Dari Diskusi Tentang Kain Geringsing dalam Rangkaian Bali Fashion Trend Tahun 2024
Punya Filosofi Luhur, Tak Mudah Masuk Industri Fashion
Di setiap motif kain geringsing yang berjumlah 28 jenis selalu ditemukan warna merah, hitam, dan kuning merupakan manifestasi Dewa Brahma, Wisnu, Siwa
DENPASAR, NusaBali
Kain tenun geringsing yang dibuat para perajin di Desa Bali Aga, Tenganan Pegringsingan, Karangasem, tidak mudah menjadi bagian dari industri fashion. Setiap helai kain geringsing memiliki pemaknaan luhur warga adat Tenganan Pegringsingan. Kain geringsing juga tidak dikenakan setiap saat oleh warga Desa Adat Tenganan Pegeringsingan. Kain sakral ini hanya digunakan pada saat upacara adat.
Tokoh adat Desa Tenganan Pegringsingan, I Putu Suarjana mengatakan tidak mungkin memotong-motong kain pegringsingan untuk dibuat pakaian. Menurutnya pemotongan kain geringsing hanya bisa dilakukan untuk pengobatan dan upacara adat. Suarjana mengaku sedih jika melihat kain geringsing dipotong-potong untuk dijadikan pakaian. “Kain geringsing sangat kami sakralkan,” ujarnya dalam diskusi serangkaian Bali Fashion Trend 2024 di TS Suites, Seminyak, Kuta, Badung, Jumat (27/9).
Dalam setiap motif kain geringsing yang berjumlah 28 jenis selalu ditemukan warna merah, hitam, dan kuning. Ketiganya merupakan manifestasi tiga Dewa, yakni Brahma, Wisnu, Siwa. Ketiga warna tersebut didapat secara alami di alam. Warna merah didapat dari akar pohon mengkudu, warna kuning dari minyak kemiri, dan warna hitam dari daun taum. Teknik pembuatan kain geringsing memiliki ciri khas ikat ganda. Teknik ini hanya dijumpai di tiga tempat, yakni India, Jepang, dan Tenganan Pegeringsingan, Bali. Proses pembuatan kain geringsing pun memakan waktu tidak singkat sekitar 3 tahun. Di masa lalu bahkan pembuatan satu helai kain geringsing dapat memakan waktu sekitar 7 tahun. Tidak heran kain geringsing dihargai cukup tinggi mulai jutaan hingga puluhan juta rupiah bergantung lebar kain.
“Jadi harga Rp 3 juta dengan waktu pembuatan 3 tahun itu sebenarnya tidak sebanding,” ujar Suarjana menambahkan kain geringsing seyogyanya tidak untuk diperjualbelikan. Sementara Budayawan Bali, Prof Dr I Made Bandem, dalam kesempatan sama menyampaikan, usaha melestarikan kain geringsing harus terus dilakukan. Tidak berhenti sampai status Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dan hak paten indikasi geografis (IG).
Upaya pelindungan kata Prof Bandem, dapat dilakukan dengan melakukan inventarisasi jenis-jenis kain pegeringsingan. Di sisi lain, pengembangan motif-motif kain pegeringsingan tetap bisa dilakukan dalam bingkai pelindungan kain pegeringsingan tanpa merusak motif-motif tradisional. “Menciptakan motif-motif baru berbasis yang sudah lama,” sebut Prof Bandem.
Sementara itu Ketua Panitia Bali Fashion Trend 2024 Dwi Iskandar mengatakan kain geringsing memiliki potensi untuk melejit dalam industri fashion dunia. Namun demikian kalangan fashion designer menghormati roh dari wastra-wastra tradisional seperti kain geringsing. Karena itu kain geringsing tradisional masih digunakan secara hati-hati dalam industri fashion. “Kalau kita asal potong dan kita tempelkan di baju kayak sayang banget,” ujar pria yang juga fashion designer ini.
Bali Fashion Trend 2024 berlangsung dari tanggal 27-29 September 2024. Event yang digelar sejak 2015, tahun ini menampilkan sekitar 61 desainer dari seluruh Indonesia dan luar negeri. Mengangkat tema ‘Strive’, setiap koleksi yang ditampilkan akan terlihat refleksi dari ketekunan, kreativitas, dan semangat para desainer untuk mengeksplorasi batasan-batasan desain yang ada. 7 a
1
Komentar