Oknum Dokter Gigi Terancam 4 Tahun Bui
Didakwa Menipu dengan Modus Sewakan Villa
DENPASAR, NusaBali - Oknum dokter gigi bernama Desak Made Maharyani, 43, terancam 4 tahun bui. Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, pada Selasa (1/10) sore, terdakwa Maharyani didakwa melakukan penipuan dan penggelapan dengan modus menyewakan villa bermasalah.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gusti Ayu Rai Artini, mendakwa terdakwa dengan Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) tentang penipuan, atau dakwaan alternatif kedua Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) tentang penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa bersama I Made Richy Ardhanayasa (terdakwa dalam berkas perkara terpisah) diduga melakukan penipuan terhadap Sri Lestari, korban yang berniat menyewa villa di Kawasan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan. Peristiwa bermula pada 16 April 2019 silam ketika korban Sri Lestari mencari villa untuk ditempati bersama keluarganya. Melalui marketplace di Facebook, ia menemukan iklan ada villa di Jalan Tanjung, Sanur, Denpasar Selatan disewakan. Korban kemudian menghubungi I Nyoman Ari Sudana, yang bertindak sebagai perantara, untuk menanyakan ketersediaan villa tersebut. “Saksi I Nyoman Ari Sudana mengonfirmasi bahwa villa masih tersedia dan menawarkan harga sewa Rp140 juta per tahun,” ujar JPU Rai Artini.
Kemudian keesokan harinya, Sri Lestari dan Ari Sudana bertemu untuk mengecek lokasi villa tersebut. Setelah melihat-lihat villa, korban memutuskan tidak jadi menyewa karena halaman villa dianggap terlalu kecil oleh suaminya. “Korban meminta bantuan untuk mencari villa lain dengan halaman yang lebih luas, dengan anggaran sewa antara Rp 180 juta hingga Rp 200 juta per tahun,” beber JPU Artini.
Ari Sudana kemudian menawarkan beberapa pilihan villa lain, salah satunya villa yang berlokasi di Jalan Batur Sari Sanur dengan harga Rp 230 juta per tahun. Namun, setelah melakukan pengecekan lebih lanjut, korban memutuskan untuk tidak menyewa villa tersebut karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Berlanjut pada 23 April 2019, Ari Sudana kembali menawarkan villa lain yang beralamat di Jalan Merta Sari Nomor 9 A Sanur, Denpasar Selatan, dengan harga Rp 250 juta per tahun. Dalam pertemuan yang berlangsung di Circle K Jalan Danau Poso, Sanur, Sri Lestari bersama suaminya didampingi oleh beberapa saksi lainnya, yaitu Listiyo Budi dan Nuning Indah Christiyanti, secara bersama-sama menuju lokasi villa yang ditawarkan.
Di lokasi tersebut, Listiyo Budi memperkenalkan terdakwa sebagai pemilik villa. Terdakwa memberikan fotokopi sertifikat hak milik dan IMB atas nama I Made Richy Ardhanayasa serta meyakinkan korban bahwa villa tersebut tidak dalam masalah hukum dan sering disewakan kepada orang asing. Setelah mendengar penjelasan tersebut, korban sepakat untuk menyewa villa.
Pada 26 April 2019, korban menyerahkan uang tanda jadi sebesar Rp 10 juta kepada terdakwa di villa yang akan disewa. Transaksi tersebut disaksikan oleh beberapa orang, termasuk Ari Sudana, Nuning Indah Christiyanti, dan Listiyo Budi. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 30 April 2019, korban dan terdakwa menandatangani surat perjanjian sewa villa. “Dalam perjanjian tersebut, disepakati bahwa harga sewa villa sebesar Rp 900 untuk jangka waktu tertentu dan korban langsung membayar sewa itu secara lunas,” terang JPU Rai Artini.
Namun, permasalahan muncul ketika pada Mei hingga September 2019, saat Sri Lestari dan keluarganya mulai menempati villa, pihak Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dan Polresta Denpasar tiba-tiba datang untuk mengeksekusi villa tersebut. “Villa itu ternyata dilelang karena terkait masalah hukum, dan korban serta keluarganya diminta untuk segera mengosongkan tempat tersebut,” jelas JPU Rai Artini.
Setelah kejadian tersebut, korban mencoba menghubungi terdakwa dan I Made Richy Ardhanayasa untuk meminta penjelasan. Terdakwa berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut, namun hingga waktu berjalan, tidak ada niat baik dari terdakwa untuk mengembalikan uang sewa sebesar Rp 900 juta yang telah dibayarkan oleh korban. Merasa dirugikan, korban akhirnya melaporkan kejadian ini ke SPKT Polda Bali.
1
Komentar