Mengenal Wayang Kulit Jumbo Ciptaan Dalang Muda Made Georgiana Triwinadi
Berawal Tugas Akhir, Kini Tembus Pasar Mancanegara
Selain karena besar, desain wayang jumbo atau wong wongan ini terinspirasi lukisan wayang tradisi di Desa Saba, Blahbatuh, Gianyar bernama wong-wongan
DENPASAR, NusaBali
Berawal dari garapan wayang kulit jumbo untuk ujian tugas akhir (TA) Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar tahun 2020, karya Made Georgiana Triwinadi,26, kini telah merentas (menembus) pasar mancanegara.
Pernah melihat wayang berukuran hampir sebadan orang dewasa atau tingginya lebih dari satu meter? Wayang kulit pada umumnya berukuran kecil yang ideal untuk layar pementasan selebar tinggi pohon pisang atau lebih. Namun, wayang kulit berukuran standar ini dinilai kurang ideal dipentaskan pada panggung yang besar. Untuk itu, diperlukan wayang yang bisa dilihat penonton dengan jelas di panggung besar sekalipun. Inilah yang menjadi ide awal Georgiana menggarap wayang berukuran jumbo.
"Namanya wayang wong-wongan. Selain karena besar, desain wayang ini terinspirasi lukisan wayang tradisi di Desa Saba, Blahbatuh, Gianyar bernama wong-wongan. Nama ini diusulkan seniman Gungaji Saba yang saya ajak mensketsa," tutur Georgiana, ditemui dalam sebuah pameran di Denpasar, Minggu (15/9) lalu.
Berbeda dengan wayang standar yang berbahan kulit, wayang wong-wongan ini digarap dengan bahan kedap air, yakni karpet talang air setelah beberapa kali eksperimen. Awalnya, Georgiana memakai metode pencetakan. Wayang standar difoto, diperbesar, dan dicetak pada bahan serupa spanduk/baliho. Biaya produksi metode cetak ini cukup murah namun kurang otentisitasnya. Kemudian, dilakukan eksperimen kedua mengikuti sebagaimana pembuatan wayang standar yang berbahan kulit tapi ukurannya jauh lebih besar. Sangat otentik namun biaya produksinya bengkak karena harga bahan kulit yang mahal.
Eksperimen ketiga berlanjut dengan memakai bahan kertas solex yang biasa digunakan sebagai payasan (aksesoris) ogoh-ogoh. Secara biaya produksi cukup ramah kantong dan secara kualitas bahan cukup sesuai yang dibutuhkan. Akan tetapi, lambat laun bahan solex ini akan robek dan rusak, apalagi jika terkena air. "Terbaru, kami memakai bahan karpet talang air. Bahan ini kedap air dan daya tahannya seperti kulit. Cuma, tantangannya saat produksi. Karena bahannya kedap air, proses pewarnaannya perlu perlakuan khusus yaitu diamplas, baru dicat akrilik dengan campuran lem," beber Georgiana.
Karena dinilai prospektif, proyek wayang wong-wongan hasil TA ini lantas dilanjutkan Georgiana hingga sekarang. Wayang berukuran jumbo ini digandrungi konsumen mancanegara dari Eropa, Amerika Utara, dan beberapa negara Asia. Tapi, kata putra dosen pedalangan Prof I Nyoman Sedana ini, konsumen lokal malah belum begitu melirik. Paling murah wayang wong-wongan ini dibanderol Rp 800.000 per wayang. Harganya tergantung ukuran yang diminta pemesan. Konsumen biasanya memakai wayang jumbo ini untuk pajangan, hiasan hotel, dekorasi, dan lainnya. Selain sebagai produk seni, wayang wong-wongan juga dipentaskan sampai ke Singapura, India, AS, dan Tiongkok.
Kata Georgiana, wayang wong-wongan yang dipentaskan ini bakal menjadi prioritas pengembangan ke depan melalui Studio Seni Kamajaya. Studio yang didirikan kedua orangtuanya, Prof Sedana dan Ni Wayan Seniasih, ini sudah aktif bergulat pada pengembangan seni sejak 2006 silam. Wayang wong-wongan yang dipentaskan ini disebut pertunjukan wayang betel. Wayang betel mengadopsi dan mengembangkan pertunjukan wayang lemah/gedog yang ritualistis ke dalam konteks artistik dan hiburan. Seperti dalang wayang lemah, dalang wayang betel juga terlihat penonton.
Namun, pertunjukan wayang betel tidak hanya berfokus pada wayangnya saja. Dalang dalam pertunjukan wayang betel terlibat langsung sebagai bagian atraksi. Sang dalang ikut menari, mendramatisir panggung, sembari memainkan wayang berukuran jumbo. "Secara teknik memainkan masih sama dengan wayang tradisi karena wayangnya sendiri juga masih berupa wayang tradisi yang diperbesar," ujar dalang muda asal Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini.
Lanjut Georgiana, wayang serupa wayang wong-wongan atau wayang berukuran jumbo memang sudah ada sebelumnya. Tapi, kata dia, wayang-wayang jumbo itu biasanya hanya jadi pelengkap dari seni pertunjukan tertentu. Sedangkan, Studio Seni Kamajaya mempioneri wayang wong-wongan sebagai pertunjukan penuh. Saat mentas di Singapore's Bali Arts Festival tahun 2022, Georgiana dengan studio seninya menampilkan wayang bergenre calonarang, yakni wayang barong dan rangda. Wayang wong-wongan jenis ini jadi yang terbesar yang pernah dibuat dan dipentaskannya.
Wayang barong sendiri panjangnya tiga meter dan terdiri dari tiga komponen yaitu kepala, badan, dan ekor. Tiga komponen ini lantas disambung namun masing-masing bisa digerakkan selayaknya barong ket pada umumnya. "Untuk saat ini, kami belum terpikir untuk mematenkan karena itu bisa menghambat perkembangan dan pengembangan wayang wong-wongan," tegas Georgiana yang juga alumnus SMKN 3 Sukawati (Konservatori Karawitan Bali) ini. 7 ol1
1
Komentar