Divonis Bebas Jelang Galungan
Terdakwa Kasus Landak Jawa Nyoman Sukena Sujud Syukur
Terkait barang bukti 4 ekor Landak Jawa yang masih hidup, Majelis Hakim memutuskan agar diserahkan ke BKSDA Bali untuk dilepasliarkan ke habitatnya
DENPASAR, NusaBali
Kasus Landak Jawa (Hysterix Javanica) yang menjerat I Nyoman Sukena, 39, warga Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Badung happy ending. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (19/9) memvonis bebas terdakwa I Nyoman Sukena, warga yang memelihara Landak Jawa yang diketahui sebagai hewan dilindungi. Vonis bebas ini tentu saja sangat disyukuri Sukena dan keluarganya, apalagi putusan ini diketok palu hakim menjelang Hari Raya Galungan.
Dalam amar putusannya Majelis Hakim Pimpinan Ida Bagus Bamadewa Patiputra bersama Hakim Anggota Gede Putra Astawa dan Anak Agung Made Aripathi Nawaksara menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 42 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Membebaskan terdakwa dari dakwaan tunggal tersebut (VRIJSPRAAK), memerintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan dan hak-hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya dipulihkan," tegas majelis hakim. Terkait barang bukti berupa 4 ekor Landak Jawa yang masih hidup, Majelis Hakim memutuskan agar hewan-hewan tersebut dirampas untuk negara dan diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali.
Landak Jawa tersebut nantinya akan dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya atau ditempatkan di bawah pengawasan BKSDA guna memastikan perlindungan dan perkembangan populasinya. Majelis hakim juga memutus untuk membebankan biaya perkara kepada negara, sehingga terdakwa sepenuhnya dibebaskan dari segala tuntutan dan tidak ada kewajiban finansial yang harus dipenuhi oleh Sukena.
Menanggapi putusan tersebut baik JPU maupun penasihat hukum terdakwa menyatakan menerima. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejati Bali Gede Gatot Hariawan, Dewa Gede Ari Kusumajaya dan Isa Uli Nuha mendakwa Nyoman Sukena melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDA-HE, yang ancaman pidananya paling lama lima tahun. Namun, dalam fakta persidangan dari keterangan saksi dan keterangan terdakwa sendiri terungkap bahwa terdakwa tidak mengetahui bahwa Landak yang dipeliharanya merupakan hewan yang dilindungi. Saat mendengar putusan hakim, Sukena langsung bersujud syukur. Dia tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya.
I Nyoman Sukena bersama keluarga usai jalani sidang putusan di PN Denpasar, Kamis (18/9). –ADI PUTRA
Usai sidang, dia segera memeluk istrinya, Ni Made Lasmi,34, yang menangis haru. “Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan, dan semua masyarakat di Indonesia dan Bali khususnya keluarga saya di Bongkasa Pertiwi. Terima kasih banyak atas dukungan dan supportnya, kami sangat bahagia sekali atas putusan hakim,” ungkap Lasmi. Sebelumnya, kasus ini berawal dari ketidaktahuan Sukena bahwa landak Jawa adalah satwa yang dilindungi.
Sukena memperoleh dua ekor landak dari mendiang mertua kakaknya dan memeliharanya tanpa menyadari bahwa hewan tersebut termasuk dalam satwa yang dilindungi. Keterangan saksi ahli dari BKSDA Bali, Suhendarto menguatkan bahwa tidak ada pengetahuan mengenai keberadaan landak di Desa Bongkasa Pertiwi. Suhendarto menyatakan bahwa ia sendiri tidak mengetahui adanya populasi landak di desa tersebut. Bahkan, binatang yang tergolong mamalia ini telah menjadi hama di daerah tersebut, karena sering memakan bibit kelapa yang ditanam masyarakat.
Oleh karena itu, tidak ada sosialisasi terkait perlindungan satwa dilindungi di desa tersebut. Selain itu, keterangan saksi-saksi lain dalam persidangan menunjukkan bahwa masyarakat setempat tidak memiliki informasi yang cukup mengenai regulasi perlindungan satwa dilindungi. Mereka menyatakan bahwa Sukena dikenal sebagai pribadi yang baik dan tidak berniat melanggar hukum. Saksi juga menegaskan bahwa Sukena tidak berniat untuk memperniagakan atau mengeksploitasi satwa dilindungi, melainkan hanya memelihara landak sebagai hewan peliharaan.
Majelis Hakim menilai bahwa tidak ada unsur kesengajaan dalam tindakan Sukena untuk memelihara, menangkap, atau memperniagakan satwa dilindungi tersebut. Hakim menegaskan bahwa tidak ada upaya eksploitasi atau keuntungan pribadi dari Sukena terkait satwa yang dipeliharanya. Hakim Bamadewa juga menyoroti pentingnya penegakan hukum yang mengutamakan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat, serta mengharapkan aparat penegak hukum lebih berhati-hati dan mengedepankan pendekatan restorative justice dalam penanganan kasus-kasus serupa di masa depan.
Sementara ditemui usai sidang, Penasihat Hukum Sukena, yakni Gede Pasek Suardika (GPS) dari Berdikari Law Office, menyampaikan apresiasinya terhadap putusan Majelis Hakim. Pasek Suardika menekankan bahwa kasus ini adalah contoh penting dari pendekatan restorative justice, di mana penegak hukum perlu lebih bijaksana dalam menangani kasus-kasus yang seharusnya dapat diselesaikan dengan cara lain selain proses pidana.
“Ini pelajaran untuk penegak hukum. Dari pertimbangan hakim kan lebih banyak pelajaran untuk penegak hukumnya agar punya hati nurani dan bisa membedakan kasus-kasus mana yang harus ke pengadilan,” katanya. Dia juga mengingatkan bahwa kasus ini seharusnya dianggap sebagai kealpaan, bukan tindak pidana, mengingat ketidaktahuan Sukena dan kurangnya sosialisasi dari BKSDA mengenai status perlindungan satwa di desa tersebut. “Bukan sengaja, tapi culpa, kelalaian, kealpaan. Beda pasalnya. Sukena bebas karena tidak terbukti bersalah bukan karena penghapusan pidana,” imbuhnya. 7 cr79
1
Komentar