Kisah Ni Luh Suarnadi, Pekerja Migran asal Desa Gitgit, Buleleng yang Dipulangkan Akibat Konflik di Lebanon
Sudah 7 Tahun Bekerja di Lebanon, Bersyukur Pulang dengan Selamat
Pasca kejadian ini, Suarnadi belum ada keinginan untuk kembali kerja di luar negeri, dia pilih istirahat sementara waktu kendati kontrak kerjanya masih sisa setahun
SINGARAJA, NusaBali
Ni Luh Suarnadi,44, menceritakan pengalaman mencekam saat menjadi pekerja migran Indonesia di Beirut, Lebanon. Perempuan asal Banjar Dinas Pererenan Bunut, Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini sempat terjebak di negara yang tengah berkonflik. Kini dia bisa bernapas lega setelah akhirnya kembali ke tanah air.
Luh Suarnadi merupakan satu dari tiga orang pekerja migran asal Bali yang dipulangkan ke Indonesia dari Lebanon oleh Kementerian Luar Negeri. Ibu dua anak ini bersyukur akhirnya bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarganya di Desa Gitgit. Meski demikian, dia mengaku masih terngiang-ngiang dengan suara deru senapan dan ledakan bom.
Suarnadi bekerja sebagai terapis spa di wilayah Berassan, Sultan Ibrahim, Kota Beirut, Lebanon. Kawasan tempatnya bekerja dan tinggal tak jauh dari wilayah konflik. Bahkan suara baku tembak dan getaran akibat ledakan bom begitu terasa di tempat tinggalnya. Suasana peperangan itu membuat dirinya takut hingga panik mencari tempat berlindung.
“Situasinya sedang sangat mencekam. Karena di tempat tinggal saya dengan lokasi terjadinya serangan bom hanya berjarak tempuh sekitar 10 menit. Jadi sangat terasa getaran dan bunyi ledakannya. Saya sempat panik, mencari tempat yang aman,” ujarnya saat ditemui, Kamis (10/10) di rumahnya di Desa Gitgit, Buleleng.
Akhirnya Suarnadi berinisiatif mengontak teman-temannya sesama orang Indonesia di Beirut. Pada tanggal 27 September, ia memilih berkumpul dengan WNI lainnya di Kota Beirut.
“Saya tidur di tempat itu karena berkumpul dengan teman-teman jadi merasa lebih aman. Meski selama tiga hari itu masih terdengar suara ledakan,” lanjut Suarnadi.
Suarnadi semakin khawatir jika konflik bersenjata itu merembet hingga ke tempat tinggalnya. Akhirnya pada 1 Oktober, dia dan warga Indonesia lainnya melapor ke Kantor KBRI Beirut. Oleh petugas, mereka dievakuasi dan diungsikan di sebuah tempat yang cukup jauh dari Kota Beirut. Esoknya, pada 2 Oktober Suarnadi dan rombongan WNI dievakuasi pulang ke Indonesia.
Namun perjalanan untuk pulang ke tanah air itu tidaklah mudah. Suarnadi bersama 19 orang WNI lainnya mesti menempuh perjalanan darat selama tiga hari melewati tiga negara. Mereka menumpangi bus melintasi Suriah, Jordania, dan Qatar. Pada Minggu (6/10) rombongan WNI ini terbang ke tanah air melalui Bandara Internasional Doha, Qatar.
Ni Luh Suarnadi dan suami Gede Artana (kiri). –MUZAKKY
“Selama melintasi border perbatasan antarnegara yang dilewati, kami tidak ada kekhawatiran. Hanya saja saat itu diperiksa ketat oleh petugas. Proses itu semua sudah disiapkan oleh KBRI,” jelas Suarnadi. Perempuan berusia 44 ini tiba di Jakarta pada Senin (7/10) setelah menempuh penerbangan panjang selama 14 jam. Setelah bermalam di Jakarta, Suarnadi bersama dua orang warga Bali lainnya tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Selasa (8/10).
Suarnadi mengaku sudah tujuh tahun bekerja di Lebanon. Ia memulai menjadi pekerja migran pada tahun 2014 dan bekerja di Turki. Sebelum akhirnya menerima tawaran dari agen untuk bekerja di Lebanon pada tahun 2017. Meski sudah cukup lama bekerja di negara Timur Tengah yang rawan konflik, ia mengaku biasa-biasa saja.
Pasca kejadian ini, Suarnadi mengaku belum ada keinginan untuk kembali kerja di luar negeri. Ia memutuskan untuk istirahat sementara waktu. Kendati dia tak memungkiri masa kontrak kerjanya masih sisa setahun. Ia mengaku akan menikmati kepulangan ini dengan menghabiskan waktu bersama suaminya, Gede Artana,51, dan dua orang anaknya. “Trauma hanya capek dengan perjalanan yang ditempuh. Kalau di Lebanon kontrak kerjanya diperbarui setiap dua tahun. Ini merupakan keberangkatan saya ketiga. Ada kemungkinan dipanggil lagi mengingat masih setahun kontrak. Tapi kemungkinan tidak dalam waktu dekat, sebab masih ada konflik di sana,” tutup dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Buleleng, Made Juartawan mengatakan ada dua orang pekerja migran yang bekerja di Lebanon dan telah dipulangkan, yakni Ni Luh Suarnadi dan Ketut Septiani,21, warga Desa Suwug, Kecamatan Sawan, Buleleng. Pada Kamis kemarin, pihak Disnaker pun berkunjung ke kediaman Suarnadi. “Kejadian ini sifatnya force majeure karena akibat peperangan. Tentu ini barangkali yang inisiatif pemulangannya adalah dari pemerintah. Jadi proses pemulangan ke Indonesia difasilitasi Kementerian Luar Negeri. Selanjutnya untuk pemulangan ke Bali difasilitasi Pemerintah Provinsi Bali,” ujarnya.
Ia menambahkan, dari koordinasi dengan pekerja migran tersebut memilih untuk beristirahat. “Kami punya tupoksi untuk pelatihan kemudian mitra untuk keberangkatan. Apabila nantinya ada keinginan untuk berangkat lagi, tentu kami akan hubungkan antara yang bersangkutan dengan agen penyalur tenaga kerja resmi,” lanjut dia.
Seperti diberitakan, sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) asal Bali turut terjebak di tengah negara-negara konflik Timur Tengah. Terbaru, tiga orang berhasil dipulangkan ke Tanah Air dari Lebanon. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menjemput tiga krama yang telah tiba di Jakarta itu. Ketiga WNI tersebut, yakni Ni Kadek Sriari asal Tampaksiring, Gianyar, Ketut Septiani asal Sawan, Buleleng, dan Ni Luh Suarnadi asal Gitgit, Buleleng.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, turut langsung menjemput tiga WNI asal Bali yang tiba di Kantor Badan Penghubung Provinsi Bali di Jakarta, Selasa (8/10). Mereka diketahui bekerja sebagai terapis spa. Ketiga WNI tersebut sebelumnya diserahkan oleh Kementerian Luar Negeri melalui Kemendagri kepada Pemerintah Provinsi Bali. Pemerintah Indonesia telah menjemput para WNI dari Lebanon dan membawa mereka ke Jakarta, dari sana mereka kemudian dipulangkan ke daerah asal masing-masing dengan fasilitasi pemerintah daerah. 7 mzk
1
Komentar