Peralatan Upacara Tak Pernah Sepi Pembeli
DENPASAR, NusaBali - Pelaksanaan upacara agama, seperti mecaru, pujawali maupun upacara keagamaan lainnya memberi dampak ekonomi bagi perajin pembuatan peralatan upacara. Salah satunya Jro Penyarikan Muli ,64, warga Banjar Selat Tengah, Desa Selat, Kecamatan Susut, Bangli.
Jro Nyarikan, demikian sapaannya, sudah melakoni pekerjaan membuat peralatan upacara sejak tahun 1997-an. Namun semakin fokus pasca peristiwa bom Bali (2002).
“Saya mendapat penataran dan pelatihan dari Parisada di Denpasar,” kenangnya. Sejak itulah dia menekuni pembuatan peralatan upacara diantaranya sanggah surya, sanggah cucuk, klalat dan lainnya.
Dia tak sendirian. Ada belasan perajin yang dia ajak bareng membuat dan memasok. “Karena astungkara, permintaan tetap ada,” terangnya. Malah pada hari-hari tertentu seperti sasih (musim) upacara permintaan meningkat.
Peralatan tersebut dia kirim ke Denpasar, kepada pedagang yang menjadi langganan tetapnya untuk dijual kembali. Antara lain di Penatih, Pasar Sanglah dan di Pedungan.
“Empat hari sekali, saya ngirim ke Denpasar. Rata-rata satu (mobil) carry,” terangnya. Jenis beragam bisa ada sekitar 15 sanggah surya atau 500 klakat. Untuk sanggah surya harganya Rp70.000 per biji. Sanggah cucuk Rp6.000. Klakat, Rp3.000.
“Saat pandemi juga tetap masih ada permintaan. Karena upacara kan masih boleh dilaksanakan, walau terbatas,” terangnya. Persoalan sekarang adalah harga bambu yang semakin mahal. Hal itu lantaran bambu memang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Antara lain steger bangunan, selain untuk kerajinan lain, yakni anyaman bambu.
“ Tetap masih ada, namun harganya meningkat. Kalau dulu bisa beli Rp6.000 per potong, sekarang sudah Rp10.000,” ujarnya. k17.
Komentar