nusabali

DPRD Bali Dorong Perda Perlindungan Produk Lokal Bali

  • www.nusabali.com-dprd-bali-dorong-perda-perlindungan-produk-lokal-bali

DENPASAR, NusaBali - Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih menyatakan komitmennya untuk mendorong pengesahan Peraturan Daerah (Perda) baru yang akan memperkuat pemasaran dan pemanfaatan produk pertanian lokal Bali.

Ia menegaskan pentingnya kebijakan ini untuk meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan Bali, serta mengurangi ketergantungan ekonomi daerah pada sektor pariwisata.

Dalam pernyataannya, Ajus panggilan akrabnya ini, mengungkapkan meskipun Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali sudah ditetapkan, masih ada celah dalam penegakan hukum yang perlu diperkuat melalui Perda. Hal ini agar ada sanksi yang jelas bagi pelaku usaha yang tidak mau memanfaatkan produk lokal Bali.

Dia juga ingin mendorong agar produk lokal Bali ini, tidak hanya dipasarkan di dalam Bali tetapi juga bisa ke luar Bali dan diekspor ke luar negeri. “Oleh karena itu, saya ingin mendorong para pengusaha lokal, terutama produsen-produsennya, untuk menjual produk mereka keluar Bali. Tentu dengan adanya istilah produk mentah, setengah jadi, produk jadi, itu lebih baik untuk dibawa keluar dari Bali" ujar Ajus ditemui di acara FGD Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali di Denpasar, Rabu (9/10).

Kata Ajus, pentingnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) agar ada keterkaitan yang lebih baik antara pelaku usaha ekonomi di Bali, termasuk pariwisata, dengan budaya Bali sebagai hulu dari produk-produk lokal. “Tentu dari Pergub itu akan kita tingkatkan lagi ke Perda. Saya akan perjuangkan ini karena memang ini sangat diperlukan untuk mempertahankan sawah dan kebun kita. Agar masyarakat kita yang merupakan petani, peternak maupun nelayan itu bisa termotivasi. Dengan adanya Perda, diharapkan minimal 80 persen hasil bumi Bali diserap oleh industri pariwisata di Bali,” ucap Ketua Umum BPD HIPMI Bali ini.

“Harapannya, dengan adanya Perda, sanksi dan reward bagi pengusaha yang membeli produk hasil bumi Bali bisa diberlakukan. Saat ini, implementasi dari Pergub tersebut tidak bisa menginkludekan sanksi, sehingga harus ada Perda agar aparat penegak hukum dapat bertindak. Untuk sanksi dari Perda itu masih perlu kita didiskusikan lebih lanjut, dan saya juga belum tahu bentuk sanksinya, apakah berupa denda atau bentuk lainnya,” lanjutnya.

Ia juga menjelaskan tantangan yang dihadapi para petani di Bali saat ini cukup kompleks, seperti luas lahan yang sempit, mayoritas petani yang bukan pemilik lahan, dan biaya pertanian yang lebih tinggi akibat adanya tradisi dan upacara adat yang harus dilakukan selama proses menanam hingga panen. “Hasil bumi Bali cenderung lebih tinggi daripada hasil bumi di Jawa atau daerah lainnya. Jadi, perlu ada kebijakan pemerintah untuk mendorong demand, bukan hanya fokus pada suplai,” imbuh putra sulung anggota Fraksi Golkar DPR RI asal Dapil Bali, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer.

Dari kacamata pengusaha, Ajus berpendapat selama ada kepastian dari pembelian, suplai tentu akan mengikuti. Namun, jika suplai berlimpah dan permintaan rendah, ketidakpastian permintaan otomatis akan menyebabkan harga turun, yang pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan petani. “Karena bantuan pemerintah itu selalu dari sisi suplai, harga dari pertanian dan peternakan kita justru turun, bahkan di bawah indeks nilai tukar pertanian yang sesuai dengan data BPS. Hal ini membuat petani tidak menguntungkan, karena nilai tukar yang begitu rendah,” paparnya. Diharapkan dengan adanya Perda, masyarakat Bali akan lebih termotivasi untuk bertani dan tidak menjual lahan mereka. “Dengan kepastian pembelian, petani lebih termotivasi lagi,” pungkas Ajus.

Ia juga menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan ekonomi Bali terhadap pariwisata. “Saya bukan ingin menghilangkan ketergantungan Bali terhadap pariwisata, tetapi ingin mengurangi dari yang sebelumnya 70% menjadi 50% atau 40%. Namun, pariwisata tetap akan menjadi sektor utama dalam perekonomian kita,” katanya.

Sebagai langkah awal, Ajus akan meminta kerja sama semua pihak untuk mengumpulkan data terkait produksi dan permintaan produk lokal agar dapat diambil langkah strategis dalam mendukung sektor-sektor lokal di Bali. Selain itu direncanakannya juga agar Perusahaan Daerah (Perusda) bisa menjadi jembatan antara petani dan restoran, vila, atau hotel nantinya dalam pelaksanaan kebijakan ini. Dengan dukungan Dinas Pertanian, dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), hal ini diharapkan dapat meminimalisir biaya dan mempermudah proses distribusi. 7 cr79

Komentar