nusabali

Puncak Karya Ngasti Wedana: Penyucian Atma di Desa Adat Talibeng

  • www.nusabali.com-puncak-karya-ngasti-wedana-penyucian-atma-di-desa-adat-talibeng

AMLAPURA, NusaBali.com – Puncak Karya Ngasti Wedana, yang meliputi prosesi Ngeroras, Mamukur, dan Nuntun, berlangsung pada Kamis, 5 September 2024, di Banjar Sari, Desa Adat Talibeng, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari Ngaben Massal yang telah digelar pada 24 Agustus 2024 lalu.

Prosesi puncak ini dimulai pada pukul 09.00 WITA dan berlanjut hingga keesokan harinya, 6 September 2024, dengan prosesi Ngayud Ring Segara di Pantai Pesinggahan, Kabupaten Klungkung.

I Gusti Ngurah Sukarsana, salah satu tokoh masyarakat Banjar Sari, yang juga mewakili keluarga besar Merajan Dangin, menjelaskan bahwa Karya Ngasti Wedana ini adalah prosesi penyucian Atma (roh) setelah Ngaben. “Setelah prosesi Ngaben, yang mengembalikan unsur-unsur Panca Maha Bhuta (elemen pembentuk tubuh manusia), prosesi Mamukur memiliki makna menyucikan Atma agar naik ke jenjang yang lebih tinggi dan bersatu dengan Brahman (Tuhan),” ujar Sukarsana.

Tiga merajan yang bergabung dalam prosesi ini, yaitu Merajan Kebon, Merajan Sidemen, dan Merajan Dangin, telah melaksanakan Ngaben Massal bersama pada 24 Agustus 2024. 

Sukarsana menjelaskan bahwa dalam Ngaben, unsur-unsur Panca Maha Bhuta seperti Pertiwi (zat padat), Apah (zat cair), Akasa (ruang), Bayu (udara), dan Teja (panas tubuh) dikembalikan ke alam semesta. “Sedangkan dalam Mamukur, fokusnya adalah penyucian Atma yang tidak lagi berwujud fisik. Prosesi ini menonjolkan penyatuan Atma dengan Brahman,” tambahnya.

Menurut Sukarsana, prosesi Mamukur dan Ngasti Wedana memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan Ngaben, karena lebih berfokus pada Atma. “Jika Ngaben menggunakan lembu dan wadah (Bade) sebagai simbol fisik, dalam Mamukur digunakan Bukur, yang lebih menekankan aspek spiritual. Ini adalah bentuk yadnya untuk membayar hutang kepada orang tua, yang dikenal sebagai Tri Rna,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini meringankan beban Krama Banjar dalam melaksanakan yadnya secara bersama-sama, tanpa menghilangkan tradisi dan pakemnya. “Kami sangat bangga bisa melaksanakan karya ini dengan gotong royong, dan berharap tradisi ini tetap dipertahankan di masa depan,” tutup Sukarsana.

Puncak prosesi Ngayud Ring Segara di Pantai Pesinggahan pada keesokan harinya menandai akhir dari rangkaian Karya Ngasti Wedana. Prosesi ini bertujuan untuk membawa Atma ke tempat suci, yaitu laut, yang dalam kepercayaan Hindu Bali, menjadi simbol pemurnian dan penyatuan kembali dengan alam semesta. *m03

Komentar