Menkop dan UKM Dorong Pembentukan LPS Koperasi
Lindungi Simpanan Anggota Koperasi
JAKARTA, NusaBali - Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong pembentukan lembaga penjamin simpanan (LPS) khusus untuk koperasi melalui revisi Undang-Undang Perkoperasian.
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa dengan adanya LPS, simpanan anggota koperasi akan lebih aman, bahkan jika koperasi tersebut mengalami kesulitan keuangan.
“Adanya LPS sebagai penjamin simpanan anggota menjadi penting sehingga ketika koperasi mengalami goncangan likuiditas misalnya, anggota tetap merasa terlindungi simpanannya karena dijamin oleh LPS,” ujar Ahmad seperti dilansir Antara.
Ia menuturkan bahwa kehadiran LPS juga penting, mengingat sebagian besar koperasi di Indonesia bergerak di koperasi sektor keuangan seperti simpan pinjam. Kemenkop UKM mencatat sekitar 60-70 persen koperasi di Indonesia bergerak di sektor keuangan, dan kurang dari 30 persen bergerak di sektor riil.
Ia lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam RUU Perkoperasian, pemerintah juga akan menerapkan sanksi pidana yang tegas bagi pihak-pihak yang melakukan praktik-praktik yang merugikan koperasi.
Selain sanksi pidana, RUU Perkoperasian juga mengatur mengenai komite mitigasi. Komite ini bertugas untuk menangani permasalahan koperasi yang mengalami kesulitan likuiditas atau masalah lainnya yang berpotensi menimbulkan efek domino.
Selain itu, Ahmad mengatakan Kemenkop UKM juga terus mendorong penguatan pengawasan terhadap koperasi untuk mencegah praktik-praktik yang dapat merugikan koperasi dan anggotanya.
Menurutnya, salah satu kendala utama dalam pengawasan koperasi saat ini adalah pembagian tanggung jawab pengawasan yang terpecah-pecah antar tingkat pemerintahan.
Saat ini, pengawasan koperasi dibagi berdasarkan wilayah. Koperasi di tingkat kabupaten/kota diawasi oleh bupati/wali kota, sedangkan koperasi tingkat provinsi diawasi oleh gubernur. Sistem ini dinilai membuat pengawasan menjadi tidak efektif karena kurangnya koordinasi.
“Sementara dari 130.000 koperasi lebih, sebagian besar berada di kabupaten/kota. Sehingga kalau sistem pengawasannya tidak terintegrasi maka akan mengurangi efektivitas fungsi pengawasan itu sendiri,” jelasnya.
Kementerian Koperasi dan UKM telah menginisiasi perubahan Undang-Undang Perkoperasian sejak awal 2023. Namun, RUU tersebut tidak berhasil dibahas oleh DPR RI hingga akhir masa jabatan. Padahal, pembahasan RUU ini telah direncanakan akan dimulai pada Oktober 2023. *
1
Komentar