Komisi Yudisial Dorong Masyarakat Bali untuk Melaporkan Pelanggaran Hakim dengan Bukti Kuat
DENPASAR, NusaBali.com - Anggota Komisi Yudisial (KY) RI sekaligus Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi, Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata, mengungkap peningkatan laporan yang diterima lembaganya mengalami peningkatan signifikan.
“Laporan yang fix pada 2023 mencapai 2.935, hampir 3.000. Angka ini mengalami peningkatan,” ujar Prof Mukti Fajar ditemui di Kantor Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Bali, Selasa (10/9/2024) siang.
Prof Mukti Fajar pun memaparkan berbagai isu terkait peran KY, khususnya dalam pengawasan terhadap hakim dan penanganan laporan masyarakat di Bali. "Laporan yang masuk lumayan banyak, tetapi mayoritas berada di luar kewenangan KY," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa laporan yang diterima seringkali terkait dengan ketidakpuasan atas putusan pengadilan, sementara KY hanya bisa menindaklanjuti kasus jika ada indikasi pelanggaran etik oleh hakim.
Meski demikian, laporan yang dianggap serius tetap diterima dan dianalisis lebih lanjut. "Jika ada bukti kuat bahwa ada pelanggaran etik, seperti suap atau hubungan tidak pantas, KY akan melakukan investigasi lebih mendalam," jelasnya. Namun, Prof Mukti Fajar mengakui bahwa banyak laporan yang kurang didukung oleh bukti yang memadai, sehingga proses penyelidikan kerap kali terhenti.
Ia juga menyoroti tantangan dalam mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindaklanjuti laporan. "Harapan kami, setiap laporan disertai dengan bukti yang konkret, misalnya rekaman, foto, atau saksi yang mendukung. Namun, banyak laporan yang hanya didasarkan pada ketidakpuasan terhadap putusan hakim, tanpa adanya bukti pelanggaran etik," tambah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Terkait proses penanganan laporan, Prof Mukti Fajar menjelaskan bahwa ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum sebuah kasus bisa diproses di tingkat pusat. "Jika laporan yang masuk ke KY Penghubung di Bali memenuhi syarat, kasus tersebut akan dibawa ke rapat panel untuk ditentukan apakah bisa diperiksa lebih lanjut atau tidak. Proses ini sangat bergantung pada kecukupan bukti," jelasnya.
Prof Mukti Fajar juga menyampaikan bahwa tidak ada kasus pelanggaran etik oleh hakim di Bali yang sampai pada tahap pemberian sanksi dalam dua tahun terakhir. "Untuk Bali, sejauh ini belum ada keputusan yang sampai pada pemberian sanksi, karena mayoritas kasus masih dalam tahap proses penyelidikan," ujarnya.
Selain itu, Prof Mukti Fajar menekankan pentingnya peran KY dalam menjaga integritas lembaga peradilan dan memastikan bahwa hakim menjalankan tugasnya dengan baik. Ia berharap masyarakat dapat lebih aktif melaporkan dugaan pelanggaran dengan bukti yang cukup agar KY bisa bertindak secara lebih efektif.
KY juga terbuka terhadap laporan yang disampaikan langsung ke pusat maupun melalui kantor penghubung di daerah. "Masyarakat bisa melaporkan melalui tiga pintu: langsung ke pusat, melalui website, atau kantor penghubung daerah. Tapi kami sarankan untuk melapor melalui penghubung di Bali agar prosesnya lebih cepat dan efektif," jelas Prof Mukti Fajar.
Prof Mukti Fajar juga menekankan pentingnya sinergi antara KY pusat dan kantor penghubung di daerah, khususnya dalam menangani kasus-kasus yang membutuhkan investigasi lebih lanjut. "Kami berkolaborasi erat dengan pusat untuk memastikan setiap laporan ditangani dengan serius, terutama jika ada indikasi pelanggaran etik yang melibatkan hakim," pungkasnya.
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari upaya KY untuk memperkuat pengawasan terhadap lembaga peradilan di daerah dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga integritas lembaga peradilan di Indonesia, termasuk Bali.
1
Komentar