nusabali

Lebih Dekat dengan Putu 'Bonuz' Sudiana: Anak Desa Nelayan Nusa Penida yang Mencintai Seni Lukis

  • www.nusabali.com-lebih-dekat-dengan-putu-bonuz-sudiana-anak-desa-nelayan-nusa-penida-yang-mencintai-seni-lukis

GIANYAR, NusaBali.com - I Putu 'Bonuz' Sudiana, 51, lahir 30 Desember 1972 di Banjar Batumulapan, Desa Batununggul, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung. Ia lahir di lingkungan desa nelayan namun tidak serta merta membuatnya gemar melaut.

Bonuz malah lebih tertarik dengan tinta dan warna, terbilang unik untuk sosok yang besar di wilayah yang terkenal dengan desa nelayan dan budidaya rumput lautnya. Meski begitu, ia tidak lantas melupakan identitasnya.

Bonuz justru mulai melukis untuk keperluan nelayan. Ia menumpahkan bakat seni rupa dua dimensinya ke badan perahu khas Bali, jukung. Rupanya, meskipun besar di pesisir, wadah ekspresi seni untuk Bonuz terbentuk secara alamiah.

"Tahun 1990, saya memberanikan diri pindah ke Bali (daratan) untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah khusus seni rupa di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR), Batubulan jurusan Seni Murni setelah tamat SMP di Nusa Penida," ujar Bonuz kepada NusaBali.com di Batu 8 Studio, Batubulan, Gianyar, baru-baru ini.

Bonuz menuntaskan pendidikannya di SMSR selama empat tahun. Tahun 1995, ia lanjut berkuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) yang kini bernama Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Ia lulus tujuh tahun kemudian, tepatnya tahun 2002.

Sejak memutuskan merantau ke Pulau Bali dari Nusa Penida, Bonuz telah mendedikasikan 100 persen hidupnya untuk seni. Kata Bonuz, jatuh bangun hidupnya, menghasilkan atau tidaknya dunia yang didedikasikannya ini tidak jadi persoalan.

Pameran tunggal Bonuz pertama kali digelar tahun 2000. Pameran bersejarah itu bertajuk Melintas Batas dan digelar di Forum Merah Putih, Denpasar. Forum ini didirikan budayawan dan eks politisi Putu Suasta. Bonuz menyebut, Suasta sebagai provokatornya dalam berkarya sejak era indekos.

Sebelum pameran tunggal perdana 24 tahun silam, pengalaman berpameran sudah dijajal Bonuz sejak masih menempuh pendidikan di SMSR. Tahun 1994, bersama siswa SMSR lainnya, ia berpameran di Taman Budaya Bali (Art Centre), Denpasar.

Menurut kuratorial Komaneka Fine Art Gallery, Bonuz memiliki lukisan abstrak dengan kekhasan pada kesan ledakan. Kompleksitas warna dan bentuk lukisan seakan-akan dihasilkan sebuah ledakan baru layaknya Big Bang yang kemudian menciptakan semesta. Ada kesan pencitraan objek semesta yang sedang berinteraksi.

"Tahun 2019, saya mendirikan Batu 8 Studio sebagai ruang kerja, studio pribadi, dilengkapi ruang pajang. Berselang beberapa waktu, studio pribadi ini saya buka untuk umum atas permintaan teman-teman perupa," ungkap Bonuz yang menekuni aliran abstrak ekspresionisme.

Kata Bonuz, pemilihan nama Batu 8 Studio untuk studio seninya terinspirasi tanah kelahiran. Batu 8 (batu lapan) adalah plesetan dari nama Banjar Dinas/Desa Adat Batumulapan yang masyarakat setempat kerap dipercepat penyebutannya menjadi 'Batulapan'.

"Narasinya, batu adalah kekuatan, 8 adalah konsistensi. Artinya, saya konsisten jatuh bangun di profesi ini," tutur Bonuz, perupa yang juga menggeluti seni musik, instalasi seni, dan seni pertunjukan ini.

Lantai bawah Batu 8 Studio jadi workshop-nya saat ini untuk menghasilkan lukisan buah spontanitas seninya. Sedangkan, lantai atas studio telah menggelar belasan pameran baik tunggal maupun berkelompok untuk perupa muda dan yang memerlukan orbit.

September 2024 lalu, studio ini jadi tuan rumah pameran bertajuk Semaraloka untuk perupa Ketut Adi Candra dan I Gusti Ngurah Putu Buda. Bonuz langsung didapuk menjadi kurator 20 karya yang dipamerkan kedua perupa.

"Studio saya ini juga pernah dijadikan lokasi video klip musisi Bali seperti Lolot, Bayu Cuaca, Ray Peni, dan banyak lagi. Mungkin kelihatan artistik karena lukisannya tapi waktu studio ini masih batako saja juga sudah dipakai syuting," buka Bonuz.

Batu 8 Studio kerap dikunjungi kolektor lukisan baik domestik dan mancanegara, tidak jarang pesohor juga. Bonuz berniat membuka studionya sebagai ruang publik untuk dikunjungi siapapun. Pengunjung diedukasi soal seni murni dan kepuasan tidak kasat mata yang hanya bisa dirasakan jika menekuninya. *rat

Komentar