nusabali

Palestival Pertemukan Budaya Palestina dan Bali di Ubud, Bawa Pesan Kemanusiaan

Dubes Palestina: Inilah yang Kami Dambakan

  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan
  • www.nusabali.com-palestival-pertemukan-budaya-palestina-dan-bali-di-ubud-bawa-pesan-kemanusiaan

GIANYAR, NusaBali.com - Budaya menjadi identitas suatu bangsa, tidak terkecuali Bangsa Palestina yang kini tengah menghadapi krisis kemanusiaan. Di tengah ancaman genosida, budaya menjadi pegangan dan penanda bangsa di Timur Tengah ini masih ada dan bertahan.

Oleh karena itu, budaya dinilai sebagai jalur yang elegan untuk menunjukkan dukungan atas perjuangan kemerdekaan Bangsa Palestina. Mendedahkan budaya Palestina bisa menjadi soft approach sekaligus soft power bahwa bangsa ini masih kuat dan tetap ada di tengah krisis.

Sabtu (28/9/2024) siang di Museum Puri Lukisan, Ubud, Gianyar, berlangsung semarak festival bertajuk 'Palestival: Celebrating a Culture, a People and a Land'. Festival nirlaba ini digagas Stay Human Collective, komunitas bermarkas di Ubud yang mengadvokasi gerakan kemanusiaan.

Palestival diadakan untuk mengapresiasi kebudayaan Palestina seperti musik, tari, film, dan kuliner. Festival ini juga mempromosikan perdamaian, kreativitas, dan mimpi Bangsa Palestina akan kemerdekaan merayakan kebudayaannya sendiri selayaknya apa yang dirasakan pengunjung Palestival.

“Alih-alih protes atau dengan cara kekerasan, kami memilih festival (Palestival) untuk merayakan bangsa, tanah, dan kebudayaan Palestina,” ujar Tariq Ansari, perwakilan Stay Human Collective, ditemui di sela acara, Sabtu siang.

Sayangnya, kata Tariq, identitas Bangsa Palestina seperti halnya kebudayaan ini juga mengalami opresi di tanah mereka sendiri. Padahal, menurut pria asal India ini, Palestina punya sejarah yang panjang dan memiliki budaya populer seperti musik dan film. Palestival ingin mengangkat hal ini.

Foto: Tariq Ansari, perwakilan Stay Human Collective. -RATNADI

Tiga film dokumenter asal atau karya sineas berdarah Palestina diputar sepanjang festival yakni Farah (2015), Gaza Surf Club (2016), dan Bye Bye Tiberias (2023). Selain itu, digelar pula lokakarya kesenian rakyat khas Timur Tengah yang juga berkembang di Palestina seperti tari Dabke, tari perut (belly dance), alat musik Darbuka, dan puisi.

Disediakan pula majelis perjamuan teh yang memamerkan budaya minum teh dan kopi ala Timur Tengah. Tidak lupa, dihidangkan juga kekayaan kuliner khas Palestina sebagai peneman minum teh dan kopi.

“Seperti bangsa-bangsa lainnya, Bangsa Palestina juga mempertahankan budaya mereka. Tahan mereka telah terjajah dan budaya adalah satu-satunya yang tersisa yang mereka punya,” beber Tariq.

Tariq menegaskan, Palestival bukan untuk turis tapi untuk semua orang atas dasar kemanusiaan. Ekspat yang menetap di Ubud ini menuturkan, semua orang adalah ‘Palestina’, begitu juga Bangsa Indonesia yang pernah berjuang berdarah-darah meraih kemerdekaan atas tanah sendiri.

Untuk itu, Palestival bukan festival eksklusif untuk kalangan tertentu dan oleh karenanya budaya Bali juga dipertemukan dengan budaya Palestina di festival ini. Beberapa kesenian Palestina yang ditampilkan juga dibawakan masyarakat lokal. Tari Kecak juga ditampilkan dengan paduan alat musik Rebana.

Ubud sebagai ‘ibukota’ kebudayaan Bali dinilai jadi lokasi representatif pertemuan dua budaya terpaut samudera ini. Tokoh Puri Agung Ubud Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) mendukung Palestival yang sejalan amanat konstitusi, 'penjajahan di atas dunia harus dihapuskan'.

“Mohon maaf, bahkan beberapa tahun lalu Bali juga mengosongkan agenda penting sepakbola akibat berpegang pada amanat konstitusi itu. [...] Dan acara ini memberikan ruang kepada kami masyarakat Ubud untuk ikut mendoakan (Palestina),” tutur Cok Ace yang juga eks Wakil Gubernur Bali (2018-2023).

Foto: Tokoh Puri Agung Ubud Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace). -RATNADI

Cok Ace yang merupakan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali mengungkap, turis Timur Tengah sudah tidak asing dengan Ubud. Mereka sudah terbuka dengan budaya Bali dan bermalam di akomodasi yang lebih rural ketimbang wilayah turistik seperti Nusa Dua.

Sementara itu, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun menuturkan, apresiasi budaya Palestina di Palestival ini menjadi pesan kepada dunia bahwa menikmati kemeriahan festival semacam ini adalah dambaan bangsanya. Hidup bebas dan damai selayaknya bangsa merdeka di dunia.

“Kebudayaan juga sebuah perjuangan. Perjuangan bukan berarti mengangkat senjata, bukan. Hal ini memberikan pesan penting ke seluruh dunia bahwa inilah Bangsa Palestina yang mendambakan kehidupan damai dan merdeka seperti bangsa-bangsa lain di dunia, seperti di Ubud ini,” ungkap Zuhair di sela acara.

Untuk itu, Zuhair menyerukan agresi yang tengah terjadi di Tepi Barat, Gaza, Yerusalem, dan bahkan kini melebar ke Lebanon dan Suriah harus segera dihentikan. Ia meyakini, sebagai bangsa yang pernah terjajah, Indonesia akan terus mendukung perdamaian dan kemerdekaan di atas tanah Palestina.

Sebagai tanah yang tengah terjajah, budaya Palestina di negerinya sendiri ikut terkekang. Para diaspora Palestina dan Timur Tengah disebut menjadi ujung tombak pelestarian budaya Palestina sebagai bentuk dukungan dan perlawanan terhadap ‘genosida’ kebudayaan.

Palestival sebagai bentuk dari gerakan ini bakal berlangsung 12 jam penuh dari pukul 11.00 WITA hingga 23.00 WITA. Selain, kesenian rakyat yang bersifat tradisional, festival ini juga menampilkan budaya populer dengan pengaruh Timur Tengah seperti disk jockey dan grup musik bernada musik dansa elektronik khas Timur Tengah dan kolaborasi budaya populer lainnya. *rat

Komentar