FAO Resmi Tetapkan Berkebun Salak Jadi Warisan Pangan Dunia
Rombongan FAO
Dr Patricia
FAO (The Food and Agriculture Organization)
Berkebun Salak
Warisan Pangan Dunia
AMLAPURA, NusaBali - FAO (The Food and Agriculture Organization) of the United Nations resmi menetapkan aktivitas berkebun salak jadi warisan pangan dunia. Langkah FAO merupakan pertama di Indonesia dan ke-89 untuk di dunia, tersebar di 28 negara.
Penetapan dari FAO per 19 September 2024, usai bersidang di Roma, Italia, kemudian dituangkan dalam surat ditandatangani koordinator GIAHS (Globally Important Agriculture Heritage System), Yoshihide Endo.
Kadis Pertanian Pangan dan Perikanan Karangasem I Nyoman Siki Ngurah didampingi Sekdis I Komang Cenik memaparkan hal itu di ruang kerjanya, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Senin (30/9).
Penetapan sebagai warisan pangan dunia itu ditindaklanjuti Plt Sekretaris Jenderal Kementan Ali Jamil, dengan surat nomor B-2963/KL.210/A/9/2024, per 23 September 2024, dan Pemkab Karangasem menindaklanjuti dengan surat Nomor 520/4528/Distan PP/Setda ditandatangani Plt Bupati I Wayan Arta Dipa, per 27 September 2024.
Penilaian itu dilakukan FAO sejak tahun 2017, semasih zaman Bupati I Gusti Ayu Mas Sumatri.
FAO yang berkedudukan di Roma telah beberapa kali melakukan verifikasi terkait segala persyaratan untuk menjadikan berkebun salak jadi warisan budaya dunia, yang masuk usulan GIAHS (Globally Important Agriculture Heritage System), yakni menjadi warisan sistem pertanian pangan (WSPG).
GIAHS itu sebenarnya lembaga secara khusus bergerak di bidang penyelamatan warisan sistem pertanian dan pangan.
Selama melakukan visitasi ke Karangasem khususnya di Desa Adat Sibetan, Kecamatan Bebandem, yang melakukan pemantauan tentang berkebun salak, pihak FAO mengutus, Dr Patricia Bustamante, terakhir kunjungannya 2 Februari 2024.
Syarat-syarat administrasi agar mendapatkan penghargaan warisan pangan dunia, adanya ketahanan pangan dan penghidupan, keanekaragaman hayati pertanian, mengembangkan sistem pengetahuan lokal dan tradisional, mengandung budaya sistem nilai dan organisasi sosial berupa subak abian, adanya panorama alam yang memikat, dan ada sejarahnya tertuang dalam prasasti.
"Semuanya terpenuhi, makanya dalam sidang FAO di Roma, 19 September lalu, menetapkan berkebun salak sebagai warisan pangan dunia," jelasnya.
Kata dia, berkebun salak juga untuk membantu ketahanan pangan secara turun temurun, melestarikan tradisi lokal dalam hal pelestarian bercocok tanam, ada organisasi subak yang mengikat di samping memiliki panorama alam di Banjar Dukuh, Desa Sibetan, dan ada sejarahnya tertuang dalam lontar disimpan di Pura Dukuh Sakti.
Rencana nanti membangun museum, memajang aneka ragam buah salak yang jumlahnya 14 jenis. Di dalam ada buku sejarahnya mengenai asal usul buah salak, dan membuat demplot beragam jenis tanaman salak. "Sehingga wisatawan yang datang sekali datang mampu menyaksikan beragam jenis buah salak," lanjut I Nyoman Siki Ngurah.
Mengingat ketahanan pangan dunia, merupakan satu-satunya di Indonesia, maka setiap studi banding tentang ketahanan pangan dunia, datang ke Desa Adat Sibetan.7k16
1
Komentar