Sekretaris BUMDes Diadili, Diduga Tilep Dana Desa dengan Modus Kredit Fiktif
Sriastini didakwa ‘ngembat’ dana BUMDes dengan modus kredit fiktif selama periode jabatannya dari tahun 2012 hingga 2019.
DENPASAR, NusaBali
Diduga menilep dana desa, mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tunas Kerta, Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Ni Putu Sriastini,39 diadili dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, di Kawasan Niti Mandala Denpasar, pada Selasa (1/10) siang. Sriastini didakwa ‘ngembat’ dana BUMDes dengan modus kredit fiktif selama periode jabatannya dari tahun 2012 hingga 2019.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bambang Suparyanto saat membacakan dakwaan, membeberkan dosa-dosa terdakwa Sriastini dalam kasus penggelapan dana desa tersebut. Terungkap modus yang digunakan terdakwa yakni dengan sengaja membuat pengajuan kredit fiktif yang seharusnya diperuntukkan bagi kelompok ekonomi produktif di desa. Modal bantuan yang bersumber dari APBD Pemprov Bali ini dipermainkan terdakwa hingga menembus angka Rp 89,1 juta. Terungkap, terdakwa juga tidak menyetorkan uang setoran nasabah ke kas BUMDes. “Total dana yang disalahgunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi mencapai Rp 89,1 juta,” ujar JPU Bambang Suparyanto.
Dalam persidangan, JPU Bambang Suparyanto juga menguraikan beberapa modus yang digunakan terdakwa untuk menggelapkan dana BUMDes. Salah satu modus tersebut adalah dengan menambahkan jumlah kredit yang diajukan oleh kelompok masyarakat secara sepihak. Contohnya, pada tahun 2018, Kelompok Cempaka Putih mengajukan permohonan kredit sebesar Rp 15 juta kepada BUMDes Tunas Kerta. Namun, dalam praktiknya, terdakwa Sriastini menambahkan nominal kredit tersebut menjadi Rp 30 juta tanpa sepengetahuan pemohon. Terdakwa kemudian meminta saksi Sugandi, anggota Kelompok Cempaka Putih, untuk menandatangani kuitansi pencairan kredit. Namun tidak memberitahukan bahwa kredit yang terealisasi telah ditambahkan hingga Rp 30 juta. “Alhasil, saksi Sugandi tidak mengetahui bahwa kredit yang disetujui BUMDes adalah dua kali lipat dari yang diajukan,” terang JPU Bambang Suparyanto.
Sementara modus serupa yang dilakukan terdakwa terjadi pada Kelompok Jempiring, yang mengajukan kredit sebesar Rp 25 juta dengan cicilan pokok Rp 1.042.000 dan bunga Rp 250.000 per bulan. Namun, dalam pelaksanaanya, terdakwa Sriastini tidak menyetorkan uang cicilan ke kas BUMDes. Total uang sebesar Rp 24 juta untuk pembayaran kredit Kelompok Jempiring yang seharusnya masuk ke BUMDes malah digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya.
Selain melakukan manipulasi terhadap kredit kelompok masyarakat, terdakwa juga melakukan kecurangan dalam permohonan kredit atas nama pribadi. Salah satu kasus yang diangkat oleh JPU adalah kredit atas nama Dewa Putu Suardana. Pada awalnya, Suardana mengajukan kredit sebesar Rp 2 juta dengan angsuran selama dua tahun. Setelah kredit tersebut lunas, terdakwa tanpa izin dan tanpa sepengetahuan saksi kembali mengajukan kredit baru atas nama Suardana sebesar Rp 10 juta. “Seluruh dana kredit tersebut kembali dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya,” beber JPU Bambang Suparyanto.
Atas perbuatannya, Sriastini didakwa telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. JPU menegaskan bahwa terdakwa secara sengaja dan tanpa hak telah memperkaya diri sendiri dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. cr79
Komentar