabali

Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa Gelar Tradisi Majaga-jaga

  • www.nusabali.com-desa-adat-besang-kawan-tohjiwa-gelar-tradisi-majaga-jaga

SEMARAPURA, NusaBali - Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa, Kelurahan Semarapura Kaja, Kecamatan Klungkung menggelar tradisi Majaga-jaga pada Soma Paing Warigadean, Senin (2/9) pagi.

Tradisi ini digelar maju lagi sehari karena Tilem Sasih Karo yang jatuh pada Anggara Pon Warigadean, Selasa (3/9) hari ini bertepatan dengan Pasah. Tradisi Majaga-jaga bermakna sebagai ritual untuk menjaga wewidangan secara niskala. Ritual ini digelar oleh krama Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa setahun sekali pada Tilem Karo. 

Dalam tradisi ini, krama rebutan ceceran darah sapi cula yang ditebas untuk dioleskan ke sekujur tubuh. Tradisi ritual Majaga-jaga dipusatkan di catuspata (perempatan) Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa mulai pukul 07.00 Wita. Diawali dengan ritual memandikan sapi pilihan. Sapi yang telah dimandikan diarak oleh krama. Saat diarak sapi diikat dengan tujuh tali. 

Pertama sapi diarak ke arah utara sampai di ujung desa, tepatnya di depan Pura Puseh Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa. Di lokasi ini, digelar ritual khusus di mana sapi ditebas pada bagian pantat kanan oleh pamangku. Sapi ditebas menggunakan blakas sudamala yang disakralkan. Darah inilah diperebutkan krama, lalu dioleskan ke sekujur tubuh mereka.

Ceceran darah sapi kurban diyakini bertuah untuk menjaga wewidangan Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa secara niskala. Darah sapi kurban juga dipercaya mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Usai arak-arakan ke utara, prosesi dilanjutkan dengan mengarak sapi yang sudah terluka ke arah selatan menuju jaba Pura Dalem Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa. 

Dari jaba Pura Dalem, arak-arakan kembali melewati catuspata, kemudian menuju arah timur ke perbatasan Banjar Besang Kawan dan Banjar Besang Kangin. Selanjutnya, arak-arakan menuju arah barat ke areal Pura Prajapati. Terakhir, arak-arakan kembali ke catuspata Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa.

Di masing-masing empat penjuru mata angin dan catuspata melakukan upacara matur piuning dan persembahyangan yang dipimpin para pamangku bersama prajuru desa. Selesai diarak, sapi cula disembelih dan diolah dagingnya untuk caru sesuai pangider-ider. Kulit dan kepala sapi dijadikan bayang-bayang (bagian dari caru). Daging dan jeroan sapi cula diolah menjadi bahan caru di areal catuspata Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa.

Menurut Jro Mangku Nyoman Sumana, tradisi Majaga-jaga digelar bertepatan dengan Tilem Sasih Karo. Namun, karena Tilem Sasih Karo bertepatan dengan Pasah, maka ritual ini dimajukan sehari. “Hal ini tidak mengurangi makna dari ritual tersebut,” ujar Jro Mangku Nyoman Sumana. Sapi yang digunakan dalam upacara ini harus memenuhi syarat. 

Di antaranya sudah dikebiri, tidak boleh ada suku bang (kuku kaki berwarna merah), lidah sapi tidak boleh berwarna poleng serta tidak boleh ada panjut (ekor sapi berwarna putih). Sebulan sebelum upacara, krama keliling mencari sapi sesuai syarat tersebut. “Sapi ini didapatkan di wilayah Buleleng,” ujarnya.

Krama Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa tidak berani mengubah rentetan tradisi yang sudah diwariskan secara turun-menurun. Tradisi ini harus dilaksanakan. Pernah ditiadakan karena kesibukan krama menggalar upacara ngaben. Akibatnya, beberapa krama meninggal mendadak, juga terjadi gagal panen. Tradisi Majaga-jaga digelar untuk menghidari malapetaka. Ritual untuk menetralkan atau membersihkan alam, baik parahyangan, pawongan, maupun palemahan. 7 wan

Komentar