Setelah Wisata Medis RS Internasional Sanur, Bali Ingin Seriusi Wisata Kebugaran
Bappeda Bali
Wiasthana Ika Putra
Wellness Tourism
Medical Tourism
Pariwisata
Bali International Hospital
Usada Bali
Pengobatan Tradisional
DENPASAR, NusaBali.com - Setelah berprogres mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan Sanur dengan Bali International Hospital (BIH), Bali ingin menyeriusi pengembangan pariwisata medis ini ke ranah pariwisata kebugaran atau wisata kebugaran.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra menuturkan, BIH tidak boleh berhenti pada pariwisata medis saja. Rumah sakit bertaraf global di area Sanur ini harus memberikan multiplier effect ke sektor pariwisata lain.
Multiplier effect yang diharapkan adalah menambah wisatawan berkualitas. Wisatawan yang mengantar keluarga berobat/memeriksakan kesehatan di BIH kemudian menghabiskan masa tinggal dengan berlibur ke destinasi wisata di Bali.
Selain berdampak ke kunjungan pariwisata berkualitas. Multiplier effect lain yang diharapkan juga tidak jauh-jauh yakni sektor pariwisata kebugaran yang masih serumpun. Hal ini guna merespons tren pariwisata medis dunia yang 90 persen pelakunya adalah orang yang sehat.
"Keberadaan KEK Kesehatan ini sejalan dengan konsep Ekonomi Kerthi Bali. Pariwisata Bali harus dikembangkan berkualitas, dilandasi nilai-nilai kearifan lokal. Makanya tidak hanya medical tourism tapi juga wellness tourism," ujar Wiasthana di Denpasar, Rabu (2/10/2024).
Pariwisata kebugaran berkearifan lokal itu adalah Usada Bali. Pengobatan tradisional ini telah berjalan dan diakui Pergub Bali Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam hal pengembangan pengobatan tradisional seperti Usada Bali sebagai pariwisata kebugaran, Wiasthana menyebut telah ada payung hukum berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga Menteri Kesehatan Tahun 2022.
"Jadi, nilai-nilai kearifan lokal Bali seperti pengobatan tradisional, herbal, pelaku kesehatannya pangusada, sebetulnya sudah dimungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka mendorong wisata kebugaran," imbuh birokrat asal Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Hanya saja, yang menjadi tantangan pengembangan Usada Bali yang sesuai untuk pariwisata kebugaran bertaraf global adalah standardisasi. Bagaimana pangusada (pelaku Usada) itu melakukan pelayanan kesehatan dengan standar selayaknya rumah sakit, termasuk obat-obatannya.
Menyelesaikan tantangan standardisasi ini penting untuk menuju potensi integrasi dengan KEK Kesehatan Sanur yang sudah ada. Sebelum sampai ke tahap itu, Usada Bali perlu menata dan berbenah diri sebagaimana capaian pengobatan tradisional Tiongkok yang kini telah diakui secara global.
Menurut Wiasthana, pengembangan Usada Bali sebagai wisata kebugaran dapat dimulai melalui pemberdayaan desa adat dan desa wisata. Sebab, bagaimana pun Usada Bali berkembang secara rural sebagai bagian dari aktivitas adat di Bali. *rat
Multiplier effect yang diharapkan adalah menambah wisatawan berkualitas. Wisatawan yang mengantar keluarga berobat/memeriksakan kesehatan di BIH kemudian menghabiskan masa tinggal dengan berlibur ke destinasi wisata di Bali.
Selain berdampak ke kunjungan pariwisata berkualitas. Multiplier effect lain yang diharapkan juga tidak jauh-jauh yakni sektor pariwisata kebugaran yang masih serumpun. Hal ini guna merespons tren pariwisata medis dunia yang 90 persen pelakunya adalah orang yang sehat.
"Keberadaan KEK Kesehatan ini sejalan dengan konsep Ekonomi Kerthi Bali. Pariwisata Bali harus dikembangkan berkualitas, dilandasi nilai-nilai kearifan lokal. Makanya tidak hanya medical tourism tapi juga wellness tourism," ujar Wiasthana di Denpasar, Rabu (2/10/2024).
Pariwisata kebugaran berkearifan lokal itu adalah Usada Bali. Pengobatan tradisional ini telah berjalan dan diakui Pergub Bali Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam hal pengembangan pengobatan tradisional seperti Usada Bali sebagai pariwisata kebugaran, Wiasthana menyebut telah ada payung hukum berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga Menteri Kesehatan Tahun 2022.
"Jadi, nilai-nilai kearifan lokal Bali seperti pengobatan tradisional, herbal, pelaku kesehatannya pangusada, sebetulnya sudah dimungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka mendorong wisata kebugaran," imbuh birokrat asal Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Hanya saja, yang menjadi tantangan pengembangan Usada Bali yang sesuai untuk pariwisata kebugaran bertaraf global adalah standardisasi. Bagaimana pangusada (pelaku Usada) itu melakukan pelayanan kesehatan dengan standar selayaknya rumah sakit, termasuk obat-obatannya.
Menyelesaikan tantangan standardisasi ini penting untuk menuju potensi integrasi dengan KEK Kesehatan Sanur yang sudah ada. Sebelum sampai ke tahap itu, Usada Bali perlu menata dan berbenah diri sebagaimana capaian pengobatan tradisional Tiongkok yang kini telah diakui secara global.
Menurut Wiasthana, pengembangan Usada Bali sebagai wisata kebugaran dapat dimulai melalui pemberdayaan desa adat dan desa wisata. Sebab, bagaimana pun Usada Bali berkembang secara rural sebagai bagian dari aktivitas adat di Bali. *rat
Komentar