nusabali

Pameran Lukisan Made ‘Dolar’ Astawa di Santrian Art Gallery

Buah dari Penghayatan Spirit Mayadnya

  • www.nusabali.com-pameran-lukisan-made-dolar-astawa-di-santrian-art-gallery

Suatu waktu Dolar Astawa pernah menjadi tenaga pengamanan (waker) pada sebuah restoran di Sanur, mengelola galeri, sekaligus menjadi semacam manajer untuk kawan-kawan seniman lainnya. Dia pun diangkat menjadi manajer Santrian Art Gallery.

DENPASAR, NusaBali 
Perupa Made ‘Dolar’ Astawa, 52, memamerkan 17 karyanya di Santrian Art Gallery, kawasan objek wisata Sanur, Kota Denpasar, dalam pameran tunggal yang berlangsung 20 September - 31 Oktober 2024. Pemeran ini mengusung tema ‘Layers Dimension’, perjalanan hidup dan berkeseniannya yang berkelindan, tampil melalui lapisan abstrak di atas kanvas. 

Lukisan yang dipamerkan merupakan karya relatif baru dibuat antara 2022 - 2024. Dolar Astawa mengatakan, proses berkarya yang dilakukannya mengadopsi prosesi dalam melaksanakan upacara yadnya yang selalu dimulai dengan menggelar alas, menata berbagai uparengga (sarana dan prasarana) dengan berbagai bahan dan bentuk dari geometris hingga tak beraturan. Semuanya memakai bahan alami yang diolah dengan artistik, disusun dari bawah ke atas umumnya memakai konsep
ruang mandala (Dewata Nawa Sanga).

Prosesi mayadnya diinterpretasikan Dolar Astawa untuk menjadi metode artistik dalam proses karya yang sekaligus menginspirasi pengembangan karya-karyanya. Sebaliknya, karya yang dilahirkan mengabstraksi prosesi dalam upacara yadnya. “Garis atau gerakan yang berlapis-lapis seperti halnya orang-orang di Bali yang selalu menginspirasi saya. Saya ingin menampilkan energi itu,” ujarnya saat ditemui pada acara pembukaan pameran, Jumat (20/9) malam.  

Dolar Astawa adalah sosok yang unik. Dia terlahir dari keluarga sangging, sehingga tak khayal darah seni mengalir dalam dirinya. Sejak kecil sudah menyenangi aktivitas seni melalui sekaa (kelompok) seni di desanya. Dia pun mengenyam pendidikan seni dari Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) hingga perjalanan seninya begitu panjang. 

Suatu waktu Dolar Astawa pernah menjadi tenaga pengamanan (waker) pada sebuah restoran di Sanur, mengelola galeri, sekaligus menjadi semacam manajer untuk kawan-kawan seniman lainnya. Dia pun diangkat menjadi manajer Santrian Art Gallery. 
Pergaulannya begitu beragam dari dunia preman, hingga menjadi pemuka adat di desanya. Trah keturunan dari keluarga sangging kemudian memanggil dan membuka
jalan baginya untuk menemukan formulasi artistik yang digali dari spirit ngayah mendalami upacara yadnya.

Kepulangannya ke desa menjalani tugas adat membuatnya semakin sadar akan kekuatan dan modal kebudayaan Bali. Dia berupaya sekuat mungkin menjaga
kesinambungan tradisi dan ritual. Hal itu membuatnya semakin sadar bahwa ada spirit energi yang luar biasa dari prosesi ritual. Energi itu diadopsi dan dituangkan menjadi metode artistik dalam berkarya seni lukis.

Kekhusyukan menjalani prosesi ritual dalam melaksanakan upacara yadnya, membawanya pada kesadaran kreatif pada penemuan formulasi artistik yang digali dari prosesi penyusunan upakara yadnya. “Saya melukis seperti melakukan ritual itu,” ucap salah satu pendiri komunitas seni Ten Fine Art. 

Kurator pameran Wayan Seriyoga Parta menyebut karya-karya dalam pameran Dolar Astawa menghadirkan lapisan-lapisan ingatan, perenungan dan imajinasi. Hal itu terinterpretasi dalam dimensi ruang dan waktu yang saling berkelindan dan hadir menyeruak dalam balutan estetika abstraksi nan ekspresif.

Perjalanan panjang proses kreatif Dolar Astawa berkelindan antara menjalani berbagai aktivitas dalam riuh pariwisata Sanur, dinamika seni rupa, hingga didaulat oleh masyarakat di desanya di Payangan, Gianyar. Dia menjadi prajuru desa adat menjalani kehidupan tradisi ngayah di desa. “Pengabdian di desa dijalaninya selama bertahun-tahun sembari tetap aktif berkarya dan khususnya melukis. Dolar Astawa menjalani proses ulang-alik antara kehidupan tradisi dan kehidupan modern menjadi warga urban,” ujar Seriyoga. 

“Proses ini menarik, menjadikannya memiliki ruang untuk larut dan tetap berjarak dengan mengakumulasi proses tersebut untuk dituangkan menjadi karya seni lukis,” imbuhnya. 

Kreativitas Dolar Astawa tercurah melihat kontraksi kehidupan modern dalam balutan pariwisata. Pelbagai ekses positif sekaligus destruktif pada tatanan sosial dan kebudayaan Bali dilakoninya. “Nilai paradoksal antara kemajuan di satu pihak dan kemunduran di lain pihak dilalui. Keadaan ini menggambarkan berbagai perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat Bali yang tetap berusaha mempertahankan kebudayaan dan keberlangsungan tradisi,” ungkap Seriyoga. 

Sementara itu, perupa I Made Susanta Dwitanaya mengatakan karya-karya lukis mutakhir Dolar Astawa ini hadir sebagai akumulasi dari gagasannya sebagai pelukis. Melalui karyanya yang mengusung abstraksi terendap berbagai pernyataan dirinya sebagai subyek aktif dalam ruang-ruang kulturalnya. 

Menurut Susanta, Dolar Astawa adalah sosok pelukis yang tak hanya khusuk melukis. Melalui dedikasinya sebagai pengelola ruang, baik dulu di Ten Art Space maupun di Santrian Gallery, Dolar Astawa adalah salah satu praktisi tata kelola dalam medan sosial seni rupa Bali. 

“Melalui kerja kerja yang dilakukan Bli Dolar pameran di Santrian Gallery dapat berjalan sebagaimana adanya. Dari Bli Dolar, saya banyak belajar tentang arti sebuah kerja berkesenian sebagai ruang berbagi dan mengabdi, ruang untuk saling terkoneksi, membagi waktu, tenaga  dan pemikiran untuk sebuah perkembangan medan sosial seni itu sendiri,” kesan perupa asal Tampaksiring, Gianyar ini.7a

Komentar