Festival Sastra Bali Modern 2024 Digelar di STAHN Mpu Kuturan Buleleng
SINGARAJA, NusaBali - Komunitas Suara Saking Bali menggelar Festival Sastra Bali Modern (FSBM) kali kedua di STAHN Mpu Kuturan Buleleng.
Festival yang menghadirkan sederet kegiatan ini digelar dua hari yakni pada Sabtu (7/9) hingga Minggu (8/9) malam. Menariknya dari sederet kegiatan sastra yang digelar ada pembahasan khusus tentang korelasi sastra dengan teknologi.
Sejumlah kegiatan yang dilaksanakan mulai dari pameran, diskusi, hingga parade musikalisasi puisi. Sesi pameran menampilkan 94 sampul majalah Suara Saking Bali. Buku kumpulan cerpen berbahasa Bali berjudul Ngetelang Getih Kaang Putih karya Ni Putu Ayu Suaningsih juga dibedah guru SMAN Bali Mandara, I Gusti Bagus Weda Sanjaya. Juga ada bedah buku puisi Gita Rasmi Sancaya karya I Putu Wahya Santosa dengan pembedah dosen STAHN Mpu Kuturan, Putu Reland Udayana Tangkas.
Sesi penampilan parade musikalisasi puisi Bali modern juga diramaikan Teater Solagracia SMAN 1 Negara, Senja di Cakrawala dari Denpasar dan Seketika dari Denpasar. Hadir juga Komunitas Cemara Angin Undiksha, Dinamika dari Komunitas Mahima dan Komunitas 9 Pohon SMAN Bali Mandara. Di tempat yang sama juga digelar diskusi arsip dan ekosistem sastra Bali modern dengan pembicara I Wayan Juliana seorang dosen di STAHN Mpu Kuturan dan I Putu Supartika, seorang penulis. Terakhir juga dibahas korelasi sastra Bali modern dengan perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Ketua Komunitas Suara Saking Bali I Putu Supartika menyebut, jika sastra Bali modern meskipun memiliki banyak kekurangan namun masih unggul dari sastra Indonesia maupun sastra luar. Hal ini dikarenakan hingga kini sastra Bali belum tersentuh dan terpengaruh AI semisal Chat GPT maupun Gemini milik Google.
“Dengan ChatGPT misalnya, kita bisa dengan mudah membuat cerpen Indonesia, tapi bahasa Bali belum bisa. Sehingga itu menjadi keunggulan sastra Bali,” ungkap Supartika.
Meski begitu, menurutnya Sastra Bali juga harus sejalan dengan perkembangan teknologi jika tak mau ditinggalkan dan hilang. Karya-karya yang telah dilahirkan para penulis seyogyanya bisa dialihwahanakan dengan memanfaatkan teknologi termasuk dengan kecanggihan AI.
“Kegiatan festival ini juga sebuah langkah untuk mengaktivasi kampus sehingga bisa bersinergi dan berkolaborasi dalam pemajuan Sastra Bali dan Bahasa Bali,” imbuh Supartika.
Sementara itu Perwakilan STAHN Mpu Kuturan I Putu Ardiyasa mengatakan, sebagai perguruan tinggi STAHN Mpu Kuturan Singaraja, menerima dengan tangan terbuka program yang digelar apalagi melibatkan mahasiswa setempat.
“Ini akan menjadi pemantik mahasiswa kami untuk ikut berkreasi dan mengembangkan bakat yang dimiliki. Juga semakin mengenal dan berkolaborasi dengan organisasi di luar kampus,” kata Dosen Pendidikan Seni dan Keagamaan ini.7 k23
Komentar