nusabali

Ngaben Massal di Desa Adat Lebu Dirangkaikan dengan Karya Mamukur, Ngeroras, dan Nuntun

  • www.nusabali.com-ngaben-massal-di-desa-adat-lebu-dirangkaikan-dengan-karya-mamukur-ngeroras-dan-nuntun

AMLAPURA, NusaBali.com – Desa Adat Lebu, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, telah melaksanakan Karya Mamukur, Ngeroras, dan Nuntun pada tanggal 5 September 2024. Kegiatan ini merupakan prosesi lanjutan dari Ngaben Massal yang telah digelar pada 24 Agustus 2024.

Upacara yang berlangsung sejak pagi pukul 07.00 WITA ini dilanjutkan dengan prosesi Ngayud Ring Segara keesokan harinya.

Kegiatan puncak tersebut melibatkan masyarakat dari beberapa banjar, di antaranya Banjar Anyar, Bumbungan, Gede, Akah, dan Bakbakan, serta berbagai soroh (klan) seperti Pasek, Kebon Tubuh, Celuk, Arya Kenceng, Pule Sari, Tutuan, Bukit Buluh, Arya Tangkas, Pasek Toh Jiwa, dan Pegatepan.

I Wayan Darmanta, Bendesa Adat Lebu, menjelaskan makna dari prosesi ini. “Karya Ngeroras dan Memukur bertujuan untuk menyucikan atma (roh) agar terbebas dari ikatan karma dan duniawi, sehingga Atma tersebut dapat menjadi Dewa Hyang atau leluhur yang dipuja di sanggah (tempat pemujaan keluarga). Selain itu, prosesi ini juga mempersiapkan atma untuk bereinkarnasi menjadi sosok yang lebih baik di masa mendatang,” ujar Darmanta yang menjadi bendesa sejak 2014.

Setelah Ngaben Massal, yang dilaksanakan secara serempak pada 24 Agustus, prosesi mamukur dilakukan oleh masing-masing soroh. Karya ini juga mencakup metatah (potong gigi), otonan bagi anak-anak, dan ngelinggih ring merajan (pemasangan arca leluhur di merajan keluarga). 

Darmanta juga menyebut bahwa biaya keseluruhan karya ini mencapai sekitar Rp 3 miliar, yang ditanggung bersama oleh masyarakat. Karya Ngaben Massal di Desa Adat Lebu biasanya dilakukan sekali dalam 10 tahun. Namun, Darmanta berharap ke depan, intervalnya dapat diperpendek menjadi lima tahun untuk menyesuaikan dengan desa lain dan menghindari terlalu lamanya proses penguburan. 

“Jika mayat terlalu lama dikubur, lebih dari lima tahun, dipercaya dapat menjadi Bhuta Cuil (roh jahat). Kami akan terus berusaha mengevaluasi dan memperbaiki tradisi ini demi kebaikan desa,” tambahnya.

Selain itu, Darmanta juga menekankan bahwa Desa Adat Lebu tidak mengenal ngaben pribadi, sebuah tradisi yang telah berlangsung sejak zaman dahulu. “Sejarahnya dimulai saat musim tanam padi di masa lalu. Jika ada yang melakukan ngaben saat itu, akan terjadi gagal panen, karena itu kami memilih untuk melakukan ngaben secara massal,” jelasnya. 

Desa ini juga memiliki tradisi Nyepi Desa, sebagai wujud syukur atas kemakmuran yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Sementara itu, I Nyoman Sukra Adnyana, salah satu warga Banjar Lebu Babakan dari soroh Kebon Tubuh, menyatakan rasa bangganya atas kegiatan ini. “Prosesi Ngaben Massal dan Ngeroras sangat membantu meringankan beban dana, sekaligus memperkuat rasa kebersamaan dan gotong royong. Kami saling membantu, entah dengan iuran atau memberikan bahan-bahan seperti kelapa dan bambu untuk keperluan upacara,” ungkapnya.

Ia juga berharap agar tradisi Ngaben Massal ini tetap dilestarikan, karena nilai kebersamaan yang terbangun selama prosesi ini sangat bermanfaat bagi seluruh masyarakat desa. “Ini adalah momen terbaik di tahun ini, dan saya berharap kegiatan ini terus memberikan manfaat bagi Krama tanpa harus saling menjatuhkan, karena semuanya dikerjakan bersama-sama,” tambah Sukra Adnyana. *m03

Komentar